Sebuah lapangan terbang Amerika Serikat (AS) yang terlantar di tengah Samudera Pasifik dan pernah menjadi kunci dalam menjatuhkan bom nuklir di Jepang sedang dihidupkan kembali. Landasan udara tersebut hampir hilang dari sejarah karena tertutup pepohonan.
Ketika AS membersihkan pertumbuhan hutan yang berlebihan di lapangan udara Pulau Tinian dan pangkalan-pangkalan lama era Perang Dunia II di seluruh wilayah, Jepang bukan lagi menjadi fokus utama mereka.
Sebaliknya, yang mendorong pemulihan sejumlah landasan pacu yang ditinggalkan AS di Pulau Tinian seluas 100 kilometer persegi itu adalah pengaruh Beijing yang semakin meningkat di kawasan Pasifik. Pulau Tinian sendiri merupakan bagian dari wilayah AS di Kepulauan Mariana Utara.
“Rehabilitasi landasan udara era Perang Dunia II memberikan Pacific Air Forces (PACAF) jalan untuk meningkatkan infrastruktur di wilayah tersebut," kata juru bicara kepada AFP.
Meskipun pernyataan tersebut menyebutkan adanya “rasa mendesak” yang memungkinkan PACAF untuk “meningkatkan kemampuan perang dan meningkatkan postur pencegahan bersama Sekutu dan mitranya,” pernyataan tersebut tidak menyebutkan China secara langsung.
Namun, rencana Washington tersebut muncul seiring dengan fokus militer yang beralih ke wilayah Pasifik dalam beberapa tahun terakhir. Selain juga didorong oleh pembangunan basis baru China di wilayah tersebut, termasuk di perairan Laut China Selatan yang disengketakan.
"Dugaan terbesar dan paling serius terhadap keamanan nasional AS adalah upaya (Republik Rakyat China) yang bersifat memaksa dan semakin agresif untuk mengubah kembali wilayah Indo-Pasifik dan sistem internasional sesuai dengan kepentingan dan preferensi otoriternya," demikian tulis dokumen perencanaan Departemen Pertahanan 2022, yang disebut sebagai Strategi Pertahanan Nasional.
Lapangan terbang militer tua Tinian “memiliki landasan pacu yang luas di bawah hutan lebat. Kami akan membersihkan hutan tersebut sekitar sekarang dan musim panas,” kata Jenderal Angkatan Udara Kenneth Wilsbach baru-baru ini kepada media Jepang Nikkei Asia.
Sementara itu, proyek militer untuk “pengembangan bahan bakar dan lapangan terbang” di bandara sipil terdekat di pulau itu sudah berjalan, menurut juru bicara PACAF.
Landasan udara di Tinian mungkin menjadi salah satu pangkalan udara paling signifikan dan sibuk di seluruh dunia pada tahun 1945. Terdapat enam landasan pacu yang dibangun dengan cepat untuk menjadi basis bagi pesawat pengebom B-29 AS yang bertugas dalam misi melawan Jepang, yang berjarak sekitar 2.300 km dari lokasi tersebut.
Termasuk, pada 6 Agustus dan 9 Agustus pada tahun itu, saat pesawat-pesawat tersebut menjatuhkan bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki.
"Little Boy" dan "Fat Man", sebutan untuk senjata tersebut, menewaskan sekitar 200.000 orang.
Dalam tiga tahun terakhir, dana yang dialokasikan AS setiap tahun untuk pembangunan militer Indo-Pasifik meningkat dua kali lipat, dari $1,8 miliar pada 2020 menjadi hanya $3,6 miliar pada 2023, menurut laporan terbaru dari Congressional Research Service (CRS).
Hal tersebut merupakan bagian dari strategi Pentagon untuk membuka serangkaian pangkalan militer yang fleksibel, yang dapat beroperasi di luar instalasi yang lebih besar dan sudah lama ada di Jepang, Korea Selatan, dan wilayah Kepulauan Guam di AS.
Di Tinian, pekerjaan restorasai dimulai di dekat bandara sipil pada Februari 2022, sebelum meluas ke lapangan terbang Perang Dunia II di utara pulau.
Dalam waktu dua tahun, rehabilitasi aspal dan pembangunan tangki bahan bakar akan selesai, dengan anggaran setidaknya $162 juta, sebagai bagian dari rencana darurat jika "akses ke Pangkalan Angkatan Udara Andersen atau lokasi Pasifik barat lainnya dibatasi atau ditolak ," menurut dokumen keuangan Angkatan Udara yang diperoleh AFP.
Di beberapa proyek di Tinian, total biayanya tidak jelas, “karena jadwal dan persyaratan yang berbeda, dan fakta bahwa tidak semua pekerjaan dilaksanakan oleh Angkatan Udara AS,” kata juru bicara PACAF.
Tinian bukan satu-satunya pangkalan era Perang Dunia II yang direnovasi: alokasi pertahanan baru juga mencakup dana untuk pembangunan Pangkalan Udara Basa di Filipina, “bersama dengan proyek-proyek yang sedang berjalan” di pangkalan Angkatan Udara Australia di Darwin dan Tindal, menurut juru bicara PACAF.
“Sebagian besar strategi kami di sana adalah mengambil banyak lapangan terbang pada Perang Dunia II yang sejujurnya ditumbuhi hutan, dan masih ada beton atau aspal di bawahnya,” kata Wilsbach dalam pidatonya pada September.
“Kami tidak membangun pangkalan super di mana pun. Kami mencari tempat untuk mendapatkan bahan bakar dan senjata, mungkin untuk makan dan tidur siang, lalu mengudara lagi,” ujarnya.
Citra satelit menunjukkan sejauh mana pekerjaan yang sedang dilakukan, termasuk pembangunan landasan baru di utara bandara sipil.
Tidak jauh dari situ, citra satelit menunjukkan adanya perkembangan militer lainnya -- mulai dari China yang membangun pulau-pulau buatan di antara Kepulauan Spratly yang diperebutkan secara diplomatis, dan digunakan sebagai markas pangkalan udaranya sendiri. [ah/ft]
Forum