WASHINGTON —
Peningkatan penggunaan Bahasa Inggris dalam video-video yang dibuat kelompok ekstremis dan naiknya jumlah orang yang direkrut dari Eropa untuk bertempur di Suriah dan medan perang lain membuat khawatir pihak berwenang Amerika Serikat, yang takut mereka akan kembali ke Eropa atau Amerika untuk membuat serangan.
Minggu lalu, seorang pria yang berbicara Bahasa Inggris dan Bahasa Arab serta menyebut dirinya Abu Ahmed al-Amriki (Bahasa Arab untuk orang Amerika) membintangi sebuah pesan video yang diunggah di situs-situs jihadis yang dibuat oleh al Shabaab, kelompok militan Islami di Somalia.
Abu Ahmed, dengan wajah yang disamarkan dan identitas asli yang tidak diketahui, mendesak Muslim untuk melepaskan kenyamanan hidup di negara barat dan bertempur di garis depan di tempat-tempat seperti Somalia, Mali dan Afghanistan, dalam perang suci Islam, menurut sebuah akun Long War Journal, sebuah blog anti-terorisme yang diterbitkan oleh lembaga konservatif Foundation for the Defense of Democracies.
Meski ketakutan Barat terkadang berlebihan, video ini dan yang lainnya menyoroti apa yang disebut pejabat keamanan senior AS dan Eropa sebagai peningkatan baru dalam perekrutan orang berbahasa Inggris, termasuk puluhan warga Inggris yang pergi ke luar negeri untuk bertempur, terutama di Suriah.
Kekhawatiran pihak berwenang di AS dan Eropa adalah banyak dari orang berbahasa Inggris yang direkrut bergabung dengan fraksi pemberontak Suriah yang paling militan dan anti-Barat.
Februari lalu, seseorang yang menyebut dirinya “mujahid Amerika” mengunggah dua pesan video yang menjelaskan keterlibatannya dengan pemberontak di Suriah, menurut Flashpoint Global Partners, sebuah kolompok konsultan di New York yang mengawasi situs-situs militan.
"Bashar Assad, hari-harimu tinggal sedikit,” ujar pemberontak itu, dalam Bahasa Inggris berlogat Amerika, mengacu pada Presiden Suriah. “Berhenti sekarang selagi bisa dan pergi. Kau akan mati bagaimanapun juga. Ke mana pun kau pergi, kami akan menemukanmu dan membunuhmu.”
Secara simultan, pejabat AS mengatakan, literatur berbahasa Inggris telah menjamur di Internet membuat kelompok militan melakukan kekerasan di mana pun mereka berada dan memberikan instruksi langkah demi langkah mengenai bagaimana menggunakan bahan rumah tangga untuk menyebabkan kematian dan kerusakan.
“Kami telah mengawasi perkembangan ini dan hal ini mengkhawatirkan,” ujar Paul Browne, wakil komisioner dan juru bicara Kepolisian New York.
Baru-baru ini, afiliasi al-Qaida di Yaman, AQAP, telah mengeluarkan dua majalah berbahasa Inggris untuk para jihadis. Majalah yang pertama, “Inspire”, merupakan majalah daring, berisi daftar orang Barat yang menjadi target pembunuhan, termasuk penulis Salman Rushdie.
Majalah yang kedua adalah “Lone Muhahid Pocketbook,” panduan lengkap untuk mereka yang ingin menjadi mujahid.
Pesan-pesan di Internet yang menyasar militan potensial berbahasa Inggris muncul saat sumber-sumber intelijen Eropa mengatakan mereka mengawasi lalu lintas stabil dari anak muda dan warga Inggris ke Suriah untuk melawan pemerintahan Assad.
Sumber-sumber itu mengatakan, sekitar 60-70 orang dari Inggris diyakini ada di Suriah. Tidak jelas apakah mereka memang ekstremis Islami. Namun menurut sumber-sumber tersebut, banyak yang telah bergabung dengan Al-Nusra, kelompok militan anti-Assad yang disebut oleh AS sebagai organisasi teroris yang terkait dengan al-Qaida di Irak. (Reuters/Mark Hosenball)
Minggu lalu, seorang pria yang berbicara Bahasa Inggris dan Bahasa Arab serta menyebut dirinya Abu Ahmed al-Amriki (Bahasa Arab untuk orang Amerika) membintangi sebuah pesan video yang diunggah di situs-situs jihadis yang dibuat oleh al Shabaab, kelompok militan Islami di Somalia.
Abu Ahmed, dengan wajah yang disamarkan dan identitas asli yang tidak diketahui, mendesak Muslim untuk melepaskan kenyamanan hidup di negara barat dan bertempur di garis depan di tempat-tempat seperti Somalia, Mali dan Afghanistan, dalam perang suci Islam, menurut sebuah akun Long War Journal, sebuah blog anti-terorisme yang diterbitkan oleh lembaga konservatif Foundation for the Defense of Democracies.
Meski ketakutan Barat terkadang berlebihan, video ini dan yang lainnya menyoroti apa yang disebut pejabat keamanan senior AS dan Eropa sebagai peningkatan baru dalam perekrutan orang berbahasa Inggris, termasuk puluhan warga Inggris yang pergi ke luar negeri untuk bertempur, terutama di Suriah.
Kekhawatiran pihak berwenang di AS dan Eropa adalah banyak dari orang berbahasa Inggris yang direkrut bergabung dengan fraksi pemberontak Suriah yang paling militan dan anti-Barat.
Februari lalu, seseorang yang menyebut dirinya “mujahid Amerika” mengunggah dua pesan video yang menjelaskan keterlibatannya dengan pemberontak di Suriah, menurut Flashpoint Global Partners, sebuah kolompok konsultan di New York yang mengawasi situs-situs militan.
"Bashar Assad, hari-harimu tinggal sedikit,” ujar pemberontak itu, dalam Bahasa Inggris berlogat Amerika, mengacu pada Presiden Suriah. “Berhenti sekarang selagi bisa dan pergi. Kau akan mati bagaimanapun juga. Ke mana pun kau pergi, kami akan menemukanmu dan membunuhmu.”
Secara simultan, pejabat AS mengatakan, literatur berbahasa Inggris telah menjamur di Internet membuat kelompok militan melakukan kekerasan di mana pun mereka berada dan memberikan instruksi langkah demi langkah mengenai bagaimana menggunakan bahan rumah tangga untuk menyebabkan kematian dan kerusakan.
“Kami telah mengawasi perkembangan ini dan hal ini mengkhawatirkan,” ujar Paul Browne, wakil komisioner dan juru bicara Kepolisian New York.
Baru-baru ini, afiliasi al-Qaida di Yaman, AQAP, telah mengeluarkan dua majalah berbahasa Inggris untuk para jihadis. Majalah yang pertama, “Inspire”, merupakan majalah daring, berisi daftar orang Barat yang menjadi target pembunuhan, termasuk penulis Salman Rushdie.
Majalah yang kedua adalah “Lone Muhahid Pocketbook,” panduan lengkap untuk mereka yang ingin menjadi mujahid.
Pesan-pesan di Internet yang menyasar militan potensial berbahasa Inggris muncul saat sumber-sumber intelijen Eropa mengatakan mereka mengawasi lalu lintas stabil dari anak muda dan warga Inggris ke Suriah untuk melawan pemerintahan Assad.
Sumber-sumber itu mengatakan, sekitar 60-70 orang dari Inggris diyakini ada di Suriah. Tidak jelas apakah mereka memang ekstremis Islami. Namun menurut sumber-sumber tersebut, banyak yang telah bergabung dengan Al-Nusra, kelompok militan anti-Assad yang disebut oleh AS sebagai organisasi teroris yang terkait dengan al-Qaida di Irak. (Reuters/Mark Hosenball)