Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah memilih diplomat kawakan, Mark Lambert, sebagai pejabat senior untuk kebijakan mengenai China, kata lima sumber yang mengetahui masalah itu. Langkah itu membawa kepemimpinan baru untuk bagian departemen yang menghadapi masalah staf dan kritik mengenai penanganannya terhadap berbagai prakarsa yang berfokus pada China.
Lambert kemungkinan besar akan diangkat sebagai deputi asisten menteri luar negeri urusan China dan Taiwan, kata para sumber. Ia akan mengisi pos yang ditinggalkan oleh Rick Waters pada Juni lalu.
Waters juga pernah menjabat sebagai kepala Kantor Koordinasi China – secara tidak resmi dikenal sebagai China House, suatu unit di departemen itu yang dibentuk akhir tahun lalu untuk memadukan kebijakan China di seluruh kawasan dan isu. Menurut para sumber, sekarang sedang dibahas apakah Lambert akan menduduki jabatan koordinator China House.
Penunjukan Lambert kemungkinan besar tidak akan mengubah kebijakan Washington terhadap China, yang dikatakan pemerintahan Presiden Joe Biden sebagai salah satu “persaingan intens” yang pada saat bersamaan berusaha meningkatkan dialog dengan Beijing untuk menstabilkan hubungan.
Namun Lambert, diplomat terkemuka yang berpengalaman di Asia Timur, sudah pasti akan mempengaruhi China House, yang telah dikritik karena menambah lapisan birokrasi bagi proses pengambilan keputusan yang telah rumit.
Tidak jelas kapan Departemen Luar Negeri akan secara resmi mengumumkan penunjukan tersebut.
“Tidak ada pengumuman personel pada saat ini, tetapi Kantor Koordinasi China masih menjadi bagian integral dari upaya pemerintah AS untuk secara bertanggung jawab mengelola persaingan kita dengan Republik Rakyat China dan memajukan visi kita bagi sistem internasional yang inklusif dan terbuka,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri dalam email menanggapi permintaan komentar.
Departemen Luar Negeri menolak kritik mengenai China House, dengan mengatakan ini adalah salah satu timnya yang paling aktif.
AS dan China berselisih mengenai berbagai isu mulai dari Taiwan hingga perdagangan, fentanyl dan HAM. Namun Washington telah berusaha untuk membuat saluran komunikasinya tetap terbuka menjelang kemungkinan pertemuan akhir tahun ini antara Biden dan Presiden China Xi Jinping.
Lambert, pakar Asia yang pernah dua kali bertugas di Kedutaan Besar AS di Beijing, hingga belakangan ini menjabat sebagai deputi asisten menteri yang berfokus pada masalah Jepang, Korea dan Mongolia, dan mengenai hubungan dengan Australia, Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik.
Dalam peran barunya, ia akan terus melapor kepada Asisten Menteri Luar Negeri Daniel Kritenbrink yang memimpin biro urusan Asia Timur dan Pasifik di departemen itu. [uh/ab]
Forum