Perdana Menteri Australia dan Selandia Baru, Senin (28/3), menyuarakan keprihatinan mereka tentang potensi kehadiran militer China di Kepulauan Solomon.
Sebuah dokumen yang bocor pekan lalu menunjukkan bahwa China dapat meningkatkan kehadiran militernya di negara kepulauan Pasifik Selatan itu, termasuk kunjungan kapal.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan ia telah berbicara dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern selama akhir pekan tentang perkembangan tersebut dan berencana untuk berbicara dengan rekan-rekannya di Papua Nugini dan Fiji, pada Senin (28/3).
''Laporan-laporan yang kami peroleh tidak mengejutkan kami, melainkan sebagai pengingat mengenai tekanan dan ancaman terus-menerus yang hadir di kawasan kami terhadap keamanan nasional kami sendiri,'' kata Morrison kepada wartawan.
“Ini adalah masalah yang menjadi perhatian kawasan tetapi tidak mengejutkan. Kami sudah lama menyadari tekanan-tekanan ini,'' tambahnya.
Ardern menggambarkan kemungkinan pasukan militer China ditempatkan di Kepulauan Solomon sebagai situasi yang sangat memprihatinkan.
''Kami melihat tindakan seperti itu sebagai potensi militerisasi kawasan,'' katanya kepada Radio NZ. "Kami melihat sangat sedikit alasan dalam hal keamanan Pasifik untuk kebutuhan dan kehadiran seperti itu,'' tambahnya.
Ardern mendesak para pemimpin Solomon “untuk tidak mencari bantuan di luar negara-negara di Kepulauan Pasifik” ketika mempertimbangkan masalah keamanan negara itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, Senin (28/3), menepis kekhawatiran tersebut, dengan mengatakan, "Kerja sama antara China dan Kepulauan Solomon telah disambut hangat oleh pemerintah dan rakyat Solomon."
Kepulauan Solomon mengungkapkan pada Kamis bahwa pihaknya telah menandatangani perjanjian kerja sama kepolisian dengan China. Tapi yang lebih mengkhawatirkan negara-negara tetangga Solomon adalah draft pengaturan keamanan yang lebih luas yang bocor secara online.
Berdasarkan rancangan perjanjian itu, China dapat mengirim polisi, personel militer dan angkatan bersenjata lainnya ke Kepulauan Solomon “untuk membantu menjaga ketertiban sosial'' dan untuk berbagai alasan lainnya. China juga bisa mengirim kapal-kapal ke Solomon untuk persinggahan dan untuk mengisi kembali persediaan.
Rancangan perjanjian tersebut menetapkan bahwa China tidak perlu mengungkap informasi tentang pengaturan keamanan bersama itu, termasuk pada konferensi pers.
Ditanya tentang kesepakatan pekan lalu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan Beijing dan Kepulauan Solomon “melakukan penegakan hukum dan kerja sama keamanan yang normal atas dasar perlakuan yang sama dan kerja sama yang saling menguntungkan.''
Belum jelas kapan perjanjian keamanan itu akan diselesaikan, ditandatangani, atau mulai berlaku. [ab/uh]