MELBOURNE —
Pengawas daerah wisata Great Barrier Reef di Australia akan memutuskan Jumat (31/1) apakah akan mengizinkan jutaan meter kubik lumpur hasil kerukan untuk dibuang dekat daerah terumbu karang tersebut, untuk membangun pelabuhan batu bara terbesar di dunia dan peluang mendapatkan US$28 miliar dalam proyek-proyek batu bara.
Izin pembuangan akan memungkinkan ekspansi besar pelabuhan Abbot Point untuk dua perusahaan India dan miliarder penambang Australia, Gina Rinehart, yang bersama memiliki proyek-proyek batu bara senilai $15 miliar di cekungan Galilee yang masih belum terjamah.
Cekungan Galilee dapat menaikkan ekspor batu bara termal Australia sebanyak dua kali lipat dan mengambil alih peran Indonesia sebagai eksportir batu bara teratas di dunia, sambil terus memasok bahan bakar ke pembangkit-pembangkit listrik dan pabrik pengolahan baja di China yang telah menopang lonjakan pertumbuhan pertambangan Australia selama 10 tahun terakhir.
Jika izin itu tidak diberikan, hal itu akan menimbulkan ketidakpastian bagi proyek-proyek senilai lebih dari $28 miliar yang diusulkan di Galilee. Proyek-proyek ini telah ditunda karena kesulitan menggalang dana akibat turunnya harga batu bara.
Rencana itu, yang telah memicu protes di kalangan aktivis lingkungan hidup dan ilmuwan yang khawatir dengan kerusakan taman laut tersebut, akan menggandakan lalu lintas perkapalan lewat terumbu karang tersebut dan meningkatkan risiko kecelakaan.
"Karang-karang dapat berhenti tumbuh atau bisa mati, tergantung dari berapa lama lumpur itu akan ada di sana," ujar Louise Matthieson dari Greenpeace Australia.
Sejumlah besar lumpur akan dikeruk dari Abbot Point, yang jika dibuang ke daratan, ukurannya akan lebih besar dari Piramida di Giza.
Persetujuan untuk membuang 3 juta meter kubik lumpur dalam taman laut itu dapat mengancam status Warisan Dunia bagi Great Barrier Reef, salah satu daya tarik wisata besar di Australia dengan nilai ekonomi $5,7 miliar. (Reuters)
Izin pembuangan akan memungkinkan ekspansi besar pelabuhan Abbot Point untuk dua perusahaan India dan miliarder penambang Australia, Gina Rinehart, yang bersama memiliki proyek-proyek batu bara senilai $15 miliar di cekungan Galilee yang masih belum terjamah.
Cekungan Galilee dapat menaikkan ekspor batu bara termal Australia sebanyak dua kali lipat dan mengambil alih peran Indonesia sebagai eksportir batu bara teratas di dunia, sambil terus memasok bahan bakar ke pembangkit-pembangkit listrik dan pabrik pengolahan baja di China yang telah menopang lonjakan pertumbuhan pertambangan Australia selama 10 tahun terakhir.
Jika izin itu tidak diberikan, hal itu akan menimbulkan ketidakpastian bagi proyek-proyek senilai lebih dari $28 miliar yang diusulkan di Galilee. Proyek-proyek ini telah ditunda karena kesulitan menggalang dana akibat turunnya harga batu bara.
Rencana itu, yang telah memicu protes di kalangan aktivis lingkungan hidup dan ilmuwan yang khawatir dengan kerusakan taman laut tersebut, akan menggandakan lalu lintas perkapalan lewat terumbu karang tersebut dan meningkatkan risiko kecelakaan.
"Karang-karang dapat berhenti tumbuh atau bisa mati, tergantung dari berapa lama lumpur itu akan ada di sana," ujar Louise Matthieson dari Greenpeace Australia.
Sejumlah besar lumpur akan dikeruk dari Abbot Point, yang jika dibuang ke daratan, ukurannya akan lebih besar dari Piramida di Giza.
Persetujuan untuk membuang 3 juta meter kubik lumpur dalam taman laut itu dapat mengancam status Warisan Dunia bagi Great Barrier Reef, salah satu daya tarik wisata besar di Australia dengan nilai ekonomi $5,7 miliar. (Reuters)