Kawin paksa di Australia sejak lama disebut sebagai perbuatan salah yang dirahasiakan. Tidak ada data resmi, tetapi Pemerintah Australia sangat yakin praktik itu cukup lumrah untuk ditindak dengan rancangan undang-undang baru. Rancangan undang-undang itu akan memperluas definisi perbudakan secara hukum dengan memasukkan orang melakukan kawin paksa.
Undang-undang itu akan diterapkan baik untuk kawin paksa yang dilakukan di Australia maupun yang dilakukan warga Australia di luar negeri. Namun, sebagian kelompok Islam khawatir rancangan undang-undang itu menjadi cara terselubung untuk mencemarkan dan meminggirkan masyarakat Muslim. Para pemuka Muslim di Australia menekankan, kawin paksa tidak sesuai dengan tradisi Islam.
Jaksa Agung Australia Nicola Roxon mengatakan Australia membutuhkan rancangan undang-undang yang tegas.
“Kebijakan itu akan menjadi bagin dari Undang-undang Anti-kejahatan untuk menangani penyelundupan manusia, pelecehan seksual dan tindakan lainnya. Tindakan itu adalah masalah serius, jadi harus diperlakukan sebagai kejahatan serius. Orang harus paham bahwa di Austrlia pernikahan adalah ikatan yang disepakati oleh orang-orang dewasa dan kesepakatan itu harus nyata,” tegas Jaksa Agung Roxon.
Undang-undang anti-perbudakan yang sekarang ada terutama melindungi perempuan dari Asia dan Eropa Timur yang dibawa ke Australia untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks di rumah-rumah bordil.
Juga diumumkan undang-undang anti-buruh kerja paksa untuk mengatasi meningkatnya jumlah laki-laki dan perempuan terutama dari luar negeri yang dipaksa bekerja di paberik-paberik, pertanian, dan sebagai pembantu rumah tangga.
Pelaku penyelundupan organ tubuh juga bisa dihukum 25 tahun penjara berdasarkan rancangan undang-undang baru ini, sementara pelaku penyelundupan buruh kerja paksa bisa dihukum 12 tahun penjara. Menggunakan paksaan atau menipu untuk membujuk seseorang agar menikah bisa dihukum tujuh tahun penjara.
Pemerintah Australia mengatakan, perbudakan dan penyelundupan manusia adalah “praktik-praktik kejam.”
Undang-undang itu akan diterapkan baik untuk kawin paksa yang dilakukan di Australia maupun yang dilakukan warga Australia di luar negeri. Namun, sebagian kelompok Islam khawatir rancangan undang-undang itu menjadi cara terselubung untuk mencemarkan dan meminggirkan masyarakat Muslim. Para pemuka Muslim di Australia menekankan, kawin paksa tidak sesuai dengan tradisi Islam.
Jaksa Agung Australia Nicola Roxon mengatakan Australia membutuhkan rancangan undang-undang yang tegas.
“Kebijakan itu akan menjadi bagin dari Undang-undang Anti-kejahatan untuk menangani penyelundupan manusia, pelecehan seksual dan tindakan lainnya. Tindakan itu adalah masalah serius, jadi harus diperlakukan sebagai kejahatan serius. Orang harus paham bahwa di Austrlia pernikahan adalah ikatan yang disepakati oleh orang-orang dewasa dan kesepakatan itu harus nyata,” tegas Jaksa Agung Roxon.
Undang-undang anti-perbudakan yang sekarang ada terutama melindungi perempuan dari Asia dan Eropa Timur yang dibawa ke Australia untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks di rumah-rumah bordil.
Juga diumumkan undang-undang anti-buruh kerja paksa untuk mengatasi meningkatnya jumlah laki-laki dan perempuan terutama dari luar negeri yang dipaksa bekerja di paberik-paberik, pertanian, dan sebagai pembantu rumah tangga.
Pelaku penyelundupan organ tubuh juga bisa dihukum 25 tahun penjara berdasarkan rancangan undang-undang baru ini, sementara pelaku penyelundupan buruh kerja paksa bisa dihukum 12 tahun penjara. Menggunakan paksaan atau menipu untuk membujuk seseorang agar menikah bisa dihukum tujuh tahun penjara.
Pemerintah Australia mengatakan, perbudakan dan penyelundupan manusia adalah “praktik-praktik kejam.”