Tautan-tautan Akses

Badai Tekstil Nasional: Industri Ambruk, Kampus Terpuruk


Suasana sepi kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo, pekan lalu. (Yudha Satriawan/VOA)
Suasana sepi kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo, pekan lalu. (Yudha Satriawan/VOA)

Krisis industri tekstil nasional membuat pengelola kampus vokasi khusus tekstil khawatir, karena penyerapan tenaga kerja yang rendah dan ancaman pengangguran. Namun, sebagian mahasiswa tetap optimis, sektor ini akan bangkit di masa depan.

Anto, memilih kuliah di kampus Akademi Komunitas Tekstil Solo, karena merasa ada jaminan kerja pasca lulus. VOA menemuinya di depan kampus setempat, akhir pekan ini.

"Saya yakin, karena kampus ini sudah kerja sama dengan perusahaan tekstil terpercaya. Lulus langsung dapat kerja,” kata pria berusia 20 tahun ini dengan mata berbinar.
Tak ada keraguan terlihat di wajah mahasiswa yang sedang bersiap magang di perusahaan tekstil, mulai semester depan.

Biasanya, kampus ini diwarnai dengan deru deretan mesin pemintal benang, mesin penenun kain, hingga mesin pembuat pakaian jadi atau garmen di lantai dasar. Namun, pekan lalu suasana relatif lebih sepi, dengan deretan mesin jahit yang biasa dipakai praktik mahasiswa di lantai 4, juga kosong.

“Ini mahasiswa lama ada yang libur semester, ada yang magang di pabrik, dan ada penerimaan mahasiswa baru,” jelas Anto tentang situasi di kampusnya. Akademi Komunitas Tekstil atau AK-Tekstil, di Solo adalah kampus negeri di bawah naungan Kementerian Perindustrian dan berdiri sejak 2015

Suasana sepi kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo, pekan lalu. (Yudha Satriawan/VOA)
Suasana sepi kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo, pekan lalu. (Yudha Satriawan/VOA)

Setiap tahunnya, kampus ini menerima 200 hingga 300 mahasiswa baru, dengan jumlah lulusan per tahun hampir sama dengan itu.Tahun 2015 kampus ini menerima 123 mahasiswa, dan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada 2018 dengan 324 mahasiswa baru. Namun situasi berubah saat pandemi, dengan hanya 253 mahasiswa baru pada 2019, dan terus merosot di 2021 dengan 166 pendaftar.

Sementara itu, angka kelulusan AK-Tekstil Solo relatif sama. Pada 2015 ada 103 lulusan, dan terus meningkat hingga 2018 yang meluluskan 311 mahasiswa. Lalu turun di era pandemic, 2019 dengan 222 mahasiswa lulus. Tahun 2023 lalu, AK-Tekstil Solo mewisuda 158 mahasiswa.

Kampus ini memiliki tiga program studi, yaitu D-II Teknik Pembuatan Benang, D-II Teknik Pembuatan Kain Tenun, dan D-II Teknik Pembuatan Garmen.

Khawatirkan Dampak Krisis

Ambruknya industri tekstil dan produk tekstil nasional tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan akademisi tekstil. Apalagi, seperti dikatakan Direktur AK-Tekstil Solo, Wawan Ardi Subakdo saat ditemui di kantornya, perguruan tinggi ini secara khusus memang bertujuan menyiapkan sumber daya manusia di sektor ini.

“Kami didirikan oleh pemerintah, Kementerian Perindustrian. Komunitas perusahaan tekstil adalah mitra. Kami berkomitmen menyediakan SDM bagi mereka. Lulusan kami jelas terserap di perusahaan tekstil mitra, kompeten dan profesional,” ungkap Wawan.

Suasana sepi kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo, pekan lalu. (Yudha Satriawan/VOA)
Suasana sepi kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo, pekan lalu. (Yudha Satriawan/VOA)

Ada sekitar 60 pabrik tekstil di Indonesia yang namanya dipajang di pintu masuk gedung AK-Tekstil Solo ini. Lobby gedung pun menjadi ajang pameran produk tekstil karya para mahasiswa. Ada batik, tenun lurik, hingga tekstil tanpa motif alias polos. Patung manekin berjajar menampilkan baju desain mahasiswa itu, serupa etalase. Juru bicara Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa tengah, Lilik Setiawan mengatakan industri tekstil menyerap 43 persen dari total tenaga kerja di sektor industri manufaktur.

“Industri tekstil itu perusahaan padat karya. Sekitar 7,5 juta orang bekerja di industri tekstil dan terancam kehilangan pekerjaan alias menjadi pengangguran jika kondisi industri tekstil tak pulih. Domino Effect jika industri ini kolaps, industri berikutnya yang akan terpukul adalah pekerja industri makanan-minuman, otomotif beserta turunannya,” ujar Lilik.

API Jawa Tengah melansir pertengahan tahun ini sudah ada 10 perusahaan tekstil dan produk tekstil di wilayahnya yang menutup usaha. Total pekerja yang di-PHK lebih dari 10 ribu karyawan. Lilik juga mengatakan, Indonesia bukan lagi satu-satunya negara pengekspor hasil industri TPT di dunia.

“Negara-negara seperti Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar di kawasan Indocina, negara tujuan relokasi industri tekstil China Ada India, Bangladesh dan Pakistan kini juga menjadi pesaing Indonesia sebagai negara produsen atau pemasok produk tekstil dunia,” ungkap Lilik.

Yang Jatuh dan Bertahan

Perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus tekstil memiliki nasib berbeda, ada yang sudah bubar, namun adapula yang masih bertahan. Beberapa yang masih mampu bertahan antara lain adalah: ITT - Politeknik STTT Bandung, perguruan tinggi negeri milik pemerintah di bawah Kementerian Perindustrian, AK-Tekstil Solo (Kemenperin), dan Akademi Komunitas Tekstil API Surabaya, Jawa Timur.Ada juga yang sudah tutup, atau setidaknya membubarkan jurusan tekstil.

Kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo. (Yudha Satriawan/VOA)
Kampus Akademi Komunitas Tekstil AKT Solo. (Yudha Satriawan/VOA)

Di antaranya adalah: Akademi Tekstil Pardede (ATP) Medan, Akademi Tekstil Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Jakarta, Akademi Tekstil Berdikari (ATB) Universitas Insan Cendekia (UICM) Bandung, Jawa Barat, Akademi Industri Tekstil (AITB) Bandung, Akademi Komunitas Tekstil Pekalongan, Akademi Tekstil (AKATEX) - STT Warga Surakarta, Solo, dan PolTek Tekstil Muhammadiyah Karanganyar, Jawa Tengah.

Direktur AK-Tekstil, Solo, Wawan Ardi Subakdo mengungkap kekhawatirannya, apa yang terjadi di industri tekstil akan berdampak pula di sektor pendidikan khusus tekstil.

“Secara tidak langsung, dampaknya kami rasakan. Kalau industri tekstil lesu, terancam, kami sebagai mitra vokasi juga merasakan angka penyerapan lulusan kampus ini sedikit. Selama ini lulusan AK-Tekstil Solo ini terserap ke perusahaan tekstil dan produk tekstil di Indonesia. Kami bagian pemerintah yang diberi tugas menyediakan SDM di industri pertekstilan. Kalau penyerapan lulusan sedikit ya tujuan pembentukan kampus ini tidak tercapai,” ujar Wawan.

Badai Industri Tekstil Memburuk, Kampus Vokasi Tekstil Kian Terpuruk
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:56 0:00

Wawan juga menambahkan, kampusnya kini mengambil solusi dengan perubahan orientasi kurikulum dan pola pikir lulusan.

“Prioritas kita memang menyediakan SDM industri tekstil. Namun melihat kondisi di lapangan, kita cari solusi ya lulusan kami diorientasikan menjadi enterpreneur UMKM tekstil. Ya meski tergolong usaha skala kecil, kita coba bertahan. Lulusan kampus ini menjadi pengusaha UMKM tekstil bisa mendirikan usaha sendiri,” jelasnya.

Lilik Setiawan dari API Jawa Tengah juga mengingatkan bahwa keterpurukan industri akan berdampak ke sektor pendidikan tekstil.

“Kalau sampai tekstil dan produk tekstil impor membanjiri pasar nasional, yang terancam bukan hanya industri domestik tetapi juga sumber daya manusianya. Pekerja dan kampus vokasi tekstil. Industri tekstil itu padat karya,” pungkas Lilik. [ys/ns]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG