Tautan-tautan Akses

"Badut Syariah" Ajak Anak Belajar Mengaji Sambil Bermain


Yahya Edward Hendrawan, guru berusia 38 tahun yang berpakaian badut untuk memimpin kelas, ditemani putranya Mirza yang berusia 5 tahun, berpakaian seperti bayi badut, membagikan buku kepada anak-anak saat mengajar di sebuah desa selama bulan puasa suci Ra
Yahya Edward Hendrawan, guru berusia 38 tahun yang berpakaian badut untuk memimpin kelas, ditemani putranya Mirza yang berusia 5 tahun, berpakaian seperti bayi badut, membagikan buku kepada anak-anak saat mengajar di sebuah desa selama bulan puasa suci Ra

Seorang guru mengaji, Yahya Edward Hendrawan, mengatakan belajar Alquran tidak harus menjadi urusan yang serius. Ia sengaja mengenakan kostum badut untuk menginspirasi anak-anak agar belajar membaca Alquran dengan cara yang menyenangkan.

Hendrawan, yang juga guru di panti asuhan, mengenakan kostum badut warna-warni, lengkap dengan riasan wajah putih dan merah muda serta hidung merah, ketika mengajar mengaji. Menyebut dirinya sebagai "Badut syariah", dia fokus mengajari pelajaran agama Islam selama bulan puasa Ramadan.

“Kalau kita minta anak mengaji agak susah. Tapi kalau ada badut, mereka merasa masuk kelas dengan tujuan tertentu,” kata Hendrawan.

Pria berusia 38 tahun itu mengendarai sepeda motor ke panti asuhan setiap hari selama Ramadan, bersama putranya yang berusia lima tahun, Mirza. Putranya pun berpakaian seperti bayi badut dengan kacamata besar dan wig dengan rambut kuning dan oranye.

Yahya Edward Hendrawan, seorang guru berusia 38 tahun yang berpakaian seperti badut untuk mengajar, berbicara dengan putranya yang berusia 5 tahun Mirza, saat mereka bersiap untuk mengajar anak-anak selama Ramadhan, di Tangerang. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
Yahya Edward Hendrawan, seorang guru berusia 38 tahun yang berpakaian seperti badut untuk mengajar, berbicara dengan putranya yang berusia 5 tahun Mirza, saat mereka bersiap untuk mengajar anak-anak selama Ramadhan, di Tangerang. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)

Ayah dan anak tersebut biasanya membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk merias wajah sebelum bertemu dengan anak-anak, termasuk yang berasal dari komunitas membaca.

Jalan Hendrawan untuk menjadi "badut syariah" tidaklah mudah. Ayahnya, yang sudah meninggal dunia, tidak terima dengan metodenya, dan biasa mengatakan kepada Hendrawan bahwa dia memalukan.

"Perilakunya sangat menyakiti saya, rasanya hati saya diiris-iris," kata Hendrawan.

Namun dorongan dari pendiri panti asuhan tersebut, membuat Hendrawan percaya diri untuk mengejar mimpinya mengajar sebagai badut.

Hendrawan juga bekerja sebagai pekerjaan hiburan paruh waktu dan bersikeras memasukkan nilai-nilai agama dan program literasi dalam penampilannya.

Antusiasmenya untuk mengajar dan menghibur anak-anak telah membuatnya mendapat pujian di masyarakat.

“Ia membantu anak-anak membangun minat baca, yang akan mengurangi waktu bermain ponsel atau gawai dan berdampak luar biasa pada perkembangan mereka,” kata Junaedi, orang tua anak yang mengikuti kelas membaca Hendrawan. [ah/au/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG