Tautan-tautan Akses

Bagi Atlet Palestina, Olimpiade Bukan Sekadar Ajang Olahraga


Atlet Taekwondo Palestina Omar Ismail, yang akan mewakili negaranya di Olimpiade Paris 2024, tampak berlatih di Sharjah, Uni Emirat Arab, pada 20 Juni 2024. (Foto: AP/Martin Dokoupil)
Atlet Taekwondo Palestina Omar Ismail, yang akan mewakili negaranya di Olimpiade Paris 2024, tampak berlatih di Sharjah, Uni Emirat Arab, pada 20 Juni 2024. (Foto: AP/Martin Dokoupil)

Sebagian besar atlet yang mewakili wilayah Palestina di Olimpiade Paris tidak lahir di negara mereka, melainkan di negara lain seperti Arab Saudi, Dubai, Jerman, Chili, dan Amerika Serikat. Meski demikian, mereka sangat peduli dengan kondisi politik di tanah air orang tua dan kakek nenek mereka.

Mereka bersemangat untuk berkompetisi meski kehadiran mereka di Olimpiade bukan semata-mata tentang olahraga. Perang brutal antara Israel dan Hamas yang telah merenggut puluhan ribu nyawa di Gaza membuat para atlet memikul beban yang lebih berat. Palestina diwakili oleh delapan atlet, dua di antaranya berasal dari Tepi Barat.

Yazan Al Bawwab, perenang berusia 24 tahun yang lahir di Arab Saudi dan tinggal di Dubai, mengaku tidak mengharapkan pengakuan atas prestasinya di kolam renang. Dia menggunakan renang, katanya, sebagai “alat untuk Palestina.”

“Sayangnya, tidak ada yang pernah bertanya kepada saya tentang kompetisi yang saya jalani. Tidak ada yang peduli,” kata al Bawwab, yang orang tuanya berasal dari Yerusalem dan Lod, sebuah kota yang saat ini berada di Israel tengah. “Saya akan berbicara terus terang dan jujur, bahwa Prancis tidak mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Namun, saya di sana saya mengibarkan bendera saya. Itulah peran saya.”

Perenang Palestina, Yazan Al Bawwab, yang akan mewakili negaranya di Olimpiade Paris 2024, bereaksi seusai berkompetisi di nomor 100 meter gaya bebas putra di Kejuaraan Renang Dunia di Fukuoka, Jepang, pada 26 Juli 2023. (Foto: AP/Lee Jin-man)
Perenang Palestina, Yazan Al Bawwab, yang akan mewakili negaranya di Olimpiade Paris 2024, bereaksi seusai berkompetisi di nomor 100 meter gaya bebas putra di Kejuaraan Renang Dunia di Fukuoka, Jepang, pada 26 Juli 2023. (Foto: AP/Lee Jin-man)

Omar Ismail, yang lahir di Dubai dari orang tua yang berasal dari Kota Jenin di Tepi Barat, memiliki ambisi yang lebih tinggi dalam bidang olahraga. Setelah berhasil mendapatkan posisi di tim untuk turnamen kualifikasi taekwondo di China, atlet berusia 18 tahun tersebut menyatakan hasratnya untuk meraih medali emas di Paris.

Bahkan jika ia gagal meraih medali, Ismail, yang pernah mengunjungi kerabatnya di Jenin, yakin bahwa partisipasinya melambangkan sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

“Saya mewakili jati diri masyarakat Palestina, ketabahannya,” kata Ismail. “Saya ingin menginspirasi anak-anak Palestina, menunjukkan kepada mereka bahwa masing-masing dari mereka dapat mencapai tujuan mereka, memberi mereka harapan.”

Bahkan dalam situasi terbaik sekalipun, sulit untuk mempertahankan program pelatihan Olimpiade yang aktif di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. Perang selama sembilan bulan antara Israel dan Hamas menjadikan tantangan tersebut hampir mustahil.

Sebagian besar infrastruktur, klub, dan institusi olahraga di negara itu hancur, kata Nader Jayousi, Direktur Teknis Komite Olimpiade Palestina.

"Apakah Anda tahu berapa banyak kolam renang yang disetujui di Palestina? Tidak ada," kata al Bawaab, yang menambahkan bahwa ekonomi Palestina terlalu kecil dan rapuh untuk secara konsisten mendukung pengembangan atlet elit. "Tidak ada olahraga di Palestina. Saat ini, kami adalah negara yang belum memiliki cukup makanan atau tempat tinggal, dan kami sedang berusaha untuk bertahan hidup. Kami belum menjadi negara olahraga."

Diaspora Palestina selalu memainkan peran penting di Olimpiade dan kompetisi internasional lainnya, kata Jayousi.

Jayousi mengatakan, ini bukan pertama kalinya atlet yang mewakili Komite Olimpiade Palestina (POC) sebagian besar berasal dari luar negeri. Dia mengatakan diaspora Palestina selalu terwakili di setiap kompetisi olahraga besar internasional dan Olimpiade.

Lebih dari 38.000 orang telah terbunuh di Gaza sejak perang antara Israel dan Hamas dimulai, menurut pejabat kesehatan setempat. Di antara mereka yang tewas adalah sekitar 300 atlet, wasit, pelatih dan lainnya yang bekerja di sektor olahraga Gaza, menurut Jayousi.

Atlet Palestina yang paling terkenal yang tewas akibat perang adalah pelari jarak jauh Majed Abu Maraheel. Pada 1996 di Atlanta, ia menjadi atlet Palestina pertama yang berpartisipasi dalam Olimpiade. Menurut pejabat Palestina, dia meninggal akibat gagal ginjal pada awal tahun ini karena tidak bisa mendapatkan perawatan di Gaza dan tidak dapat dievakuasi ke Mesir.

Hanya satu atlet Palestina, yaitu Ismail, yang berhasil lolos ke Olimpiade Paris dengan kemampuannya sendiri. Ketujuh atlet lainnya mendapatkan tempat melalui sistem kuota universalitas. Sistem ini, yang didukung oleh Komite Olimpiade Internasional, memberikan kesempatan kepada atlet dari negara-negara dengan program olahraga yang kurang berkembang untuk berkompetisi, meskipun mereka tidak memenuhi kriteria kualifikasi standar.

Seorang sukarelawan Olimpiade Paris mengamati pesawat di landasan bandara Charles de Gaulle, 19 Juli 2024 di Roissy, utara Paris. (Foto: AP)
Seorang sukarelawan Olimpiade Paris mengamati pesawat di landasan bandara Charles de Gaulle, 19 Juli 2024 di Roissy, utara Paris. (Foto: AP)

“Kami memiliki harapan yang sangat tinggi untuk berangkat ke Paris 2024 dengan atlet-atlet yang berkualitas,” kata Jayousi, direktur teknik tim. "Kami kehilangan banyak peluang ini akibat penghentian total semua aktivitas di negara ini."

Atlet Palestina akan berkompetisi dalam cabang olahraga tinju, judo, renang, menembak, atletik, dan taekwondo.

Ada kemungkinan atlet Palestina berhadapan dengan atlet Israel di Paris dalam ajang bergengsi tersebut. Komite Olimpiade Israel mengatakan pihaknya mengirimkan 88 atlet ke Paris, dan mereka akan bersaing dengan atlet dari mana saja.

Jayousi menolak untuk mengungkapkan apakah telah ada arahan yang jelas bagi atlet Palestina tentang apakah mereka akan diminta—sebagai bentuk protes terhadap perang di Gaza—untuk menarik diri dari kompetisi daripada melawan atlet Israel.

“Mari kita lihat hasil undian apa yang akan dihadapi atlet kita,” katanya. “Kami tahu apa yang ingin kami lakukan, tapi kami tidak harus mengatakan semua yang ingin kami lakukan.”

Salah satu calon atlet Olimpiade yang tidak lolos adalah atlet angkat besi kelahiran Gaza Mohammed Hamada, pembawa bendera di Olimpiade Tokyo 2021. Ketika perang dimulai, Hamada pindah ke Kota Rafah paling selatan di Gaza dan berlatih di sana selama 25 hari. Namun karena kekurangan makanan, Hamada, yang berkompetisi di kelas berat 102 kilogram, secara bertahap kehilangan bobot sekitar 18 kilogram.

Hamada akhirnya mendapatkan visa untuk meninggalkan Gaza dan pindah ke Qatar untuk melanjutkan latihannya. Namun, kata Jayousi, ia masih juga belum dapat mengembalikan fisiknya ke kondisi yang dibutuhkan Olimpiade.

Jayousi mengatakan, meraih medali bukanlah prioritas utama para atlet yang berhasil mencapai Paris. Selama ini, tidak ada atlet Palestina berhasil meraih medali pada ajang Olimpiade.

“Kami datang ke sini untuk menunjukkan identitas Palestina kami,” katanya. “Kami fokus untuk berjuang hingga detik terakhir, seperti yang telah kami lakukan sebagai bangsa selama 80 tahun terakhir.”

Al Bawaab mengatakan dia ingin memberdayakan generasi atlet Palestina berikutnya, salah satunya dengan memberi mereka dukungan finansial yang lebih besar. Ia mendirikan Asosiasi Olimpiade Palestina untuk membantu para atlet mempersiapkan diri untuk berolahraga dan kehidupan selanjutnya, termasuk dengan memberikan mereka dukungan kesehatan mental.

“Kami belum memiliki budaya olahraga seperti itu,” kata al Bawaab. “Setelah saya selesai berenang, semoga kami bisa memulainya di negara ini. Namun, yang utama adalah memastikan keselamatan terlebih dahulu.” [rz/ah]

Forum

XS
SM
MD
LG