Bus-bus, yang membawa para pengungsi beserta barang milik mereka, bergerak dari kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh Selatan pada hari Kamis (3/12). Sejumlah kerabat pengungsi itu menangis dan mengejar kendaraan-kendaraan yang mulai bergerak tersebut.
“Dengan paksa mereka dibawa ke kamp pengungsi sementara dan sekali lagi mereka dibawa secara paksa. Kami dengar suami putri saya disiksa dengan sangat buruk. Ia tidak menyampaikan itu kepada kami karena khawatir atas nyawanya. Saya sangat berharap putri saya diizinkan kembali pulang (ke Kutupalong). Cucu saya dan putri lainnya menangis,” komentar Khulsuma Khatun.
Khulsuma Khatun (60 tahun), mengungkapkan putrinya, Fatima Begum bersama menantu laki-lakinya dibawa "secara paksa" ke kamp pengungsi sementara dan "disiksa," oleh pihak keamanan Bangladesh.
Jannat Ara (18 tahun) menjelaskan, ayahnya ditahan selama sehari oleh polisi setempat dan diancam dengan senjata api agar ia bersedia direlokasi.
“Pertama-tama ayah saya ditangkap polisi. Ia dipukuli dengan kejam setelah ditangkap. Ayah dimasukkan ke dalam sel gelap selama sehari semalam dan diancam dengan pistol lalu dipukuli dengan tongkat besar. Mereka menyiksa ayah saya dengan sangat buruk dan memintanya untuk memilih antara mati atau pergi. Saat itulah ayah saya setuju untuk pergi ke Bhashan Char, demi menyelamatkan nyawanya. Ibu saya tidak setuju tapi karena ayah saya pergi, ibu saya juga pergi,” kata Jannat Ara.
Pulau di Teluk Benggala itu dibangun untuk menampung 100.000 orang. Itu hanya sebagian kecil dari jumlah Muslim Rohingya yang telah melarikan diri dari gelombang penganiayaan yang kejam di negara asalnya, Myanmar.
Sekitar 700.000 orang Rohingya telah melarikan diri sejak Agustus 2017, ketika militer Myanmar yang mayoritas beragama Budha mulai bertindak kejam terhadap Muslim Rohingya sebagai tanggapan atas serangan yang dilancarkan pemberontak.
PBB dan sejumlah organisasi HAM internasional mendesak otoritas Bangladesh agar tidak memindahkan pengungsi tersebut ke Bhasan Char. Media asing belum diizinkan mengunjungi pulau tersebut.
Pemerintah Bangladesh beralasan ingin mengurangi kepadatan di kamp-kamp pengungsi saat ini di dekat Cox's Bazar. Kamp-kamp pengungsi itu tidak higienis dan kejahatan terorganisir dan penyakit merajalela. Pendidikan di kamp tersebut terbatas dan para pengungsi tidak diperbolehkan bekerja. [mg/ka]