Bank Dunia pada Rabu (11/12) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Myanmar karena banjir besar menambah tantangan yang dihadapi negara yang dilanda konflik tersebut. Perekonomian negara tersebut diperkirakan akan menyusut sebesar 1% pada tahun fiskal ini.
Pada Juni, bank tersebut memperkirakan perekonomian Myanmar akan tumbuh 1 persen pada tahun fiskal saat ini, yang berakhir pada Maret 2025. Namun memperingatkan akan meningkatnya kemiskinan dan meningkatnya kekerasan.
Kekacauan sudah melanda negara berpenduduk 55 juta jiwa ini sejak 2021 ketika militer merebut kekuasaan dari pemerintahan sipil terpilih yang memicu gerakan protes nasional yang berkembang menjadi pemberontakan bersenjata melawan junta.
Kudeta tersebut secara tiba-tiba mengakhiri satu dekade reformasi demokrasi dan ekonomi yang tentatif di Myanmar, dengan penarikan investor Barat dari negara tersebut dan sanksi yang mengganggu perdagangan.
“Tingkat dan intensitas konflik bersenjata masih tinggi, berdampak buruk pada kehidupan dan penghidupan, mengganggu produksi dan rantai pasokan, serta meningkatkan ketidakpastian terhadap prospek perekonomian,” kata Bank Dunia dalam laporannya yang dirilis pada Rabu.
Bank tersebut mengatakan berbagai sektor perekonomian sedang mengalami kesulitan, dan produksi pertanian kemungkinan besar akan turun akibat Topan Yagi, yang melanda pada September dan menyebabkan banjir yang meluas.
“Sektor manufaktur dan jasa diperkirakan akan mengalami kontraksi tipis, mengingat terus adanya kekurangan bahan baku, impor bahan baku dan listrik, lemahnya permintaan dalam negeri, serta dampak konflik dan ketidakpastian ekonomi yang masih berlangsung,” katanya.
Juru bicara junta tidak menanggapi panggilan dari Reuters untuk meminta komentar.
Sekitar 25% penduduk Myanmar mengalami kerawanan pangan akut akibat inflasi dan kekurangan pasokan yang diperburuk oleh perang, kata Bank Dunia.
Dikatakan bahwa inflasi diperkirakan akan tetap sebesar 26 persen secara rata-rata tahunan pada tahun fiskal ini, sedikit lebih rendah dari 27,5 persen pada tahun 2023-2024.
Perang saudara yang meluas, di mana koalisi kelompok bersenjata baru dan tentara etnis yang sudah mapan memukul mundur junta yang bersenjata lengkap, kini telah melanda lebih dari separuh dari 330 kota di Myanmar dan memaksa 3,5 juta orang meninggalkan rumah mereka, menurut laporan tersebut.
“Bahkan dengan asumsi tidak ada eskalasi konflik lebih lanjut, pertumbuhan diperkirakan akan tetap lemah pada tahun berikutnya,” kata Bank Dunia. [ft/rs]