Bank sentral Rusia mengadakan pertemuan darurat pada Selasa (15/8), karena nilai mata uang negara itu, rubel, anjlok di pasar global.
Pada hari Senin, nilai rubel mencapai level terendah sejak dimulainya kampanye militer di Ukraina. Nilai rubel telah turun sekitar 30% sejak awal tahun.
Mengenai anjloknya nilai rubel itu, Dina Solovyova, seorang dokter hewan, memberikan komentar.
“Ketidakstabilan mata uang nasional tidak akan berdampak baik pada kehidupan. Kemungkinan besar, ini akan mempengaruhi rakyat biasa, karena kenaikan harga untuk semuanya pasti akan mengikutinya. Kita tunggu dan lihat saja.”
Sementara itu Vladimir Bessosedny, seorang pensiunan guru mengatakan, “Harga-harga akan naik, artinya standar hidup akan jatuh. Standar hidup telah turun, dan akan turun lebih banyak lagi. Sudah pasti akan ada semakin banyak orang miskin.”
Dalam artikel yang ditulis organisasi media pemerintah Tass pada Senin, staf kepresidenan Maxim Oreshkin mengakui tantangan akibat penurunan nilai rubel tetapi ia menegaskan bahwa nilai mata uang negara itu akan segera pulih.
Rusia juga mengungkapkan bahwa neraca berjalan negara itu, yang melacak nilai relatif barang dan jasa yang diekspor dan diimpor, telah turun menjadi $5,4 miliar pada kuartal kedua tahun ini, suatu penurunan tahunan 93%.
Penyusutan tersebut, yang menunjukkan kemerosotan ekspor yang signifikan, merupakan pertanda buruk bagi ekonomi Rusia yang sebagian besar mengandalkan ekspor komoditas, seperti bahan bakar fosil dan biji-bijian. [uh/ab/lt]
Forum