Tautan-tautan Akses

Barat Bersiap Hadapi Perlombaan Senjata dengan Rusia dan Pendukungnya


Sekretaris Jenderal NATO Jen Stoltenberg (kanan) dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menunjukkan sertifikat NATO dalam pertemuan bilateral di sela KTT NATO di Washington, pada 11 Juli 2024. (Foto: Reuters/Yves Herman)
Sekretaris Jenderal NATO Jen Stoltenberg (kanan) dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menunjukkan sertifikat NATO dalam pertemuan bilateral di sela KTT NATO di Washington, pada 11 Juli 2024. (Foto: Reuters/Yves Herman)

Meskipun sebagian besar fokus pada KTT NATO di Washington adalah mengenai pemberian bantuan tambahan untuk Ukraina, beberapa pejabat Barat sama-sama berkeinginan untuk menghadapi tantangan lain dari invasi Rusia, yakni perlombaan senjata yang baru muncul dengan implikasi global.

Para pejabat berpendapat bahwa upaya untuk memastikan Ukraina memiliki senjata dan sistem yang diperlukannya dalam mengimbangi serangan tanpa henti Rusia sudah tidak lagi cukup. Mereka mengatakan NATO secara simultan harus bersiap untuk mengeluarkan dana lebih banyak, bergerak lebih cepat dan memproduksi lebih banyak daripada aliansi baru yang telah membuat militer Rusia terus bergerak.

“Tak ada waktu yang boleh terbuang,” kata seorang pejabat NATO kepada VOA. Ia berbicara dengan syarat anonim untuk membahas kerja sama pertahanan yang kian besar di antara Rusia, China, Korea Utara dan Iran.

“Ini harus menjadi prioritas utama bagi semua sekutu kita, karena ini bukan hanya soal belanja yang lebih banyak,” kata pejabat itu. “Ini juga soal mendapatkan kemampuan tersebut.”

Para pejabat telah berulang kali menuduh China berperan penting dalam mempertahankan kemampuan militer Rusia dengan mengirimi Moskow bahan mentah dan apa yang disebut sebagai komponen untuk penggunaan ganda yang diperlukan untuk memproduksi senjata canggih dan sistem senjata.

Pada April dan Mei, AS dan Inggris menjatuhkan sanksi-sanksi baru terhadap perusahaan-perusahaan dan para pejabat Iran yang terlibat dalam produksi drone untuk militer Rusia.

Intelijen AS yang dideklasifikasi telah mencatat penggunaan rudal-rudal balistik Korea Utara oleh Rusia, sementara para pejabat Korea Selatan mengatakan awal tahun ini bahwa Pyongyang sejauh ini telah mengirimi Rusia sedikitnya 6.700 kontainer yang mungkin memuat lebih dari 3 juta peluru artileri.

Penilaian intelijen usang

Pejabat NATO yang berbicara dengan VOA mengatakan dukungan dari China, Iran dan Korea Utara telah mengubah postur Rusia secara signifikan di medan tempur, membuat penilaian intelijen bahwa militer Rusia “akan perlu waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali” menjadi usang.

“Jika kita lihat penilaian mengenai laju pemulihan angkatan bersenjata Rusia serta basis teknologi dan industri pertahanan Rusia, penilaian-penilaian tersebut dibuat tanpa mempertimbangkan seberapa besar China akan campur tangan,” kata pejabat itu.

Ada pula kekhawatiran bahwa ini barulah permulaan. Prospek meningkatnya kerja sama antara Rusia, China, Korea Utara dan Iran, “pada dasarnya menggarisbawahi tentang mendesaknya tugas yang ada,” lanjutnya.

Bahkan Gedung Putih, pada Kamis (11/7) sore, mengakui tentang perlunya menghadapi aliansi yang kian besar itu.

“Ini merupakan kekhawatiran. Ini mengkhawatirkan karena kita menghadapi China, Korea Utara, Rusia, Iran – negara-negara yang belum tentu berkoordinasi pada masa lalu untuk mengetahui bagaimana mereka dapat memiliki pengaruh,” kata Presiden AS Joe Biden dalam konferensi pers.

Biden juga mengatakan strategi untuk mengacaukan upaya-upaya mereka sedang dilakukan, namun ia menolak memberi rinciannya secara terbuka.

Namun demikian, beberapa pejabat AS telah menyebut Rusia, China, Korea Utara dan Iran sebagai “poros kejahatan” baru.

“Kita harus bertindak sebagaimana mestinya,” kata mantan komandan pasukan AS di Indo-Pasifik Laksamana John Aquilino kepada para legislator pada Maret lalu.

Beberapa analis juga mengemukakan kekhawatiran, seraya menunjukkan pada tanda-tanda bahwa hubungan pertahanan antara Rusia dan negara-negara lainnya bergerak lebih dari serangkaian upaya bilateral untuk mendukung perang Moskow di Ukraina.

“Apa yang kita lihat sekarang ini adalah ... intensifikasi, pendalaman kemitraan strategis ini,” kata Richard Goldberg, penasihat senior di Foundation for Defense of Democracies yang berbasis di Washington.

“Apakah mereka selaras 100% atau tidak sepanjang waktu, setiap hari, yang penting adalah bahwa dalam kemampuan strategis yang mereka bangun dalam kemitraan, mereka sejalan,” kata Goldberg, pejabat Dewan Keamanan Nasional di bawah mantan Presiden Donald Trump kepada VOA.

“Tanggapan kita haruslah melihat mereka sebagai satu poros, bukan bagian-bagian individual.” [uh/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG