Sejumlah organisasi meminta Bawaslu untuk mengawal perolehan suara calon legislatif (caleg) perempuan yang maju pada pemilu 2019. Organisasi tersebut antara lain Perludem, Koalisi Perempuan Indonesia dan Kemitraan.
Aktivis Koalisi Perempuan Indonesia, Melda Imanuela, mengatakan hal tersebut untuk menjaga keterpilihan perempuan pada semua level pemilihan legislatif dari DPRD hingga DPR RI. Kata Melda, lembaganya menemukan sejumlah modus kecurangan yang kerap dialami caleg perempuan di berbagai daerah. Antara lain, hilangnya hak pilih perempuan, ketiadaan saksi caleg perempuan yang dapat berimbas kepada turunnya perolehan suara caleg perempuan.
"Yang menjadi pertanyaan dan temuan kami, apakah semua caleg perempuan mengirimkan saksi di TPSnya. Terjadi di TPS 077 di Pejanten Barat, TPS 048, 049, 050 di Depok, Jawa Barat ini tidak ada saksi yang mengawal caleg perempuan," jelas Melda di kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (24/4).
Melda menambahkan pencalonan caleg perempuan pada pemilu 2014 dan pemilu 2019 sudah melebihi syarat minimal 30 persen yang diamanatkan Undang-undang Pemilu. Bahkan pada pemilu 2019 sudah mencapai lebih dari 40 persen dan 37 persen pada pemilu 2014. Namun, tingkat keterpilihan perempuan pada 2014 hanya 17 persen di DPR RI.
Direktur Perludem Titi Anggraini mengatakan faktor lainnya yang berpotensi mengurangi suara caleg perempuan yaitu kelelahan petugas pemilu. Menurutnya, pemilihan presiden dan pemilihan legislatif yang digelar secara serentak membuat petugas pemilu bekerja keras hingga dini hari.
Bahkan, Bawaslu mencatat ada 130an petugas pemilu yang meninggal pada pagelaran pemilu 2019 ini. Karena itu, Titi meminta penyelenggaraan pemilu serentak ini dievaluasi.
"Apa yang bisa kita harapkan dengan pola kerja dari subuh hingga jam 10 malam. Bahkan sebagian besar menghitung surat suara DPR itu di atas pukul 12 malam. Saya menemukan sendiri, dari TPS yang saya pantau. KPPS bersama petugas pengawas TPS bekerja sendiri. Saksi mayoritas tidur, kelelahan," jelas Titi.
Titi juga menyoroti ambang batas parlemen yang cukup tinggi, yakni 4 persen yang merugikan kalangan perempuan. Ia beralasan kalangan perempuan banyak yang maju melalui partai baru seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Namun, karena PSI tidak lolos ke parlemen maka perolehan suara yang diperoleh caleg perempuan menjadi sia-sia.
Sementara peneliti Wahidah Suaib mengimbau kepada para caleg perempuan turut aktif dalam mengawal perolehan suaranya. Salah satunya dengan memanfaatkan jejaring dengan lembaga pemantau pemilu di daerah masing-masing. Di samping itu, Wahidah juga mendorong organisasi perempuan untuk ikut memantau perolehan suara caleg perempuan guna meningkatkan keterpilihan caleg perempuan di legislatif.
"Caleg perempuan DPRD Kabupaten Kota memantau rekap mulai dari kecamatan hingga kabupaten kota. Caleg provinsi memantau rekap dari kecamatan hingga provinsi. Caleg DPR RI dan DPD RI memantau rekap dari kecamatan hingga nasional. Satu saja lengah dalam tahapan ini, bisa berakibat fatal menjadi penyesalan selama 5 tahun ke depan," ujar Wahidah.
Organisasi perempuan tersebut juga mengusulkan agar Bawaslu membuat posko informasi dan pengaduan untuk mengawal perolehan suara caleg perempuan.
Menanggapi itu, Komisioner Bawaslu Muhammad Afifuddin mengatakan, lembaganya terbuka dengan masukan dari organisasi-organisasi yang memiliki perhatian terhadap caleg perempuan. Ia memastikan Bawaslu akan terus mengawal rekapitulasi dari tingkat TPS hingga tingkat nasional, baik untuk caleg perempuan maupun laki-laki.
Namun, terkait posko khusus perempuan, kata Afifudin menuturkan belum akan membuka posko informasi atau pengaduan khusus caleg perempuan. Kendati demikian, menurutnya, isu-isu yang berkaitan dengan kelompok rentan seperti perempuan dan disabilitas akan menjadi prioritas Bawaslu.
"Mungkin secara teknis semacam pusat informasi yang fokus ke isu perempuan. Dan kita sangat terbuka dengan semua isu, termasuk disabilitas dan lain-lain. Ini kan menjadi isu yang kita perhatikan secara serius," jelas Afifudin.
Afifudin menambahkan organisasi pemerhati perempuan dan caleg perempuan dapat meminta koreksi secara berjenjang jika menemukan ketidakcocokan atau kecurangan dalam perolehan suara. [sm/em]