Tautan-tautan Akses

Beda Strategi, Papua Tekan Penyebaran Virus Corona


ASN di lingkungan Pemprov Papua menjalani rapid tes. (Foto: Humas Papua)
ASN di lingkungan Pemprov Papua menjalani rapid tes. (Foto: Humas Papua)

Provinsi Papua dan Papua Barat terus menekan laju penyebaran virus corona dengan berbagai kebijakan strategis. Beberapa kebijakan mereka bahkan lebih agresif dibanding provinsi-provinsi lain.

Muhammad Musaad, Assekda II Papua memberi contoh, merekalah yang pertama kali menutup akses masuk manusia dari luar wilayah.

“Kita kan provinsi yang pertama menutup pintu masuk pelabuhan laut maupun di airport bagi pergerakan orang dari luar Papua, maupun antar kabupaten di Papua. Karena kita sadar, bahwa kalau kita tidak melakukan tindakan preventif yang cepat, maka mungkin saja ini akan semakin meluas,” kata Musaad.

Musaad berbicara dalam diskusi daring Arah Baru Kebijakan Pembangunan Papua Memasuki Era Normal Baru, Selasa 9 Juni 2020. Diskusi ini diselenggarakan Gugus Tugas Papua, Universitas Gadjah Mada. Yang hadir sebagai pembicara dalam acara itu adalah sejumlah pemimpin daerah di Papua, akademisi dan wakil pemerintah.

Papua Minim Fasilitas Kesehatan

Provinsi Papua sejauh ini ada di urutan ketiga prevalensi kasus virus corona secara nasional. Angka ini diperoleh dengan membandingkan kasus positif dan jumlah penduduk. Papua hingga pekan ini mencatat setidaknya seribu kasus positif corona, dengan jumlah penduduk hanya sekitar 3,5 juta jiwa.

Ratusan atlet National Paralympic Committee (NPC) Papua menjalani rapid test, Jumat, 5 Juni 2020. (Foto: Humas Pemprov Papua)
Ratusan atlet National Paralympic Committee (NPC) Papua menjalani rapid test, Jumat, 5 Juni 2020. (Foto: Humas Pemprov Papua)

Pemerintah Papua sadar, mereka memiliki kekurangan di sektor layanan kesehatan. Hanya ada 202 ruang isolasi di seluruh Papua dan total 4.275 tempat tidur di seluruh rumah sakit. Ada 1.077 dokter bertugas, dengan hanya 7 spesialis paru, 32 spesialis penyakit dalam dan 23 spesialis anestesi. Jika kasus tinggi, mereka akan kewalahan, karena itulah kata Musaad sejak Maret penutupan wilayah diberlakukan.

Bersamaan dengan penutupan akses manusia, pembenahan sektor kesehatan dilakukan. Musaad menceritakan, peralatan penunjang pemeriksaan dan perawatan dikirimkan ke lima wilayah adat. Lima wilayah ini tersebar di seluruh Papua, sehingga setiap kabupaten dapat mengakses layanan dalam jarak yang lebih dekat, daripada ke ibukota provinsi.

Langkah cepat itu berbuah manis. Sampai saat ini, ada 15 kabupaten di Papua yang tidak memiliki kasus virus corona sama sekali. Mayoritas wilayah di pegunungan ini akan terus dijaga agar tidak ada akses masuk, karena tindakan preventif yang tepat menentukan keberhasilan pemerintah Papua.

Untuk menjamin ketersediaan pangan, selain distribusi barang tetap berjalan, masyarakat juga didorong menanam tanaman pangan.

Gubernur Papua, Lukas Enembe membeli 5 ton ubi dan pangan lokal untuk dibagikan kepada masyarakat terdampak pandemi corona, 5 Mei 2020. (Foto: Humas Pemda)
Gubernur Papua, Lukas Enembe membeli 5 ton ubi dan pangan lokal untuk dibagikan kepada masyarakat terdampak pandemi corona, 5 Mei 2020. (Foto: Humas Pemda)


“Kita sekarang aktif untuk membuka lahan-lahan, menanam tanaman pangan lokal, ubi-ubian, termasuk juga jenis-jenis yang lain, sagu dan sebagainya. Memanfaatkan pangan lokal yang ada dengan harapan bahwa kita akan bisa mengatasi kelangkaan pangan,” lanjut Musaad.

Lebih strategis lagi, pemerintah Papua kini terus melengkapi fasilitas kesehatan dengan berbagai peralatan yang dibutuhkan. Tidak hanya untuk pandemi virus corona saat ini, upaya ini juga bagian strategi memperbaiki layanan kesehatan, baik untuk penyakit endemik maupun berjaga-jaga jika ada wabah lagi ke depan. Aturan hukum di tingkat lokal bahkan sedang disiapkan untuk mengkoordinasikan kebijakan strategis ini.

Papua Barat dan Pendidikan Daring

Papua Barat juga mengalami masalah yang mirip di sektor kesehatan, sebagaimana Papua. Selain itu, mereka juga menghadapi beban terkait kebijakan pembelajaran daring karena minimnya infrastruktur penunjang.

Wakil Gubernur Papua Barat, Muhammad Lakotani yang juga berbicara dalam diskusi daring ini menyebut, belajar daring tidak mungkin diterapkan merata di setiap wilayahnya.

Poster ajakan memakai masker yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Papua. (Foto: Pemprov Papua)
Poster ajakan memakai masker yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Papua. (Foto: Pemprov Papua)

“Seperti kita ketahui, di beberapa daerah dan juga kondisi indeks pembangunan manusia kita, ini tentu kemudian berdampak terhadap kemampuan orang tua untuk menyiapkan berbagai hal yang dibutuhkan dalam rangka memfasilitasi anak-anak bisa mengikuti pendidikan secara online,” kata Lakotani.

Jika dipaksakan, kebijakan belajar secara daring juga menurunkan partisipasi siswa mengikut proses pendidikan. Karena itulah, di Papua Barat ada sejumlah wilayah yang tidak mengikuti kebijakan belajar daring dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Apalagi, di daerah-daerah tertentu yang tidak ada jaringan internet sama sekali.

Jalan keluarnya, proses pendidikan berjalan seperti biasa dengan sistem shif, sebagian siswa masuk pagi dan sebagian sisanya masuk siang. Tentu saja, ada konsekuensi yang harus ditanggung guru oleh keputusan tersebut. pemerintah Papua Barat memutuskan memberikan insentif bagi guru, sekaligus berupaya meningkatkan jumlah tenaga pengajar.

“Supaya proses pendidikan yang berlangsung secara singkat, di dalam rangka mematuhi protokol kesehatan, seperti menjaga,” tambah Lakotani.

Namun, ada hikmah dibalik pandemi virus corona ini diperoleh khususnya di Papua Barat. Menurut Lakotani, undang-undang Otonomi Khusus sudah mengamanatkan alokasi dana 20 persen untuk sektor pendidikan dan 15 persen di sektor kesehatan. Selama ini, angka itu tidak dipenuhi dengan baik sehingga target pengembangannya tidak maksimal.

“Kalau kita sejak awal konsisten, maka berbagai fasilitas kesehatan dan juga pendidikan itu sudah bisa kita persiapkan sejak awal, sehingga ketika ada situasi seperti ini, kita bisa kita lewati dengan baik,” ujar Lakotani.

Dua Provinsi dan Tantangan Regulasi

Berbicara dalam diskusi yang sama, Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kantor Staf Presiden yang menyebut, Papua dan Papua Barat menghadapi tantangan besar ke depan. Tantangan itu juga diperberat dengan kondisi pandemi saat ini. Indeks Pembangunan Manusia di kedua provinsi termasuk yang paling rendah di Indonesia. Kondisi itu bahkan tidak banyak berubah di bawah Dana Otonomi Khusus yang sudah puluhan tahun dikucurkan.

Beda Strategi Papua Tekan Penyebaran Virus Corona
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:28 0:00

“Kita perlu menyadari bahwa terdapat tantangan regulasi yang harus kita atasi dalam pembangunan Papua dan Papua Barat,” kata Jaleswari.

Tantangan regulasi yang dia sebut adalah karena Dana Otsus sesuai aturan akan berakhir pada tahun 2021. Sementara Inpres Nomor 9 tahun 2017 yang dikeluarkan Presiden Jokowi untuk mempercepat pembangunan Papua dan Papua Barat, sudah berakhir pada 2019 lalu. Tanpa dua instrumen itu, kata Jaleswari, pembangunan di kedua provinsi akan berjalan dalam keadaan normal tanpa percepatan pembangunan. [ns/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG