Pihak berwenang di Beijing telah menetapkan langkah-langkah karantina terhadap sedikitnya 21 permukiman untuk mencegah penyebaran lebih lanjut virus corona yang telah membuat 106 jatuh sakit di ibu kota China itu. Jumlah kasus meningkat hari Senin setelah para pejabat mengukuhkan 27 kasus baru. Wabah di Beijing, yang pertama kali dilaporkan Kamis lalu, dikaitkan dengan pasar makanan hasil laut Xinfadi di distrik di bagian barat daya kota itu.
Beberapa kota mewajibkan pendatang dari Beijing untuk menjalani masa isolasi yang ketat pada waktu kedatangan mereka guna mencegah terjadinya kembali wabah yang bermula di Wuhan, kota di China Tengah, akhir tahun lalu. Wabah ini memicu pandemi yang telah menyebabkan lebih dari 8 juta orang jatuh sakit, dan menimbulkan 436.901 kematian akibat virus itu.
Sementara itu Selandia Baru telah melaporkan kasus-kasus pertama Covid-19 terkukuhkan, hanya beberapa hari setelah menyatakan bebas virus tersebut. Pihak berwenang menyatakan dua perempuan yang terbang dari London untuk mengunjungi seorang kerabat yang sekarat, dinyatakan positif terjangkit virus corona, tetapi hasil tes tersebut baru diketahui setelah mereka diizinkan meninggalkan karantina dan berkendara melintasi negara itu dari Auckland menuju Wellington.
Tidak ada lingkungan bebas risiko corona
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tidak ada tempat yang dianggap sebagai lingkungan yang “bebas risiko” virus corona, kata Kepala Program Kedaruratan WHO, Dr. Michael Ryan. Ia menjawab pertanyaan wartawan hari Senin (15/6) di Jenewa mengenai keselamatan perjalanan udara karena banyak negara Eropa yang membuka kembali perbatasan mereka bagi wisatawan dari negara-negara Uni Eropa lainnya.
Dirjen WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan tentang kemungkinan kemunculan Covid-19 di negara-negara di mana pandemi tampaknya telah reda.
Tedros mengatakan lebih dari 100 ribu kasus virus corona terkukuhkan telah dilaporkan di seluruh dunia setiap hari selama dua pekan belakangan dan negara-negara yang telah membendung penularan virus itu “harus tetap waspada terhadap kemungkinan kemunculan kembali virus tersebut.” Sebagian besar kasus baru tercatat di negara-negara di Amerika dan di Asia Selatan, ujarnya.
Di antara negara-negara Asia Selatan itu adalah Pakistan, di mana para pakar menyatakan jumlah kasus virus corona meningkat dua kali lipat pada akhir bulan ini, jika warga terus mengabaikan social distancing dan langkah-langkah pencegahan lainnya.
Berdasarkan pelacakan Johns Hopkins University, Pakistan hingga Senin (15/6) memiliki 144.478 kasus dan 2.729 kematian. Para pejabat di sana memperingatkan bahwa kasus itu dapat menjadi sebanyak 1,2 juta pada bulan Juli. Pakistan mencabut peraturan lockdown pada 9 Mei, dengan alasan ekonominya yang tertekan. Sejak itu laju penularan meningkat dari satu kasus ditemukan dalam setiap 10 tes menjadi satu kasus dalam lima tes.
Restoran dan Pantai Eropa Kembali Penuh
Sementara itu, jutaan orang Eropa kembali memenuhi restoran-restoran dan mengunjungi pantai-pantai karena pembatasan telah dicabut di sebagian besar benua itu.
Warga Amerika dan Asia masih dilarang berkunjung ke Uni Eropa setidaknya hingga satu bulan lagi, tetapi banyak turis Eropa yang diizinkan kembali mengunjungi negara-negara tetangga mereka meskipun mereka didesak untuk melakukannya dengan berhati-hati.
“Kami telah mengendalikan pandemi, tetapi pembukaan kembali perbatasan kami merupakan momen penting,” kata PM Spanyol Pedro Sánchez. "Ancamannya nyata. Virus masih ada di luar sana," imbuhnya.
Para pengunjung yang tiba di Yunani tidak lagi diwajibkan menjalani tes Covid-19. Tetapi pengunjung ke Inggris harus menjalani karantina 14 hari, mendorong beberapa negara lain tetap menutup perbatasan mereka bagi warga Inggris untuk sementara ini.
Di AS, laporan baru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menyatakan tingkat kematian akibat Covid-19 pada pasien dengan penyakit kronis, 12 kali lebih tinggi daripada orang lain yang juga tertular.
Penyakit-penyakit utama yang memberikan risiko kematian lebih besar adalah jantung, diabetes, dan paru-paru.
Survei baru yang dilakukan University of Chicago mendapati bahwa 11 persen warga kulit hitam memiliki rekan dekat atau anggota keluarga yang meninggal karena virus corona, dibandingkan dengan empat persen pada orang-orang kulit putih.
Proyeksi baru dari model yang dibuat Institute for Health Metrics and Evaluation dari University of Washington menyatakan kematian akibat virus corona di AS dapat mencapai 200 ribu pada bulan Oktober. [uh/ab]