Polisi dan demonstran di Belanda bentrok pada malam ke-tiga berturut-turut, Senin, setelah pemerintah memberlakukan jam malam untuk memperlambat penyebaran COVID-19.
Sedikitnya 150 orang ditahan di berbagai penjuru Belanda hari Senin, sementara protes berubah menjadi kerusuhan, di mana pengunjuk rasa di beberapa daerah menyulut kebakaran, melemparkan batu dan menjarah toko-toko.
Di kota Rotterdam, polisi membalas dengan gas air mata. Pemandangan serupa tampak di Amsterdam, di mana meriam air digunakan terhadap perusuh. Kerusuhan dilaporkan juga terjadi di kota-kota yang lebih kecil, di antaranya Haarlem, Geleen dan Den Bosch. Menurut para pejabat, 10 polisi cedera di Rotterdam.
Protes dimulai hari Sabtu setelah pemerintah memberlakukan jam malam pertama sejak Perang Dunia II. Para pejabat mengambil tindakan tersebut menyusul peringatan dari Lembaga Kesehatan Nasional (RIVM) terkait gelombang baru penularan karena ada galur virus corona yang lebih mudah menular, yang awalnya ditemukan di Inggris.
Tetapi banyak yang berpendapat langkah-langkah itu tidak perlu karena Belanda secara keseluruhan mengalami penurunan jumlah kasus baru dalam beberapa pekan ini.
Hari Senin, PM Mark Rutte mengutuk apa yang ia sebut “kekerasan kriminal.”
“Apa yang kita lihat tidak ada kaitannya dengan perjuangan meraih kebebasan. Kita tidak mengambil semua langkah ini untuk bersenang-senang, kita melakukannya karena kita berjuang melawan virus dan viruslah yang sebenarnya merampok kebebasan kita,” kata Rutte.
Sekolah-sekolah dan toko-toko nonesensial di Belanda telah ditutup sejak pertengahan Desember, menyusul penutupan bar dan restoran dua bulan sebelumnya.
Lebih dari 966 ribu kasus terkonfirmasi dan 13.600 kematian akibat COVID-19 telah dilaporkan di Belanda sejak dimulainya pandemi. [uh/ab]