Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati, mengungkapkan berdasarkan data BNPB per tanggal Rabu (7/4) pukul 11.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia dalam peristiwa bencana alam di Nusa Tenggara Timur bertambah menjadi 124 orang, sementara 129 orang luka-luka dan 74 hilang.
“Dari 124 jiwa yang meninggal, 67 jiwa itu dari Kabupaten Flores Timur, kemudian dari Lembata ada 28, kemudian 21 dari Kabupaten Alor, kemudian tiga dari Kabupaten Malaka, dua dari Kabupaten Sabu Raijua, satu meninggal dunia dari Kota Kupang, Satu dari Kabupaten Ende," kata Raditya merinci data korban meninggal di NTT.
Dampak siklon tropis Seroja berupa banjir, banjir bandang, dan angin kencang menyebabkan 688 rumah rusak berat, 272 rusak sedang 154 rusak ringan.. Sampai hari itu jumlah pengungsi tercatat berjumlah 13.230 orang.
“Sebisa mungkin tidak ada pengungsian yang ada di tenda karena kondisi saat ini memang masih cuaca ekstrem sehingga diharapkan dapat melakukan pengungsian di hunian atau mungkin juga tempat warga yang lain, bisa dimanfaatkan sebagai lokasi pengungsian sementara. Selain itu juga bisa memanfaatkan fasilitas umum, termasuk gereja yang bisa dimanfaatkan sebagai lokasi pengungsian sementara,” papar Raditya.
Saat ini sudah terdapat sekitar 20 dapur umum yang memasok kebutuhan makanan dan minuman bagi warga terdampak. Untuk desa-desa yang sulit dijangkau melalui transportasi darat dan laut, bantuan bagi para penyintas dikirim menggunakan lima helikopter yang disiapkan oleh BNPB.
Siklon Tropis Seroja Menjauhi Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi siklon tropis Seroja sudah semakin menjauhi Indonesia pada 7 April 2021. Meskipun kecepatan pusarannya dapat mencapai hingga 70 knots (130 kilometer per jam), dampaknya semakin melemah.
Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), menjelaskan siklon Seroja memberikan dampak terhadap cuaca berupa potensi hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat, disertai kilat/petir serta angin kencang di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Siklon itu juga berdampak pada potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat/petir serta angin kencang di wilayah Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian Sulawesi Tenggara. Siklon Seroja juga menyebabkan terjadinya gelombang laut tinggi.
“Ketinggian gelombang di Samudera Hindia dapat mencapai ketinggian enam meter. Namun di perairan Nusa Tenggara Timur, di Flores, di Laut Sawu, di perairan selatan Pulau Sumba, dapat mencapai empat hingga enam meter, sehingga ini juga perlu diwaspadai di perairan dan lautan,” kata Dwikora dalam konferensi pers daring, Selasa (6/4).
Siklon tropis Seroja yang muncul pada 4 April 2021 tercatat sebagai siklon yang lebih kuat dibanding siklon Cempaka yang menghantam pada tahun 2017. Siklon Seroja merupakan siklon tropis ke-10 yang tercatat oleh Tropical Cyclon Warning Center BMKG Jakarta yang diawali siklon Durga pada 2008.
“Bayangkan pada saat terbentuk kecepatan pusarannya bisa sampai 85 kilometer per jam, jadi Seroja itu saat terbentuk sudah masuk di Kupang dan merahnya yang kuat, yang pusarannya tinggi kecepatannya berada di darat. Nah, ini baru pertama kali terjadi di Indonesia," ungkap Dwikora.
Menurutnya perlu dilakukan evaluasi dan upaya mitigasi untuk mengantisipasi kejadian serupa di masa mendatang, mengingat sejak tahun 2017, munculnya siklon tropis terjadi hampir setiap tahun yang diduga akibat naiknya suhu permukaan air laut karena pemanasan global.
“Global warming memang benar-benar harus dimitigasi. Kalau tidak, kondisi siklon ini akan menjadi kejadian rutin setiap tahun, menjadi hal yang normal. Nah, ini yang harus kita antisipasi bersama,” harap Dwikora.
BMGK memprediksi cuaca akan semakin membaik pada 7 April 2021 meskipun gelombang laut masih tinggi. [yl/ab]