Sedikitnya enam pengungsi tewas dan 10 lainnya mengalami luka-luka dalam bentrokan antar dua kelompok pengungsi Rohingya di sebuah kamp di bagian selatan Bangladesh pada Jumat (22/10).
Komandan Pasukan Polisi Bersenjata Shihab Kaiser Khan, yang mengawasi keamanan di kamp tersebut, mengatakan aksi kekerasan itu terjadi di distrik Cox's Bazar ketika salah satu kelompok melepaskan tembakan dan menewaskan empat orang. Dua lainnya tewas di rumah sakit ketika sedang menjalani perawatan karena luka-lukanya.
Belum jelas mengapa aksi kekerasan itu terjadi, tetapi media lokal mengatakan kedua pihak bertengkar ketika saling menunjukkan supremasi atas bisnis perdagangan obat-obatan ilegal di kamp itu.
Pejabat-pejabat Bangladesh mengatakan beberapa kelompok Rohingya terlibat dalam kejahatan serius, seperti penculikan dan permintaan uang tebusan. Mereka juga menggunakan kamp-kamp pengungsi untuk menyelundupkan narkoba dari Myanmar, di mana mereka tinggal sebelum mengungsi ke Bangladesh.
Khan mengatakan salah seorang laki-laki Rohingya yang memiliki senjata api telah ditangkap, tetapi ia tidak memberi rincian lebih jauh. Ia menambahkan bahwa pihak kepolisian masih mencari tersangka lainnya yang terlibat dalam bentrokan tersebut.
Aksi kekerasan pada Jumat ini terjadi sekitar tiga minggu setelah Mohibullah, wakil internasional bagi pengungsi Rohingya ditembak mati di kamp di sub-distrik Ukhiya. Pria yang berusia 40 tahun itu adalah seorang guru yang kemudian tampil sebagai pemimpin pengungsi dan juru bicara yang mewakili kelompok etnis Muslim tersebut dalam pertemuan-pertemuan internasional.
Mohibullah pernah datang ke Gedung Putih pada tahun 2019 untuk melangsungkan pertemuan tentang kebebasan beragama dengan presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump. Ia berbicara tentang penderitaan dan persekusi yang dihadapi warga Muslim-Rohingya di Myanmar.
Polisi telah menangkap sejumlah orang terkait pembunuhan Mohibullah.
Lebih dari 700.000 warga Muslim-Rohingya melarikan diri ke kamp-kamp pengungsi di Bangladesh sejak Agustus 2017, ketika militer di negara mayoritas Budha itu memulai aksi kekerasan terhadap kelompok etnis tersebut pasca serangan yang dilakukan oleh kelompok gerilyawan. Para pengungsi itu bergabung dengan sekelompok warga Rohingya lain yang telah lebih dulu tiba di Bangladesh puluhan tahun lalu.
Aksi kekerasan tahun 2017 itu mencakup perkosaan, pembunuhan dan pembakaran ribuan rumah. Kelompok-kelompok HAM internasional dan PBB mengkategorikan aksi kekerasan militer Myanmar terhadap warga etnis minoritas Muslim-Rohingya ini sebagai pembersihan etnis.
Meskipun Bangladesh dan Myanmar berupaya mengatur proses repatriasi, warga Rohingya terlalu takut untuk kembali ke tanah air mereka.
Secara keseluruhan Bangladesh menampung lebih dari 1,1 juta pengungsi Rohingya dari Myanmar pasca serangkaian aksi kekerasan yang terjadi terhadap mereka. [em/rs]