Sedikitnya satu personil TNI dan dua warga sipil tewas dalam aksi unjukrasa di Deiyai, Papua, hari Rabu (28/8), demikian keterangan yang disampaikan Kapendam XVII Cendrawasih Letkol Cpl Eko Daryanto kepada VOA.
Namun hingga laporan ini disampaikan VOA belum berhasil mengkonfirmasi secara independen tentang korban tewas dan luka-luka ini karena jaringan komunikasi dan internet belum sepenuhnya pulih.
Aksi unjuk rasa sekitar 100 orang di depan kantor bupati Deiyai terkait pernyataan bernuansa rasis dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya itu semula berlangsung damai. Tetapi menjelang sore hari bergulir menjadi aksi kekerasan ketika jumlah massa terus bertambah menjadi sekitar seribu orang.
“Sekitar pukul dua siang jumlah massa sudah mencapai kurang lebih seribu orang, yang datang dari beberapa wilayah, dan berkumpul di Lapangan Wagete, Kabupaten Deiyai, membawa senjata tradisional panah, parang dan batu,” ujar Eko Daryanto. Ditambahkannya, massa kemudian mulai melempari kantor bupati dan aparat yang berjaga.
“Aksi anarkis dan brutal itu mengakibatkan satu personil TNI meninggal dan tujuh lainnya luka-luka, terdiri dari tiga TNI dan empat polisi, akibat senjata panah dan parang,” ujar Eko Daryanto, yang baru bertugas kurang dari satu bulan di sana. Ia mengakui bahwa sedikitnya dua warga sipil juga tewas, “akibat terkena tembakan di kaki dan terkena panah.”
Seluruh korban dievakuasi ke RS. Paniai, kemudian korban tewas dibawa ke Nabire.
Menurut Eko Daryanto, aparat keamanan TNI/Polri hingga saat ini masih mengamankan lokasi dan fasilitas umum untuk mengendalikan situasi di Deiyai.
Moeldoko Sesalkan Pemberitaan Soal Tewasnya Enam Warga Sipil
Secara terpisah Kepala Staf Kepresidenan Jendral TNI (Purn) Moeldoko menyesalkan pemberitaan sebagian media tentang tewasnya enam warga sipil.
“Setelah saya cek ke Pangdam, justru yang mengalami korban adalah TNI dan Polri,” ujarnya kepada VOA. Namun mantan panglima TNI itu tidak menjabarkan langkah yang akan diambil guna menyudahi terus meluasnya aksi demonstrasi dan kekerasan di Papua, antara lain di Manokwari, Sorong dan kini Deiyai. Aksi demonstrasi yang semula menuntut tindakan hukum terhadap pelaku ujaran bernada rasisme di Malang dan Surabaya, kini meluas menjadi tuntutan merdeka.
Presiden Sudah Perintahkan Kapolri untuk Ambil Tindakan Tegas
Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga telah memerintahkan Kapolri Jendral Pol. Tito Karnavian untuk mengambil tindakan tegas terkait peristiwa di Surabaya, Jawa Timur, yang berkelindan dengan demonstrasi berujung kerusuhan di Manokwari dan Sorong, Papua Barat. “Saya telah memerintahkan Kapolri untuk menindak secara hukum tindakan diskriminasi ras dan etnis yang rasis secara tegas,” ujar presiden dalam konferensi pers di Istana Bogor, Kamis lalu (22/8).
Polisi Tetapkan Tri Susanti Sebagai Tersangka Dugaan Rasisme di Surabaya
Polisi, Rabu ini (28/8) telah menetapkan Tri Susanti sebagai tersangka kasus dugaan rasisme di Asrama Mahasiswa Papua, di Surabaya. Karo Penmas Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan Tri Susanti dijerat dengan UU No.11/Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No.40/Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis. Penyelidikan sementara polisi menunjukkan bahwa beberapa organisasi massa yang menggeruduk asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, melakukannya karena ajakan Tri Susanti. Ia dikenal sebagai caleg Partai Gerindra. [em]