Presiden Joko Widodo membahas berbagai isu penting sewaktu menerima kunjungan PM Malaysia Ismail Sabri Yakoob di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (10/11). Jokowi berharap isu mengenai perbatasan negara bisa segera diselesaikan.
“Kita ingin menyelesaikan negosiasi batas negara baik batas darat dan batas laut, agar dapat segera diselesaikan. Dan kita harap karena ini sudah agak lama progresnya, kita berharap dalam waktu yang sesingkat-singkatnya masalah ini bisa segera diselesaikan,” ungkap Jokowi.
Menanggapi isu tersebut, PM Malaysia Ismail pun menyatakan sudah ada beberapa isu penting terkait perbatasan antar kedua negara yang sudah disetujui. Namun, baik Jokowi maupun Ismail tidak menjabarkan hal tersebut secara terperinci dalam pernyataan pers bersama.
“Mengenai perbatasan sempadan maritim antara Malaysia dan Indonesia, kita telah membuat persetujuan ada empat isu yang berkaitan, dua isu telah pun selesai, dan boleh ditandatangani, jadi kami berdua bersetuju supaya yang boleh ditandatangani kita tanda tangani dulu, tidak perlu tunggu empat isu diselesaikan serentak. Jadi saya percaya separuh isu telah dapat kita selesaikan. Dan kali ini boleh kita percepat,” ungkap Ismail.
Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah mengatakan negosiasi terkait perbatasan antar negara bukanlah hal mudah. Menurutnya, batas negara sangat sulit untuk ditetapkan karena biasanya selalu bergerak berdasarkan alam.
“Oleh karena itu pengawasan perbatasan membutuhkan teknologi yang sangat tinggi, perlu monitoring di lapangan yang sangat bagus dan teratur dan kita berhadapan lokasi yang tidak datar. Itu harus dipasang patok dimana-mana, jadi karena itu pembahasannya memang rumit, juga pada saat yang sama dari kedua negara sangat sedikit ahli bidang hukum internasional, karena diplomat bergeraknya selalu cepat kemudian sangat sulit menaruh orang yang khusus menangani itu sampai 10-15 tahun, oleh karena itu perlu pendataan yang sangat baik, misalnya dialog ke dialog, babak ke babak,” ungkapnya kepada VOA.
Selain itu, katanya, diperlukan riset berkala untuk bisa menentukan batas antar kedua negara. Ia juga mengungkapkan bahwa, pentingnya kemampuan kedua negara untuk bisa mendokumentasikan bukti kepemilikan atas sebuah kawasan merupakan tanggung jawab masing-masing negara. Dengan dibahasnya isu tersebut dalam pertemuan ini, ia berharap masing-masing negara bisa segera merencanakan tahapan negosiasi yang dipastikan akan panjang tersebut dengan hasil yang memuaskan.
“Dampaknya birokraksi kedua negara harus bergerak, tetapi kan ditentukan oleh kredibilitas kedua pemimpin, kalau Pak Jokowi mengatakan bahwa saya akan meninggalkan kepresidenan tahun 2024, berarti ada waktu kurang dari tiga tahun dan kita harus segera membuat time frame, kita harus membuat agenda kegiatan yang detil, dan Malaysia hendaknya juga begitu,” jelasnya.
Perlindungan TKI
Dalam pertemuan ini Jokowi juga mendorong agar nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia bisa segera diselesaikan.
“Pertama mengenai pentingnya kerja sama perlindungan warga negara Indonesia yang berada di Malaysia. Saya mendorong kiranya MoU perlindungan tenaga kerja domestik Indonesia dapat segera diselesaikan,” ungkap Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga meminta agar izin pendirian community learning center yang bertempat di Semenanjung Malaysia juga diberikan sesuai dengan prinsip hak pendidikan bagi semua.
PM Malaysia Ismail menjamin perlindungan TKI dinegaranya akan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Kementerian Sumber Manusia (yang di Indonesia disebut Kementerian Tenaga Kerja) telah menerbitkan program yang disebut e-gaji yang memungkinkan pekerja asing mengadu bila telibat masalah ksaat bekerja di Malaysia.
“Jika ada isu yang berkaitan dengan kelewatan membayar gaji ataupun segala isu yang berkaitan dengan pekerja yang tidak berpuas hati dengan layanan yang diberikan majikan mereka atau employee mereka, mereka boleh terus membuat aduan direct kepada kementerian Sumber Manusia. Ini untuk memberikan perlindungan kepada pekerja yang mungkin teraniaya, dengan soal gaji dan lainnya yang selama ini tidak dapat mereka membuat aduan,” jelas Ismail.
Ia pun memastikan akan ada perkembangan yang signifikan dalam MoU untuk perlindungan TKI di Malaysia, di bawah kepemimpinannya.
“Saya dan Bapak Presiden mengambil maklum tentang kemajuan proses bagi mengutamakan MoU pengambilan dan perlindungan penghormatan domestik Indonesia di Malaysia antara Kementerian Sumber Manusia dan Tenaga Kerja dan saya telah pun memberikan jaminan kepada Bapak Presiden bahwa kita akan menyegerakan penandatangan MoU diantara Kementerian Sumber Manusia dan Kementerian Tenaga Kerja di Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, PM Malaysia Ismail juga memberikan kelonggaran bagi TKI yang telah habis masa kontrak kerjanya di Malaysia dengan melakukan program re-kalibirasi. Dengan begitu, para TKI tersebut bisa diperpanjang waktu kontrak kerjanya di Malaysia tanpa harus pulang ke Indonesia terlebih dahulu.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan ,pertemuan yang dilakukan oleh Jokowi dengan PM Malaysia tidak membuahkan hasil yang kongkret. Selama masa kepemimpinan Jokowi, katanya, belum ada usaha untuk membuahkan MoU perlindungan TKI di Malaysia yang sudah habis masa berlakunya dari tahun 2016.
“Jadi mengapa misalnya terakumulasi masalah pekerja rumah tangga kita di Malaysia, karena kita tidak punya landasan untuk melakukan penyelesaian kasus. Jadi se-ideal apapun yang dikatakan oleh PM misal e-gaji, kan tidak ada landasan hukumnya tanpa MoU itu direvisi, tanpa MoU diperbaharui. Jadi pokok soal adalah posisi MoU yang status quo sejak 2016 dan tidak keinginan yang kuat pemerintah Malaysia, pemerintah Indonesia juga karena MoU baru muncul kalau ketemu PM Malaysia, tapi setelah itu ya lewat saja,” ungkapnya kepada VOA.
Ia berharap, ketika MoU tersebut diperbaharui, pemerintah harus menyertakan UU no 18 tahun 2017 dan komitmen regional ASEAN terkait perlindungan pekerja migran.
Menurutnya, selama MoU itu habis masa berlakunya semakin banyak kasus perdagangan manusia dan penyiksaan TKI yang tidak bisa terselesaikan.
Isu Ekonomi
Dalam pertemuan ini kedua pemimpin negara juga membahas pemulihan perekonomian kedua negara pasca ya pandemi COVID-19. Jokowi menyambut baik kenaikan angka perdagangan antar kedua negara sebesar 49 persen selama Januari-Agustus 2021 dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu. Kedua negara pun sepakat untuk segera membuka perbatasan untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
“Dan guna mendukung upaya pemulihan ekonomi tadi kita juga sudah sepakat untuk dibuat travel corridor arrangement yang secara bertahap nanti akan kita membukanya satu per satu,” kata Jokowi.
Senada dengan Jokowi, PM Malaysia Ismail pun mengatakan akan segera membuka perjalanan internasional antar kedua negara secara bertahap. Namun, keduanya tidak memperinci kapan waktu pastinya kebijakan tersebut akan dilakukan.
“Saya telah bersetuju dengan Bapak Presiden, Menteri yang berkaitan akan melihat secara detil, supaya kita memulaikan membuka negara, kita boleh buka border kita, mungkin langkah awal kita mulai dengan Kuala Lumpur-Jakarta-Kuala Lumpur, dan Kuala Lumpur-Bali-Kuala Lumpur. Jadi Insya Allah jika dipercepatkan urusan detilnya kita bersetuju tadi supaya joint statement akan kita buat untuk kita mengumumkan pembukaan border antara Malaysia dengan Indonesia,” pungkasnya.
Kedua pemimpin juga membahas isu konflik Myanmar dan laut China Selatan. [gi/ab]