Tautan-tautan Akses

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen


ILUSTRASI - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 Agustus 2023 memutuskan untuk kembali mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.
ILUSTRASI - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 Agustus 2023 memutuskan untuk kembali mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.

Selama tujuh bulan berturut-turut, Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuannya (BI Rate) di level 5,75 persen. Namun, seorang pakar berpendapat bahwa keputusan ini kurang tepat.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 Agustus 2023 memutuskan untuk kembali mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen, sementara suku bunga deposit facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6,50 persen.

“Keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75 persen ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi persi di Jakarta, Kamis (24/8).

Perry menjelaskan, fokus kebijakan menoter kali ini diarahkan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan memitigasi dampak rambatan dari ketidakpastian yang masih menyelimuti pasar keuangan global.

Selain itu, kata Perry, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, kebijakan makroprudensial yang longgar terus diarahkan untuk memperkuat efektivitas pemberian insentif likuiditas kepada perbankan guna mendorong kredit/pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau. Percepatan digitalisasi sistem pembayaran juga terus di dorong untuk perluasan inklusi ekonomi dan keuangan digital, katanya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah). Foto: BI
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah). Foto: BI

Dalam kesempatan ini, Perry menuturkan BI akan terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan yang salah satunya adalah dengan menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Perry menjelaskan SRBI merupakan instrumen OM (kontraksi) yang propasar dalam rangka memperkuat pendalaman pasar uang, dan sebagai upaya untuk menarik masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN (Sertifikat Berharga Negara) yang dimiliki Bank Indonesia.

Menurutnya kebijakan ini akan mulai diimplementasikan 15 September 2023 mendatang.

Lebih jauh, Perry menuturkan meskipun ketidakpastian global kembali meningkat yang dipicu dari pelemahan ekonomi China dan negara-negara di Eropa, serta tekanan inflasi yang tinggi di negara maju, perekonomian tanah air pada tahun ini diperkirakan masih akan stabil di kisaran 4,5 persen-5,3 persen. Menurutnya, perekonomian domestik yang masih kuat akan mampu meminimalisir dampak rambatan global tersebut.

“Sumber pertumbuhan ekonomi kita itu dari domestik. Konsumsi rumah tangga itu tinggi, dan ini terutama di sektor jasa, sektor tersier, perdagangan, transportasi, pergudagangan, akomodasi, makanan, minuman dan ini menunjukkan bahwa sumber konsumsi rumah tangga dari kalangan milenials yang 70 persen dari penduduk kita, dan income-nya semakin tinggi. Itu menjadi daya dukung pertumbuhan ekonomi domestik. Dan ini juga mendukung, mendorong, pertumbuhan investasi khususnya yang non bangunan,” jelasnya.

Pemerintah Sangat Berhati-hati

Ekonom Indef Eka Puspitawati melihat keputusan BI yang menahan suku bunga acuan selama tujuh bulan berturut-turut sebagai bentuk kehati-hatian untuk meminimalisir dampak global yang masih mengancam Indonesia.

“Saya lihat ini sepertinya Bank Sentral sedang berhati-hati untuk menahan laju inflasi, termasuk lewat BI Rate. Ini kelihatan masih wait and see,” ungkap Eka.

Dengan dipertahankannya suku bunga acuan tersebut, kata Eka maka pertumbuhan ekonomi tanah air akan cenderung tidak banyak berubah bahkan bisa dikatakan stagnan.

Menurutnya, setelah menahan cukup lama, saat ini merupakan waktu yang tepat dari BI untuk bisa menurunkan suku bunga acuan tersebut. Dengan begitu, katanya perekonomian dari sektor riil akan semakin bergairah.

“Saya pikir ini sebenarnya momentum BI untuk bisa menggenjot perekonomian lebih tinggi, di mana kalau saya melihat tahun politik belum panas. Tahun depan sudah mulai panas, dan kalau sudah panas, berarti memang harus jaga-jaga untuk lebih stabil. Kalau mau meningkatkan (perekonomian) ini waktunya. saya melihat itu. Jadi harus turun sedikit supaya bisa mendorong sektor riil menggeliat. Jadi orang banyak berinvestasi, orang akan mulai melakukan banyak kegiatan di sektor riil dengan suku bunga yang lebih friendly. Karena kalau kita lihat sekarang masih cukup tinggi,” pungkasnya. [gi/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG