Biara kuno Rabban Hormizd yang bersejarah, yang terletak di bagian selatan Irak, terlihat sepi tanpa kehadiran turis di tengah-tengah pandemi virus corona.
Dipahat di pegunungan dekat kota Alqosh di dataran Niniwe, biara itu merupakan bagian dari Gereja Katolik Khaldea yang sudah eksis di Irak sejak abad ke-tujuh.
Ribuan turis lokal dan internasional biasanya mengunjungi biara ini setiap tahunnya.
Pendeta John Nicola, penasihat keuangan biara Rabban Hormizd, mengatakan, orang-orang dari berbagai penjuru dunia mengunjungi tempat suci ini.
"Sejak Rabban Hormizd datang ke sini pada abad ketujuh, biara ini telah menjadi objek parwisata. Orang-orang berdatangan dari berbagai tempat untuk mengunjungi tempat suci ini, walau pun biara ini hanya merupakan sebuah biara kecil, atau sebuah gereja kecil," katanya.
Sesuai namanya, Biara Rabban Hormizd didirikan oleh biarawan bernama sama. Rabban adalah istilah Suriah untuk biarawan. Rabban juga merupakan kata dalam bahasa Aram yang artinya guru.
Rabban Hormizd yang berasal dari Persia sebelumnya menjalani kehidupan sebagai pertapa yang terisolasi selama 30 tahun di jaringan gua di wilayah itu.
Santo Rabban Hormizd tinggal di tempat ini selama 22 tahun di abad ke-7. Ia membangun hidupnya di dalam biara ini. Ia menghabiskan kebanyakan masa hidupnya yang religius dan sederhana dan hubungannya dengan Tuhan di biara ini. Rabban Hormizd hidup hingga usia 89 tahun dan meninggal dunia di biara ini. Kuburannya terletak di dalam biara ini.
Pada masa pandemi virus corona, hanya sejumlah kecil orang yang berkunjung ke biara ini untuk berdoa. Mereka umumnya adalah warga setempat seperti Emanuel Yousef, dari Alqosh.
"Kami datang ke sini untuk berdoa. Ada banyak keajaiban yang terjadi. Orang-orang pernah berdoa dan mengalami keajaiban dan saya adalah salah satu di antaranya," katanya.
"Saya memiliki tumor di tangan saya ketika masih anak-anak dan ibu saya membawa saya ke sini. Ia mengambil segenggam tanah dan menaruhnya di tangan saya. Jadi tentu saja, ini semuanya tentang kepercayaan. Jadi sewaktu saya pulang dari sekolah, ibu menggosok tangan saya dengan tanah itu. Saya bangun keesokan pagi hari dan tumor itu hilang sejak hari itu pada tahun 1974. Jadi kami percaya bahwa gereja ini dapat menyembuhkan penyakit," papar Emanuel.
Selama berabad-abad, biara itu menjadi lebih dari sekedar sebuah rumah ibadah. Biara itu telah menjadi sebuah tempat perlindungan, tempat yang aman di kawasan yang perah mengalami pergolakan. Bangsa Mongol, Kurdi, Ottoman dan Kurdi pernah menyerbu kawasan itu, namun biara Rabban Hormizd mampu bertahan. [lj/ab]