Presiden AS Joe Biden, Senin (1/2) mengatakan AS akan meninjau UU mengenai sanksi dan mengambil "langkah tepat" terhadap Myanmar. Itu disampaikan Biden setelah militer Myanmar mengambil alih kekuasaan di negara itu.
"Selama hampir satu dekade, rakyat Burma telah berusaha mengadakan pemilu, membentuk pemerintahan sipil, dan melakukan peralihan kekuasaan yang damai," kata Biden dalam pernyataan Senin (1/2). Dia menyebut bahwa Washington telah mencabut sanksi-sanksi terhadap Myanmar, yang juga dikenal sebagai Burma, ketika negara itu menjalani transisi menuju demokrasi.
"Kemunduran dari kemajuan itu akan memicu (kami) untuk meninjau UU mengenai sanksi, diikuti dengan langkah yang tepat," kata pernyataan itu. Biden mendesak negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama.
AS adalah satu dari banyak pemerintah di seluruh dunia, serta PBB, yang menyatakan keprihatinan serius mengenai pengambilalihan kekuasaan oleh militer Myanmar. Mereka menyerukan agar para pemimpin politik yang ditahan, segera dibebaskan.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan juru bicaranya, Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan "keprihatinan mendalam terkait deklarasi peralihan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif kepada militer. Perkembangan ini merupakan pukulan serius terhadap reformasi demokrasi di Myanmar.”
Tom Andrews, utusan khusus PBB mengenai situasi HAM di Myanmar, mendesak negara-negara untuk juga mempertimbangkan sanksi-sanksi terhadap Myanmar.
"Harus melakukan langkah tegas, termasuk pemberlakuan sanksi-sanksi yang terarah dan berat, serta embargo senjata hingga demokrasi dipulihkan," katanya dalam pernyataan. [vm/ka]