Presiden AS Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris, Selasa (11/1), menuju Georgia, negara bagian di selatan, untuk mempromosikan undang-undang hak suara yang akan sangat memperluas wewenang federal mengenai pemilihan namun macet di Senat.
Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan Biden akan menggunakan pidatonya untuk menganjurkan hak dalam pemilihan yang bebas, adil dan aman yang tidak dicemari manipulasi partisan. Ia mengatakan bahwa cara untuk menjamin hak-hak itu adalah dengan memberlakukan dua undang-undang pemungutan suara yang diusulkan oleh Partai Demokrat.
“Dalam beberapa hari mendatang, ketika diadakan pemungutan suara mengenai RUU ini, akan menandai titik balik di negara ini,” kata Biden, menurut kutipan Gedung Putih. “Akankah kita memilih demokrasi daripada otoriter, kejelasan daripada bayang-bayang, keadilan daripada ketidakadilan? Saya tahu sikap kita. Saya tidak akan menyerah. Saya tidak akan gentar. Saya akan membela hak Anda untuk memilih dan demokrasi kita melawan semua musuh asing dan domestik. Jadi, pertanyaannya adalah bagaimana sikap lembaga Senat Amerika ?”
Biden di Twitter kemudian mengatakan, “Sejarah tidak pernah membela mereka yang berpihak pada penindasan hak-hak pemungutan suara. Dan itu tidak akan memihak mereka yang gagal mempertahankan hak untuk memilih.”
Tetapi Partai Republik di Kongres secara serentak menentang RUU tersebut, menyatakan bahwa masing-masing dari 50 negara bagian AS harus terus menetapkan aturannya sendiri, termasuk mengenai jam pemungutan suara, berapa hari pemungutan suara awal harus diizinkan menjelang hari-hari pemilihan biasanya pada awal November, dan sejauh mana pemungutan suara melalui pos diperbolehkan.
Dalam pemilihan presiden 2020, Biden menggulingkan mantan Presiden Donald Trump setelah satu masa jabatan. Biden memenangkan beberapa negara bagian di mana hari pemungutan suara ditambahkan, jam pemungutan suara diperpanjang, dan surat suara diperluas untuk membatasi keharusan pemilih untuk pergi ke tempat pemungutan suara biasanya yang ramai pada Hari Pemilihan di tengah pandemi virus corona.
Sekarang, Partai Demokrat, dalam RUU yang didukung Biden, ingin mengkodifikasi banyak dari perubahan itu untuk pemilihan mendatang, termasuk pemilihan 2022 November mendatang, ketika ke 435 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan sekitar sepertiga kursi Senat siap diperebutkan. Banyak perundangan negara bagian yang dikendalikan Partai Republik tahun lalu telah membatasi perubahan yang diberlakukan pada pemilihan 2020, karena khawatir Partai Demokrat akan mendapatkan keuntungan elektoral yang permanen jika aturan itu tetap berlaku. [my/ka]