Alyssa McCrea dan suaminya berencana pindah dari Washington DC ke daerah pinggiran kota ketika putri mereka lulus SMA. Tepat ketika sang putri hampir lulus, pandemi COVID-19 merebak dan mereka menemukan rumah yang diidamkan.
“Rumah ini sudah dipasarkan selama kurang lebih satu bulan ketika kami menemukannya dan tidak ada orang lain yang mengincarnya saat itu, karena saya rasa orang-orang takut keluar untuk tur properti," kata Alyssa.
Mereka lantas menjual rumah yang mereka tinggali pada April 2020 dan siap jika harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan pembeli. Tapi yang terjadi di luar dugaan.
“Kami menerima penawaran setelah dipasarkan selama tiga hari dan mereka menawar dengan harga yang lebih tinggi dari yang kami minta. Sulit dipercaya! Kami tadinya (semula) khawatir tidak bisa menjualnya, tapi kami malah mendapatkan lebih dari yang kami minta!" papar Alyssa.
Pakar menilai McRea pindah rumah pada saat yang tepat. Sejak April 2020, pasar perumahan di Amerika terus tumbuh – sebagian besar berkat tingkat suku bunga terendah yang pernah tercatat, rata-rata hanya sekitar 2,7% pada tahun 2020, menurut Asosiasi Nasional Agen Properti AS.
“Mereka memanfaatkan suku bunga yang rendah, dan penjualan rumah meningkat 20 persen dibandingkan pada sebelum pandemi," ujar Lawrence Yun dari asosiasi itu.
Generasi milenial terjun ke pasar properti dengan sangat aktif. Menurut Biro Sensus AS, kelompok usia tersebut mencapai 22% populasi Amerika.
“Milenial adalah kelompok generasi terbesar di Amerika, dan mereka mulai memasuki usia membeli rumah, pertengahan 30-an. Mereka ingin berumah tangga. Mereka ingin membeli rumah," kata Juru bicara perusahaan marketplace properti Zillow, Amanda Pendleton.
Itu sebabnya jumlah permintaan rumah meningkat drastis. Zilliow, salah satu marketplace real estat paling populer, mencatat peningkatan hingga 1,5 miliar klik. Sayangnya, tidak ada cukup rumah bagi semua orang yang berniat membeli.
“Menurut perkiraan saya, di seluruh Amerika, kita kekurangan enam juta unit rumah," kata Lawrence Yun dari Asosiasi Nasional Agen Properti.
Asosiasi Nasional Kontraktor Rumah juga menyadari kekurangan itu, namun angka yang mereka catat hanya sepertiganya. Mereka mengatakan bahwa masalah itu sudah muncul selama satu dekade terakhir, akan tetapi pandemi memperburuknya.
“Resesi Hebat benar-benar memporakporandakan industri perumahan, dan banyak pekerja yang meninggalkan industri itu selamanya. Jadi, bukan saja masalah defisit tenaga kerja, tapi juga minimnya ketertarikan orang-orang muda untuk terjun dalam industri perdagangan konstruksi," kata Danushka Nanayakkara dari asosiasi tersebut.
Permintaan tinggi dengan terbatasnya ketersediaan rumah lantas menyebabkan peningkatan harga properti.
“Harga rumah di AS telah naik 10% dalam setahun terakhir, dan rumah-rumah itu rata-rata terjual dalam waktu 14 hari (sejak dipasarkan), 20 hari lebih cepat dibandingkan pada setahun lalu," ujar Amanda Pendleton dari Zillow.
Meski demikian, para pakar meyakini pasar perumahan kecil kemungkinan akan jatuh seperti tahun 2008. Salah satu alasannya: persyaratan pinjaman yang lebih ketat.
“(Ketika) tingkat suku bunga naik, kita akan mulai melihat harga melandai dan tingkat suku bunga seharusnya naik dalam enam bulan sampai setahun ke depan," kata ekonom real estat Ken Johnson.
Pejabat Asosiasi Nasional Agen Properti percaya pasar perumahan akan mulai tenang pada tahun 2022 dan harga rumah diprediksi tidak akan jatuh. [rd/ka]