Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, Jumat (19/4), mengatakan bahwa Amerika tidak terlibat dalam serangan udara dini hari Israel terhadap Iran dan menolak untuk mengonfirmasi laporan bahwa Washington telah diberitahu soal rencana Israel sesaat sebelum serangan itu dilakukan.
“(Mengenai) laporan yang Anda lihat, saya tidak akan membahasnya kecuali mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak terlibat dalam operasi ofensif apa pun,” katanya dalam konferensi pers setelah pertemuan para menteri luar negeri Kelompok Tujuh (G7) di Pulau Capri, Italia.
G7 fokus untuk menghindari perang yang lebih luas di kawasan, katanya.
“Anda melihat Israel menerima serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi fokus kami, tentu saja, adalah memastikan bahwa Israel dapat mempertahankan diri secara efektif, tetapi juga mengurangi ketegangan dan menghindari konflik,” kata Blinken.
Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani, yang memimpin pertemuan G7, mengatakan AS telah memberi tahu para mitra G7 bahwa Washington menerima informasi “menit terakhir” dari Israel mengenai serangan itu.
Dalam komunike bersama G7, Blinken dan menteri luar negeri lainnya mengumumkan rencana sanksi baru terhadap Iran atas serangannya terhadap Israel dan mendesak deeskalasi. Teheran tampaknya mengindahkan saran tersebut untuk saat ini.
Serangan Israel tampaknya merupakan pembalasan atas ratusan drone dan rudal Iran yang diluncurkan ke Israel pada 13 April lalu. Sebagian besar dicegat dengan bantuan Amerika Serikat dan sekutu regional, termasuk Yordania dan Arab Saudi, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa dan hanya menimbulkan sedikit kerusakan. Hal ini mengindikasikan bahwa Iran mungkin telah "mengkalibrasi serangan tersebut" untuk membatasi jumlah korban atau mengirimkan pemberitahuan terlebih dahulu melalui telegram. Namun hal ini dibantah oleh Gedung Putih.
Serangan Israel pada Jumat (19/4) pagi terhadap Iran tampaknya terbatas, dan tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.
Presiden AS Joe Biden telah mendesak Israel untuk menahan diri dan menghindari eskalasi setelah serangan Iran. Pemerintahannya telah berkoordinasi dengan sekutu dan mitra, termasuk G7 mengenai “respons komprehensif.”
Hal ini dapat mencakup sanksi baru terhadap Teheran dan memperkuat pertahanan udara dan rudal serta sistem peringatan dini di seluruh Timur Tengah, kata penasihat keamanan nasional Jake Sullivan dalam sebuah pernyataan awal pekan ini.
Media pemerintah Iran melaporkan pada Jumat dini hari waktu setempat bahwa tiga ledakan terdengar di kota Isfahan, Iran. Ledakan dilaporkan terjadi pada waktu yang hampir bersamaan di Irak dan Suriah.
Teheran mengatakan serangannya pada 13 April adalah respons terhadap serangan udara Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April. Pemboman tersebut menewaskan Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi dan komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) lainnya. Israel tidak membenarkan atau menyangkal bertanggung jawab atas serangan itu.
Para analis mengatakan serangan balik Israel yang terbatas dan tanggapan diam Iran menunjukkan bahwa kedua belah pihak bersedia menghindari eskalasi lebih lanjut, setidaknya untuk saat ini. Namun, saat ini risiko eskalasi jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, kata Brian Katulis, peneliti senior di Middle East Institute.
“Timur Tengah kini berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya kepada VOA.
Video: AS Tak Terlibat dalam Serangan Israel atas Iran, kata Blinken
Skenario terbaiknya adalah kembalinya "perang bayangan" Iran-Israel yang berupa pembunuhan dan serangan teror oleh kelompok-kelompok proksi mereka, katanya. Dampak terburuknya adalah konflik terbuka yang melibatkan perwakilan Iran di Lebanon, yang sebagian besar tidak ikut campur sejak perang Gaza.
“Jika Hizbullah ikut campur di sini, saya pikir ini akan menjadi pusaran yang menyedot lebih banyak aktor dalam konflik regional, termasuk Amerika Serikat,” tambah Katulis.
Dalam upaya memfasilitasi deeskalasi, Gedung Putih menolak membahas serangan balik Israel. Didesak oleh para wartawan selama konferensi pers oada Jumat, Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre berulang kali mengatakan, “Kami tidak memiliki komentar apa pun mengenai laporan tersebut saat ini.”
Serangan Israel diperkirakan akan terjadi
Meskipun ada tekanan AS terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, serangan balasan dari Israel diperkirakan akan terjadi, kata Ahmed Fouad Alkhatib, seorang analis Timur Tengah dari Gaza dan peneliti senior non-residen di Dewan Atlantik.
Pemerintahan Biden memahami bahwa Israel perlu melakukan pembalasan “menyelamatkan muka” versi mereka sendiri setelah serangan dramatis dan belum pernah terjadi sebelumnya yang dilakukan Iran pada Sabtu lalu, katanya kepada VOA.
Pihak yang paling diuntungkan dari potensi eskalasi adalah Hamas, kata Alkhatib.
“Kelompok ini merasa semakin berani dengan serangan langsung Iran terhadap Israel, memperkuat posisi negosiasi mereka dalam perundingan gencatan senjata dan pertukaran sandera terbaru yang difasilitasi oleh Qatar,” katanya.
Biden sejauh ini tidak berhasil mendorong kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Pada akhir pekan, Hamas - yang dimasukkan kelompok teror oleh AS - mengajukan tuntutan baru yang membuat perundingan menjadi kacau.
Tidak jelas bagaimana serangan balik Israel terhadap Iran dapat berdampak pada dinamika negosiasi dengan Hamas.
“Ini adalah momen ketidakstabilan tetapi juga peluang,” kata Laura Blumenfeld, peneliti senior di Philip Merrill Center for Strategic Studies di Johns Hopkins School for Advanced International Studies.
“Para pemimpin dunia sepakat bahwa kunci untuk meredakan ketegangan adalah dengan membebaskan para sandera,” katanya kepada VOA.
Pesan yang disampaikan kepada para perunding pembebasan sandera Hamas, adalah “berhenti sementara Anda berada di belakang,” pungkasnya. [pp/ft]