Hasil pemantauan dan survei gempa Cianjur magnitudo 5,6 oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan gempa yang menguncang Cianjur dan Sukabumi pada Senin, 21 November 2022, merupakan jenis gempa tektonik kerak dangkal yang dipicu aktivitas sesar aktif di zona sistem sesar Cimandiri.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan episenter gempa terletak pada zona sumber gempa sesar aktif yang belum terpetakan.
Sesar Cimandiri terdiri atas tiga segmen sesar aktif, yaitu segmen Cimandiri di bagian selatan, segmen Nyalindung-Cibeber di tengah dan segmen Rajamandala di bagian utara.
“Berangkali ada tambahan segmen lagi atau ada tambahan patahan lagi yang belum terpetakan di dalam sistem tersebut,” kata Dwikorita dalam konferensi Pers Hasil Monitoring dan Survei Gempa Bumi Cianjur serta Rekomendasi Kelayakan untuk Hunian, Jumat (2/12).
Menurut Dwikorita masyarakat perlu memitigasi potensi berulangnya gempa dua puluh tahunan gempa Cianjur. Dalam catatan BMKG, terdapat 13 peristiwa gempa merusak di Sukabumi – Cianjur, di mana 2 di antaranya, pusat gempanya berada dekat dengan episenter gempa Cianjur saat ini, yaitu gempa magnitudo 5,5 pada 10 Februari 1982 yang menyebabkan banyak rumah rusak dan korban luka. Berselang 18 tahun kemudian, yaitu pada 12 Juli 2000, terjadi gempa dengan magnitudo 5,4 dan 5,1 yang menyebabkan 1.900 rumah rusak berat.
“Yang kita pilih adalah skenario terburuk untuk antisipasi. Bahasa mudahnya adalah untuk mengingatkan kita untuk selalu siaga dengan gempa yang dua puluh tahunan ini,” kata Dwikorita.
Berdasarkan skenario antisipasi gempa bumi dengan sumber gempa bumi Cianjur sebagai sumber gempa saat ini, terdapat wilayah seluas kurang lebih 51,7 kilometer persegi yang direkomendasi untuk dihindari dari hunian masyarakat, meliputi sebagian wilayah dari 10 desa di wilayah Kecamatan Cugenang dan satu desa di kecamatan Pacet.
“Jadi ini juga direkomendasi dengan melihat tingkat kerusakan yang cukup parah di lapangan terutama selain karena jarak cukup dengan episenter juga karena kondisi topografinya yang miring dan tingkat kerusakan yang parah, juga dikontrol oleh kondisi tanah lunak, jadi inilah zona-zona yang direkomendasikan untuk dihindari dibangun kembali disitu,” paparnya.
Lebih jauh Dwikorita mengungkapkan dampak gempa yang sangat merusak di Sukabumi dan Cianjur diakibatkan sejumlah faktor diantaranya kedalaman pusat gempa yang dangkal, yaitu 11 kilometer, struktur bangunan yang tidak memenuhi standar aman gempa, dan lokasi permukiman yang berada pada tanah lunak/lepas dan perbukitan.
BMKG juga menyampaikan rekomendasi kelayakan lokasi pembangunan hunian tetap (huntap) berdasarkan skenario antisipasi gempabumi dengan sumber gempa Cianjur dengan periode ulang kurang lebih 20 tahunan di mana lokasi Huntap Sirnagalih dinilai cukup layak hunian dengan konstruksi bangunan tahan gempa. Untuk Huntap Murnisari dinilai layak hunian dengan konstruksi bangunan tahan gempa, sedangkan Huntap Cipendawa dinilai kondisi tanah tidak layak untuk konstruksi bangunan.
35 Ribu Rumah Rusak
Sekretaris Daerah Kabupaten Cianjur, Cecep Alamsyah, berbicara dalam Konferensi Pers Update Penanganan Gempa Bumi M 5,6 hari ke 13, Sabtu (3/12) menyampaikan dampak gempa menyebabkan kerugian berupa kerusakan 35.601 unit rumah yang terdiri atas 7.817 rumah rusak berat, 10.589 rusak sedang dan rusak ringan sebanyak 17.795 unit.
“Sementara infrastruktur yang rusak, fasilitas pendidikan atau sekolah sebanyak 518 itu yang sudah diverifikasi kemudian tempat ibadah 269 buah, fasilitas kesehatan 14 buah, dan gedung atau kantor 17,” kata Cecep Alamsyah. Ditambahkannya hingga hari itu jumlah korban jiwa tercatat sebanyak 334 jiwa dan 8 lainnya masih dinyatakan hilang. Ia mengusulkan perpanjangan masa operasi pencarian selama tiga hari lagi.
Dampak gempa meliputi 169 desa di 16 kecamatan juga menyebabkan 41.166 kepala keluarga atau 114.683 jiwa masih mengungsi di 494 titik lokasi pengungsian. Di antaranya terdapat 1.640 ibu hamil, lansia 7.453 jiwa dan 117 penyandang disabilitas. [yl/em]
Forum