Boeing telah mencapai kesepakatan dengan keluarga korban kecelakaan 737 MAX yang menewaskan 157 orang di Ethiopia, dan mengakui bertanggung jawab atas kecelakaan itu, menurut dokumen hukum yang diajukan di pengadilan Chicago pada Rabu (10/11).
"Boeing berkomitmen untuk memastikan bahwa semua keluarga yang kehilangan orang-orang terkasih dalam kecelakaan tersebut mendapat kompensasi penuh dan adil atas kehilangan mereka," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan yang disampaikan kepada AFP.
"Dengan menerima tanggung jawab, kesepakatan Boeing dengan keluarga memungkinkan para pihak untuk memfokuskan upaya mereka dalam menentukan kompensasi yang sesuai untuk setiap keluarga," kata raksasa kedirgantaraan itu.
Penerbangan 302 ke Nairobi, yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines, jatuh di tenggara Ibu Kota Addis Ababa enam menit setelah lepas landas pada 10 Maret 2019.
Kecelakaan itu mengakibatkan armada 737 MAX dikandangkan, dan menjadi krisis terburuk dalam sejarah pabrikan pesawat Amerika mengingat peristiwa nahas itu terjadi setelah 737 MAX yang dioperasikan oleh Lion Air jatuh di Indonesia pada Oktober 2018, menewaskan 189 orang.
Pengacara utama untuk keluarga korban memuji perjanjian itu sebagai "bersejarah" dan "tonggak penting bagi keluarga dalam mengejar keadilan terhadap Boeing."
"Kesepakatan ini akan memastikan mereka semua diperlakukan secara adil dan memenuhi syarat untuk mendapatkan ganti rugi penuh," kata pengacara Robert Clifford, Steven Marks dan Justin Green dalam sebuah pernyataan.
"Kami menyampaikan belasungkawa terdalam kami kepada keluarga mereka yang hilang di Lion Air Penerbangan 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302," kata Boeing.
"Sejak kecelakaan itu, Boeing telah membuat perubahan signifikan sebagai perusahaan, dan pada desain 737 MAX, untuk memastikan kecelakaan seperti itu tidak pernah terjadi lagi," tambahnya.
Pesawat 737 MAX, versi baru dari pesawat jarak menengah legendaris yang awalnya dirilis pada tahun 1967, merusak reputasi pabrikan pesawat dan menimbulkan kerugian sejumlah miliaran dolar.
Pesawat-pesawat itu tetap dilarang terbang selama 20 bulan sebelum akhirnya secara bertahap diizinkan terbang ke seluruh dunia sejak akhir 2020. Maskapai-maskapai di dunia telah membawa kembali lebih dari 200 pesawat jenis tersebut ke dalam armada mereka.
Sidang dijadwalkan berlangsung pada Selasa depan di Chicago untuk meratifikasi perjanjian awal ini. Kemudian, proses selanjutnya adalah mediasi, namun jika mediasi tersebut gagal mencapai kesepakatan, setiap keluarga akan dapat mengajukan kasus mereka ke juri untuk meminta ganti rugi, menurut hukum negara bagian Illinois, di mana Chicago berada.
Pada bulan Januari, Boeing setuju untuk membayar lebih dari $2,5 miliar untuk menyelesaikan tuntutan hukum tertentu. Raksasa penerbangan itu mengakui bahwa dua karyawannya telah menyesatkan FAA, regulator penerbangan di Amerika Serikat. [ah/rs]