Johnson & Johnson, Rabu (25/8) mengumumkan uji klinis menunjukkan suntikan kedua vaksin COVID-19 menghasilkan respon antibodi sembilan kali lebih tinggi daripada dosis pertama buatan perusahaan farmasi AS tersebut.
Dalam rilis berita, perusahaan itu mengatakan telah melakukan dua studi Fase 1/2a pada sejumlah individu yang divaksinasi sebelumnya dengan satu kali suntikan. Data sementara studi itu menunjukkan dosis suntikan penguat (booster) menghasilkan “lonjakan antibodi pengikat yang bertambah dengan cepat dan kuat. Vaksin penguat itu mengikat dan menetralisir virus yang menyerang.”
Perusahaan itu menguraikan peningkatan antibodi "sembilan kali lipat lebih tinggi dibandingkan 28 hari setelah vaksinasi satu dosis utama." Peningkatan yang signifikan itu tampak pada peserta uji klinis usia antara 18 dan 55 tahun, dan pada mereka yang berusia 65 tahun ke atas, yang menerima dosis booster yang lebih rendah.
“Uji klinis Fase 1/2a lebih kecil daripada Fase 3 yang dirancang untuk menunjukkan kemanjuran vaksin,” kata pernyataan perusahaan tersebut. Johnson & Johnson juga sedang mempelajari dua dosis vaksin yang sedang diujicobakan pada 30.000 orang dalam uji coba Fase 3, yang hasilnya belum dirilis.
Mathai Mammen, kepala penelitian global untuk Johnson & Johnson, menyampaikan bahwa perusahaan itu menyerahkan hasil studi tersebut ke Badan Pengawas Makanan dan Obat AS (FDA), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular AS (CDC), Badan Obat Eropa (EMA) dan otoritas kesehatan lainnya. Perusahaan itu berharap vaksin mereka bisa digunakan sebagai booster, delapan bulan atau lebih setelah vaksinasi pertama dengan dosis sekali suntik. [mg/ka]