Ada kecemasan yang meningkat mengenai bagaimana keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa akan berdampak pada kekuatan strategis Rusia di seluruh dunia, tapi juga belum jelas bagaimana hal itu akan mempengaruhi Rusia, karena dunia Barat sedang bergerak untuk mengekang agresi negara itu di Baltik dan Suriah.
Presiden Barack Obama mencoba meredakan kekhawatiran itu hari Selasa (28/6), dan memperingatkan supaya jangan ada "histeria" karena Brexit, dan juga jangan percaya bahwa Uni Eropa sedang berantakan, bahwa negara-negara anggotanya sedang menjauhi Amerika dalam isu-isu penting.
"Mereka justru harus bekerjasama dengan Amerika di Timur Tengah, dan untuk menghadapi Rusia yang agresif," kata pemimpin AS itu.
Obama menambahkan, ia tidak mengharapkan adanya "perubahan dahsyat" dan ia menunjuk pada pentingnya aliansi NATO dan kepentingan bersama AS - Eropa.
Namun para pengamat mengatakan, Brexit telah menguntungkan strategi Vladimir Putin yang lebih besar untuk Eropa, setelah menganeksasi Krimea pada tahun 2014 dan dukungannya yang berlanjut bagi separatis pro-Rusia di timur Ukraina.
Bulan Juni ini, Uni Eropa yang beranggotakan 28 negara memutuskan untuk memperpanjang enam bulan lagi sanksi ekonomi terhadap Rusia, karena gagal menindaklanjuti perjanjian Minsk untuk mengakhiri konflik di Ukraina. Sanksi-sanksi itu menargetkan sektor minyak, keuangan dan pertahanan Rusia.
AS dan Inggris tetap bersama-sama menerapkan sanksi terhadap Rusia, tetapi negara-negara Uni Eropa lainnya telah memperlunak posisi mereka.
Menteri Luar Negeri Jerman Frank Walter Steinmeier dan Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi mendukung dikuranginya sanksi-sanksi.
Pada bulan April, parlemen Perancis menyetujui resolusi tidak mengikat untuk mencabut sanksi-sanksi Uni Eropa terhadap Rusia. [ps/ii]