Polisi di Sri Lanka, pada Minggu (26/2), menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa yang marah atas keputusan penundaan pemilu lokal. Pemerintah mengatakan tidak mampu membiayai pemilu karena krisis ekonomi yang melumpuhkan negara itu.
Sekitar 15 orang dirawat karena mengalami luka ringan akibat insiden tersebut, menurut Rumah Sakit Nasional Kolombo.
Ribuan pendukung partai oposisi Kekuatan Rakyat Nasional mencoba berbaris menuju kawasan bisnis utama di wilayah ibu kota, Kolombo. Mereka mengabaikan peringatan polisi setelah perintah pengadilan melarang mereka memasuki daerah itu, yang meliputi kediaman presiden, kantor, dan beberapa gedung penting pemerintah.
Gejolak timbul akibat kekurangan parah bahan pangan, bahan bakar, gas untuk memasak, dan obat-obatan, setelah Sri Lanka bangkrut karena tidak dapat membayar utang luar negerinya. Presiden Sri Lanka yang baru, Ranil Wickremesinghe, merundingkan paket penyelamatan senilai $2,9 miliar selama empat tahun dengan Dana Moneter Internasional (IMF), tetapi paket tersebut hanya bisa diselesaikan jika kreditur Sri Lanka menjamin restrukturisasi utang.
Total utang luar negeri Sri Lanka melebihi $51 miliar, dan harus dilunasi $28 miliar pada 2027. India dan beberapa negara kreditur lainnya sejauh ini telah memberi jaminan yang memenuhi standar IMF, tetapi kesepakatan itu kini bergantung pada apakah China akan menyetujui restrukturisasi utang pada tingkat yang sama.
Kementerian Keuangan mengatakan tidak bisa mengalokasikan dana yang cukup untuk pemilihan 9 Maret untuk dewan kota dan desa, meskipun partai-partai politik telah mengajukan nominasi. Keputusan tersebut memaksa Komisi Pemilihan Umum untuk menunda pemilihan tanpa batas waktu yang ditentukan. [ka/rs]
Forum