Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo, mengatakan mereka yang mengungsi merupakan warga yang kehilangan tempat tinggal dan tempat usaha mereka. Kericuhan yang dipicu penembakan yang menewaskan seorang warga ini diwarnai aksi pembakaran truk, rumah, dan kios.
“Jadi ada 150 orang yang mengungsi ke Nabire. Mereka adalah masyarakat yang tinggal di kios yang terbakar. Jadi ada 39 kios,” kata Benny kepada VOA, Senin (23/1).
Menurut Benny, para warga itu mengungsi ke Nabire dengan menggunakan belasan truk yang dikawal aparat TNI-Polri.
“Karena mereka tempat tinggalnya di kios itu. Jadi kios itu sebagai tempat usaha juga sebagai tempat tinggal mereka. Karena kiosnya terbakar mereka tidak ada tempat penampungan. Saat itu juga situasinya belum kondusif jadi mereka sementara diungsikan ke Nabire dengan dikawal oleh TNI-Polri,” ungkapnya.
Benny menjelaskan, kericuhan yang memicu pengungsian itu berawal saat sejumlah warga di sekitar Kampung Gopouya melakukan pemalangan dan pemalakan terhadap kendaraan yang melintas. Saat itu beberapa di antara mereka dalam keadaan mabuk alkohol.
“Pemalangan itu menghentikan kendaraan yang melintas. Biasanya mereka minta-minta (uang),” jelasnya.
Sebuah truk yang mengangkut bahan konstruksi untuk pembangunan Gedung Olahraga (GOR) Paniai kebetulan melintasi kawasan itu. Truk yang dikawal personel polisi dari Polres Paniai itu pun dihentikan kelompok masyarakat tersebut.
“Karena terjadi pemalangan tersebut. Lalu, terjadi juga di situ (keributan). Pada saat itu tiba-tiba ada warga yang tergeletak, dan diduga terkena tembakan,” ungkap Benny.
Warga yang belakangan diidentifikasi bernama Yulianus Tebai, 30, ternyata tewas tertembak saat mencoba memalak truk yang dikawal polisi tersebut. Tewasnya Yulianus memicu amarah masyarakat setempat dan mendorong beberapa warga untuk membakar dua unit truk dan puluhan kios di Distrik Mapia.
“Itu memicu kemarahan masyarakat. Kemudian, mereka menyerang truk itu. Truk itu dibakar. Sopir dan anggota (polisi) langsung mengamankan diri di pos polisi terdekat. Aksi kemarahan itu berlanjut dengan pembakaran terhadap kios-kios yang ada di Distrik Mapia,” ujar Benny.
Namun, Benny belum bisa memastikan siapa pelaku penembakan terhadap warga tersebut karena penyelidikan masih berlangsung,
“Terkait dengan korban yang meninggal dunia Saat ini pelakunya masih dalam penyidikan Polda Papua. Jadi belum tahu siapa sebenarnya yang melakukan penembakan tersebut,” tandasnya.
Kini, situasi di Distrik Mapia telah kondusif. Polisi mengimbau masyarakat agar menahan diri dan menunggu hasil penyelidikan dari Polda Papua terkait kasus tersebut.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay, mengatakan terduga pelaku penembakan adalah personel dari Polrea Paniai yang mengawal truk pengangkut material. Dalam peristiwa itu, menurutnya, ada penyalahgunaan senjata api dan tindakan yang melanggar Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951.
“Kami meminta kepada kepolisian dalam hal ini Kapolda Papua untuk melakukan penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan senjata api,” ujarnya kepada VOA.
LBH Papua juga turut menyoroti adanya pelanggaran etik yang dilakukan oknum polisi saat peristiwa penembakan.
“Dua-duanya harus berjalan (proses hukumnya). Ini supaya ada efek jera bagi oknum polisi lainnya agar tidak melakukan aksi serupa,” kata Gobay.
Gobay mengimbau seluruh pihak, termasuk aparat keamanan, agar ke depannya tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
“Dilihat dari teori sebab akibat. Sebabnya dipicu atas penyalahgunaan senjata api yang berakibat pada tindakan kemarahan masyarakat,” ucapnya.
Bukan hanya itu, LBH Papua juga menyarankan agar pemerintah setempat memberikan ganti rugi kepada para warga yang kios dan tempat tinggal mereka dibakar.
“Kami minta kepada Penjabat (Pj) Gubernur Papua Tengah dan Pj Bupati Dogiyai untuk mendepankan penyelesaian secara keadilan restoratif dengan cara memberikan ganti rugi yang adil kepada masyarakat yang kiosnya dibakar,” pungkas Gobay. [aa/ab]
Forum