Tautan-tautan Akses

Buntut Ujaran Rasial, Tokoh Papua Coba Tenangkan Situasi


Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai (VOA/Fathiyah).
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai (VOA/Fathiyah).

Kasus ujaran rasial di media sosial baru-baru ini kembali menjadi sorotan. Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai di-bully karena mengkritisi vaksinasi Covid-19. Berbagai pihak mencoba menenangkan situasi agar tidak bergulir menjadi isu SARA yang sangat sensitif di Indonesia.

Kritik mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai terhadap program vaksinasi Covid-19 yang sedang digalakkan pemerintah berbuntut panjang. Ia di-bully banyak orang, termasuk Ketua Umum Relawan Pro Jokowi-Amin yang juga anggota Partai Hanura, Ambroncius Nababan, yang memposting foto Pigai bersama seekor gorila dengan pernyataan yang tidak senonoh.

Foto yang diposting di Facebook itu memicu kecaman luas. Ia dinilai memicu rasa kebencian dan permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Ambroncius dilaporkan ke Kepolisian Papua Barat, tetapi kemudian kasusnya ditarik ke Bareskrim Polri di Jakarta karena pelaku dinilai berada di Jakarta.

Buntut Ujaran Rasial, Tokoh Papua Coba Tenangkan Situasi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:43 0:00

Diwawancarai melalui telepon, tokoh adat Papua, Yanto Eluay, berupaya menenangkan situasi dengan mengatakan ujaran rasial yang disampaikan di media sosial itu semata-mata ditujukan pada Pigai, bukan ke seluruh warga Papua.

"Banyak reaksi di media sosial khususnya orang Papua bahwa ini seakan-akan ditujukan kepada orang Papua. Dalam konteks ini saya lihat pribadi antara seorang yang loyal terhadap presiden yang mendukung pemerintah dengan seseorang pribadi yang kebetulan dia orang Papua," kata Yanto kepada VOA, Rabu (27/1).

Ia menyerukan pada warga Papua untuk tidak menyikapi kasus ini secara berlebihan apalagi sampai melakukan tindakan anarkis dan menyalahi satu suku tertentu.

"Sebagai umat beragama kita menyikapi segala sesuatu dengan cara-cara yang baik. Cara-cara yang diajarkan oleh Tuhan," ujar Yanto.

Yanto juga mengimbau agar seluruh masyarakat Papua jangan mudah terprovokasi. Masyarakat Papua juga diminta untuk mempercayakan kasus ini kepada aparat kepolisian. "Kita semua harus tetap tenang ini negara hukum. Segala sesuatu yang terjadi ada aparat hukum yang menyelesaikannya dan jangan terprovokasi," imbaunya.

Ambroncius telah ditangkap dan ditahan di Rutan Bareskrim selama 20 hari sampai 15 Februari 2021. Ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada Natalius Pigai dan warga Papua; dan berharap klarifikasinya bisa menyelesaikan masalah.

Kepala Divisi Humas Polri Argo Yuwono, 6 Agustus 2020. (Foto: VOA)
Kepala Divisi Humas Polri Argo Yuwono, 6 Agustus 2020. (Foto: VOA)

Namun Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan Ambroncius telah dimintai keterangan. "Ya, harus (pemeriksaan) 24 jam, baru penahanan. Kita harus sesuai dengan penyidikan," katanya saat dihubungi VOA.

Dugaan ujaran rasialisme di media sosial bukan hanya dilakukan Ambroncius. Seorang guru besar di Universitas Sumatera Utara (USU), Yusuf Leonard Henuk juga diduga melakukan ujaran rasialisme melalui akun Twitter miliknya terhadap Natalius Pigai.

Namun, saat ini polisi belum melakukan pemeriksaan terhadap Henuk terkait dugaan ujaran rasialisme tersebut. Kuasa hukum Henuk, Rinto Maha menampik bahwa kliennya itu melakukan ujaran rasialisme melainkan hanya sebuah kritik. “Itu kritik kepada Natalius, tidak ada masalah rasialisme,” ujarnya.

Natalius Pigai menjadi korban dugaan ujaran rasialisme di media sosial setelah dirinya menyampaikan pendapatnya tentang vaksin Sinovac.

Anugrah Andriansyah melaporkan untuk VOA Washington. [aa/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG