Pemerintah Australia diperkirakan akan mengajukan "RUU Anti Teror" kepada Parlemen hari Kamis (4/7), melarang warga Australia yang menjadi "petempur asing" untuk bisa pulang. Pemerintah mengatakan UU itu perlu untuk melindungi Australia dari ekstrimisme. Tetapi para pengecam bersikukuh UU semacam itu melanggar hak warganegara.
RUU itu didasarkan pada UU di Inggris dan bertujuan mencegah warga negara Australia yang diduga bertempur untuk kelompok militan di luar negeri.
Para menteri mengatakan Australia membutuhkan wewenang baru untuk mencegah mereka pulang membawa ideologi berbahaya sebelum pihak berwenang siap untuk menangani mereka. Di bawah RUU yang diusulkan itu, mereka dapat dilarang pulang sampai dua tahun.
Menteri dalam negeri Peter Dutton mengatakan, "Orang ini mau menyakiti kita. Bagi kita, kita sekarang berurusan dengan orang yang sudah memiliki ketrampilan merakit bom, sudah bekerja dengan negara Islam ISIS dan berhak untuk pulang ke negeri kita. Kita harus melindungi warga kita."
Namun para pengecam berpendapat, RUU itu tidak konstitusional. Menurut mereka, Law Council of Australia menjelaskan bahwa semua warganegara mempunyai hak hukum untuk pulang tanpa memerlukan izin dari pemerintah.
Helen Irving, profesor ilmu hukum di Universitas Sydney berpendapat rencana untuk mengeluarkan petempur asing itu harus dibatalkan.
Helen mengatakan, "Semua warganegara Australia mempunyai hak konstitusional untuk pulang ke Australia tanpa harus minta izin atau clearance dari pemerintah. Itulah ciri kewarganegaraan Australia."
Pekan ini dua pria dituduh berencana melancarkan serangan teror terhadap beberapa sasaran di Sydney.
Penyelidik menjelaskan, kedua pria itu – Radwan Dakkak dan Isaak El Matari -- keduanya umur awal 20 tahunan terpengaruh oleh kelompok negara Islam (ISIS). Matari juga punya rencana pergi ke Afghanistan untuk bergabung dengan kelompok ekstremis. Mereka ditangkap dalam penggerebekan yang terkoordinasi di Sydney hari Selasa (2/7).
Yang berwenang mengatakan, itu merupakan rencana teror ke-16 terbesar yang berhasil dipatahkan di Australia sejak tahun 2014. (al/jm)