Pemandangan yang tak seperti biasanya terlihat di berbagai kota di Spanyol. Jalan-jalan lengang hari Senin (16/3), hari kerja pertama setelah lockdown nasional diberlakukan.
Kebijakan lockdown itu diberlakukan di seluruh Spanyol sejak Sabtu malam (14/3) untuk selama sedikitnya dua minggu ke depan, sementara negara itu berjuang untuk mengendalikan penyebaran virus corona. Aturan ini membatasi pergerakan penduduk Spanyol yang berjumlah 46 juta orang.
Alvrie Manangka, diaspora Indonesia yang tinggal di kota Piedras Blancas, di provinsi Asturias mengatakan kepada VOA Minggu (15/3) bahwa warga hanya diperbolehkan keluar rumah seperlunya saja.
"Untuk belanja ke supermarket kita masih diperbolehkan atau pergi ke farmasi dan untuk membantu elderly women atau membantu minor seperti anak kecil yang perlu bantuan, itu masih diperbolehkan,dan pergi ke petrol station, untuk bekerja, itu masih dibolehkan tetapi untuk pergi ke bar, restoran, ke tempat leisure itu semua sekarang sudah diberhentikan," kata Alvrie.
Restoran tempat Alvrie bekerja sebagai chef ikut terkena dampaknya.
"Yang kerja di hospitality industry seperti saya sebagai chef, kita mau ngga mau harus ikuti peraturan dimana restaurant industry akan tutup selama 15 hari untuk situasi seperti ini, jadi ya kita mesti siap-siap, semua reservasi ya pasti akan dicancel, mau ngga mau kita harus siap-siap, bersihkan restoran."
Kegiatan lain seperti sekolah dan kuliah sudah diliburkan sejak sebelum lockdown selama sedikitnya dua minggu ke depan. Sebagian kampus menerapkan kuliah jarak jauh, seperti dijelaskan Brimoresa Wahyu Dhoran Dhoro, mahasiswa Indonesia di ESEI Internastional Business School di kota Barcelona.
"Untuk kampus sendiri tergantung lagi dari kampus masing-masing. Di kampus saya sendiri diberlakukan online classes untuk perkuliahan jadi kita tetap masuk kuliah tapi secara online," ujar Brimoresa yang biasa dipanggil Resa.
Ada sekitar 70an mahasiswa Indonesia di Spanyol, menurut Perhimpunan Pelajar Indonesia di Spanyol. Resa, yang menjabat sebagai Wakil Ketua PPI Spanyol, mengatakan kepada VOA Minggu (15/3) sebagian mahasiswa Indonesia yang khawatir, memutuskan pulang ke Indonesia.
"Jadinya masyarakat terutama mahasiswa sendiri merasa ketakutan khawatir gitukan akan masalah ini jadi sebagian dari mereka sudah pulang namun banyak dari mereka juga akhirnya tetap menetap di sini yang penting kita waspada dan selalu ikutin aturan dari pemerintah di sini," imbuh Brimoresa.
Selain dari pemerintah setempat, anjuran juga disampaikan oleh KBRI Madrid. Lewat surat edaran yang dirilis Minggu (15/3), KBRI menganjurkan beberapa hal, termasuk agar warga memiliki persediaan makanan dan obat-obatan secukupnya, serta menghimbau WNI yang sedang berlibur di Spanyol untuk "secepatnya kembali ke tanah air mengingat semua obyek pariwisata dan rumah makan ditutup." Menurut KBRI, ada sekitar 1.468 WNI di Spanyol.
Para pejabat Spanyol Senin (16/3) mengatakan "jelas" bahwa status darurat yang telah melumpuhkan sebagian besar negara itu akan diperpanjang menjadi lebih dari 15 hari.
Di tengah kekhawatiran, ketakutan serta ketidakpastian, sebagian warga Spanyol menemukan cara untuk tetap bersikap positif. Banyak di antara mereka bertepuk tangan atau menyerukan semangat dari balkon atau jendela rumah. Seperti yang dialami Resa di Barcelona dan Alvrie di Piedras Blancas.
"Masyarakat keluar dari rumahnya, maksudnya di balkon mereka atau buka kaca mereka dan mereka bertepuk tangan jam 10 malam sebagai tanda terima kasih mereka kepada pekerja-pekerja yang melawan kasus COVID ini," tukas Resa.
"Di Spanyol ini mereka meneriakkan terima kasih untuk dokter dan perawatdan semua tim medikal. Jadi moodnya mereka sangat positif, mereka ingin semua masalah ini selesai lah," ujar Alvrie.
Dan itu pula yang menjadi harapan semua warga Spanyol dan warga lain di seluruh dunia yang terkena dampak virus corona. [vm/pp]