Tautan-tautan Akses

Catatan HAM China Dalam Pengawasan PBB


Aktivis Tibet dan Uyghur menggelar protes di luar kantor PBB di Jenewa, Swiss, pada 23 Januari 2024, saat peninjauan catatan HAM China berlangsung di dalam kantor tersebut. (Foto: AFP/Fabrice Coffrini)
Aktivis Tibet dan Uyghur menggelar protes di luar kantor PBB di Jenewa, Swiss, pada 23 Januari 2024, saat peninjauan catatan HAM China berlangsung di dalam kantor tersebut. (Foto: AFP/Fabrice Coffrini)

Catatan hak asasi manusia (HAM) China menjadi fokus pemeriksaan ketat yang dilakukan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Selasa (23/1), di mana Beijing menghadapi kritik dari masyarakat demokrasi Barat terkait perlakuan China terhadap warga Uyghur, Tibet dan para pembangkang di Hong Kong.

Pertemuan pada hari Selasa itu menandai keempat kalinya catatan HAM China diperiksa dalam Tinjauan Berkala Universal Dewan HAM PBB dan merupakan yang pertama sejak Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, merilis laporan tentang perlakuan China terhadap Uyghur dan sejumlah warga Muslim Turki di wilayah barat negara tersebut, Xinjiang.

Laporan tersebut, yang diterbitkan beberapa saat sebelum Bachelet meninggalkan jabatannya pada 1 September 2022, menuduh China telah "melakukan pelanggaran HAM yang serius" terhadap warga Uyghur yang mungkin setara dengan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan, sebuah dugaan yang kerap ditolak oleh China.

"Kami berupaya menghadirkan kehidupan yang lebih baik untuk semua orang. China melihat aspirasi warga untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik sebagai fokus dari upaya kami," ujar Chen Xu, utusan tetap China untuk PBB di Jenewa dan ketua dari 60 delegasi China.

"Tidak ada warga yang tertinggal di saat China membangun negara modern sosialis dalam semua bidang. Para warga dari semua etnis [hidup] setara dan terikat seperti biji delima yang bekerja sama untuk mencapai kemakmuran dan pembangunan serta kehidupan yang lebih baik bagi semua pihak," tambahnya.

Delegasi China juga menepis kritik internasional terhadap tindakan keras pemerintah terhadap partai-partai pro-demokrasi di Hong Kong sejak mengambil alih wilayah tersebut.

"Sejak berdirinya wilayah administratif khusus Hong Kong pada 1997, prinsip satu negara, dua sistem telah menjadi landasan bagi kemakmuran dan stabilitas kami," ujar Kepala Sekretaris Administrasi Hong Kong, Chan Kwak-ki Eric.

Ia menuduh aktivis pro-demokrasi di Hong Kong bertindak brutal dan menimbulkan kekisruhan. "Dengan penerapan undang-undang keamanan nasional, masa-masa kekacauan dan ketakutan sosial telah berakhir. Stabilitas serta hukum dan ketertiban telah dipulihkan, dan kota kami kembali ke jalurnya."

Setiap negara berada di bawah pengawasan Dewan HAM setiap lima tahun sekali. Ini adalah tinjauan pertama terhadap China sejak 2018. Negara-negara demokrasi Barat yang menghadiri konferensi itu memandang skeptis laporan cemerlang China tentang pencapaian atas nama rakyatnya. [ps/jm/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG