Suatu laporan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyatakan kunjungan ke ruang gawat darurat karena penyakit-penyakit bukan disebabkan oleh virus corona menurun pada April lalu, pada puncak pandemi.
CDC, Rabu (3/6) merilis analisis yang menyatakan penurunan terjadi paling banyak di kalangan anak-anak usia 14 tahun ke bawah, perempuan dan mereka yang tinggal di bagian timur laut AS. CDC mencatat penurunan tajam dalam jumlah mereka yang mencari perawatan darurat untuk nyeri dada, termasuk serangan jantung, serta penurunan di kalangan anak-anak yang membutuhkan bantuan untuk kondisi seperti asma.
AS mencatat jumlah kasus Covid-19 terkonfirmasi terbanyak di dunia dengan lebih dari 1,8 juta kasus, dengan kematian mencapai 107.175.
Surat kabar "The New York Times" melaporkan pemerintahan Trump telah memilih lima perusahaan, sebagai kandidat yang kemungkinan besar akan menghasilkan vaksin virus corona.
Perusahaan-perusahaan yang telah diidentifikasi itu adalah Moderna yang berbasis di Massachusetts, AstraZeneca, yang bermitra dengan Oxford University serta perusahaan farmasi raksasa Johnson & Johnson, Merck dan Pfizer.
The Times mengutip seorang pejabat pemerintah yang mengatakan Gedung Putih akan mengumumkan keputusannya dalam beberapa pekan mendatang.
Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka AS dan kepala Institut Nasional bagi Alergi dan Penyakit-penyakit Menular, mengatakan kepada Journal of the American Medical Association (JAMA), Selasa (2/6) bahwa ia optimistis namun berhati-hati bahwa para ilmuwan akan menghasilkan vaksin yang efektif pada awal 2021. Ia mengatakan ia berharap ada akan ratusan juta dosis vaksin. Tetapi, lanjutnya, “tidak ada jaminan untuk itu.” Perlu waktu berbulan-bulan, tegas Fauci, sebelum peneliti menemukan apakah suatu vaksin ampuh.
Fauci juga memperingatkan bahwa vaksin baru mungkin tidak memberi kekebalan jangka panjang terhadap Covid-19.
Sementara itu, para peneliti di University of Minnesota menyatakan hidroksiklorokuin (HHQ), yang digembar-gemborkan Presiden Donald Trump sebagai obat ampuh untuk Covid-19, tidak membuat jatuh sakit pada orang yang sehat yang terpapar virus itu.
Laporan dalam "The New England Journal of Medicine" menyatakan obat itu tidak lebih efektif daripada plasebo dalam uji klinis.
Para ilmuwan telah melakukan tes terhadap 800 orang yang kontak dengan seseorang yang terjangkit virus corona.
Hidroksiklorokuin (HHQ) adalah obat malaria, yang dipuji-puji Trump dalam perang melawan Covid-19. Ia mengklaim minum obat itu.
Tetapi sebagian dokter menyatakan obat itu dapat memiliki efek samping berbahaya, termasuk gangguan detak jantung bahkan kematian.
Organisasi Kesehatan Dunia telah menghentikan penggunaan hidroksiklorokuin dalam berbagai tes untuk mengobati pasien virus corona. Prancis telah melarang sama sekali penggunaan obat tersebut. [uh/ab]