Sarungisasi atau tindakan membungkus buah Kakao menjadi metode yang dapat diterapkan petani Kakao menghadapi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya Hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Sarungisasi dilakukan dengan membungkus bakal buah kakao yang baru berdiameter 7 hingga 9 cm dengan plastik, sehingga hama PBK tidak dapat meletakkan telur pada kulit buah Kakao.
Pada 2017, dampak dari serangan OPT menyebabkan produktifitas Kakao secara nasional rata-rata hanya 0,8 ton per hektar dari potensi yang dapat dicapai yaitu 2.5 ton per hektar, kata Dudi Gunadi, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian, disela-sela kegiatan pencanangan Gerakan Pengendalian OPT Kakao di Sulawesi Tengah yang di gelar di Desa Lape, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso pada Selasa (3/7/2018).
Dikatakannya, melalui gerakan itu diharapkan para petani dapat bergerak secara terpadu dan bersama-sama melakukan pengendalian serangan hama penyakit pada tanaman Kakao.
“Target kegiatan ini sebetulnya mencoba mendorong petani memiliki kemampuan secara mandiri untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanamannya, terutama tanaman Kakao. Diharapkan kegiatan ini akan mendorong petani untuk bekerja sama melakukan pengendalian secara bersama-sama, berulang-ulang dan seluas-luasnya,” kata Dudi.
Organisme Penganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktifitas, produksi dan mutu komoditas perkebunan di Indonesia. Pada2016, serangan Organisme Penganggu Tanaman pada komoditi utama perkebunan sekitar 3,83 juta hektar dengan nilai kerugian hasil diperkirakan sekitar 1.087 triliun rupiah.
“Kalau sekarang misalnya rata-rata antara sekitar 35 persen serangan PBK (Penggerek Buah Kakao) ini, kalau produktifitas itu bisa 1 ton, artinya dari 1 ton kita kehilangan sekitar 350 kilogram. Kalau 350 kilogram kalau 30 ribu (per kilogram), sekitar 1 juta-an kita hilang,” papar Dudi.
Maman Susanto (45) Ketua Kelompok Tani Bunga Coklat asal desa Lape, Kecamatan Poso Pesisir mengakui diperlukan gerakan secara bersama-sama oleh para petani di Poso untuk melakukan upaya sarungisasi buah kakao untuk menekan serangan hama PBK. Situasi yang masih terjadi kini adalah masih banyak lokasi perkebunan kakao yang dibiarkan terbengkalai sehingga penggerek buah kakao tetap ada dan ikut mengancam perkebunan kakao yang terawat.
“Separuh lebih. Pengaruh pak, pengaruh kepada (perkebunan) lainnya, pengaruh sekali itu. Apalagi yang satu dirawat, yang sebelah tidak, tetap juga tidak lari-lari itu barang (PBK) itu,” kata Maman Susanto.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah, Nahyun Biantong, menjelaskan metode sarungisasi merupakan metode yang lebih efektif dalam pencegahan hama PBK pada tanaman Kakao dengan tingkat keberhasilan produksi minimal mencapai 90 persen.
Disisi yang lain metode ini memberikan keuntungan mengurangi ketergantungan petani pada penggunaan obat-obatan secara kimiawi, serta lebih hemat dari sisi produksi.
“Kegiatan gerakan pengendalian OTP Kakao dilaksanakan sebagai upaya untuk menurunkan tingkat serangan hama penggerek buah Kakao (PBK), penyakit busuk buah dan lain-lain, yang hingga saat ini belum bisa tuntas diatasi petani,” kata Nahyun Biantong menjelaskan.
Gerakan Pengendalian OPT Kakao oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah ini dilaksanakan melalui pembiayaan yang bersumber dari dana APBN Tugas Pembantuan 2018 seluas 1.000 hektar dengan lokasi sasaran 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Poso seluas 600 hektar, Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten sigi dengan luas masing masing-masing 200 hektar.
Sub Sektor Perkebunan Perkebunan di Sulawesi Tengah memiliki lahan Kakao terluas ditingkat nasional, tercatat pada 2016 seluas 289.194 hektar dengan produksi sebesar 168.734 ton.