Meskipun jumlah kasus baru, pasien rawat inap dan korban meninggal akibat pandemi virus corona di Indonesia terus menurun, pemerintah tetap tidak lengah. Dalam media briefing yang digelar di Jakarta secara hybrid, Selasa (12/10), Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib mengatakan pemerintah telah memvaksinasi vaksin COVID-19 pada ratusan pengungsi di beberapa daerah.
"Minggu lalu juga telah dilakukan pelaksanaan vaksin untuk para pengungsi (warga negara asing) di Jakarta. Ada sekitar 600 pengungsi yang telah divaksinasi. Targetnya adalah seribu orang pengungsi di sekitar Jakarta," kata Achsanul.
Ditambahkannya, vaksinasi serupa sebelumnya telah dilakukan pada pengungsi asing di Kupang, Aceh Timur dan Pekanbaru
Menurut Achsanul, pada prinsipnya program vaksinasi COVID-19 pada para pengungsi asing dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan kekebalan komunitas. Dalam upaya ini pemerintah bekerjasama dengan UNHCR (Komisi Tinggi PBB Urusan pengungsi) dan IOM (Organisasi Migrasi Internasional) mengingat para pengungsi memiliki nomor identitas lima digit yang tidak bisa dimasukkan dalam aplikasi Peduli Lindungi, sebagaimana warga Indonesia yang memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Padahal kontrol terhadap orang yang sudah divaksin dilakukan secara nasional. Oleh karena itu muncul wacana untuk menambah nomor identitas para pengungsi itu dengan angka 0 hingga genap 16 digit.
"Kaitan dengan teknis ini juga adalah kita ingin memastikan bagaimana agar mereka (pengungsi asing) tetap dapat divaksin tanpa menganggu APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Karena APBN berdasarkan undang-undang itu kan untuk warga negara Indonesia. Karena mereka (pengungsi asing) warga negara asing yang non-kategori. Artinya masih dalam status tidak berkewarganegaraan, dalam pengawasan UNHCR dan sebagainya," ujar Achsanul.
Vaksin Gotong Royong adalah salah satu jalan keluar vaksinasi pengungsi asing, yang sudah diberikan pada pengungsi di Jakarta pada 7-8 Oktober lalu. Vaksinasi dosis kedua akan diberikan akhir bulan ini.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor Amin Subandrio menjelaskan untuk mengatasi pandemi COVID-19 dibutuhkan kekebalan komunitas yang seluas-luasnya, tidak hanya di satu negara tertentu tapi seluruh dunia.
"Pengendalian pandemi ini di seluruh dunia, nggak bisa hanya dikendalikan satu negara saja. Pandemi baru bisa dianggap selesai kalau seluruh negara atau sebagian besar negara itu sudah bisa menekan jumlah kasusnya," tutur Amin.
Mengenai vaksin Merah Putih, Amin menyebutkan pengembangan vaksin COVID-19 yang dikembangkan Universitas Airlangga diklaim bisa memperoleh izin penggunaan darurat pada kuartal pertama atau kedua tahun depan. Sedangkan yang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman mungkin sedikit lebih lambat tapi tetap 2022.
Amin berharap setelah diproduksi nanti, vaksin Merah Putih dapat memenuhi setidak 50 persen dari kebutuhan vaksin COVID-19 di Indonesia.
Ditambahkannya, kapasitas produksi maksimum vaksin Bio Farma bisa mencapai 250 juta dosis per tahun. Dia berharap ada lembaga farmasi lainnya yang bisa memproduksi vaksin COVID-19 sehingga total produksi dapat mencapai 400 juta dosis setiap tahun.
Menurut Amin, vaksin Merah Putih nantinya akan dipakai untuk vaksinasi dosis ketiga atau vaksinasi dosis pertama dan kedua bagi warga Indonesia yang belum memperoleh vaksinasi. [fw/em]