Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: China Tolak Seruan PBB untuk Selidiki Pelanggaran HAM di Xinjiang


FILE - Menara penjaga terlihat di sepanjang tembok perimeter Pusat Penahanan No. 3 Urumqi di Dabancheng di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China barat, 23 April 2021.
FILE - Menara penjaga terlihat di sepanjang tembok perimeter Pusat Penahanan No. 3 Urumqi di Dabancheng di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China barat, 23 April 2021.
Lin Jian

Lin Jian

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China

“Orang-orang dari semua kelompok etnis di China mendapat perlakuan setara dan hak serta kepentingan mereka yang sah dilindungi sepenuhnya. Xinjiang kini menikmati stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi, dan orang-orang di sana hidup bahagia. Xinjiang berada pada titik terbaiknya dalam sejarah di mana orang-orang dari semua kelompok etnis bekerja sama untuk kehidupan yang lebih baik.”

Salah

Pada tanggal 27 Agustus, kepala hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa Volker Turk kembali menyerukan agar Beijing memperkuat perlindungan terhadap kaum minoritas di wilayah Xinjiang, China barat laut, dan menyelidiki sepenuhnya "dugaan berbagai pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penyiksaan."

Seruan tersebut muncul hampir dua tahun setelah Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) merilis sebuah laporan, yang menemukan bahwa perlakuan Beijing terhadap etnis Uighur dan kaum minoritas Muslim lainnya di China "dapat merupakan kejahatan internasional," khususnya "kejahatan terhadap kemanusiaan."

Sebagai tanggapan, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan China siap untuk melakukan "pertukaran (informasi) konstruktif" dengan OHCHR, tetapi memperingatkan (kantor HAM PBB itu) untuk "menahan diri agar (laporannya) tidak dimanfaatkan oleh kekuatan politik yang bertujuan untuk membendung dan menjelek-jelekkan China."

Lin kemudian mengulangi pokok bahasan propaganda China yang sudah basi bahwa orang-orang di Xinjiang (saat ini) menikmati tingkat kebahagiaan dan kemakmuran yang bersejarah.

"Warga dari semua kelompok etnis di China (diperlakukan) setara dan hak serta kepentingan mereka yang sah dilindungi sepenuhnya," kata Lin. "Xinjiang saat ini menikmati stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi, dan orang-orang di sana menjalani kehidupan yang bahagia."

(Klaim) itu salah.

Meskipun China telah menginvestasikan miliaran dolar untuk mengembangkan Xinjiang yang kaya sumber daya dan mengubahnya menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, upaya tersebut telah dibarengi dengan pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

Banyak bukti menunjukkan bahwa otoritas China telah menjadikan warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang sebagai sasaran penahanan massal, sterilisasi paksa, penyiksaan, kekerasan seksual, kerja paksa, penindasan agama, dan bentuk-bentuk penghapusan (identitas) budaya lainnya.

Inti dari sistem represif ini adalah kamp-kamp interniran Beijing, tempat pemerintah menahan sekitar 1,8 juta orang di Xinjiang.

China menggambarkan fasilitas penahanan tersebut sebagai pusat pelatihan kejuruan yang bertujuan untuk memberantas kemiskinan dan ekstremisme.

Namun, anggota parlemen AS telah membagikan banyak dokumentasi bahwa otoritas China menggunakan kamp-kamp tersebut untuk menjadikan tahanan sebagai sasaran "kerja paksa, penyiksaan, indoktrinasi politik, dan pelanggaran hak asasi manusia berat lainnya."

China mengklaim telah menutup fasilitas tersebut setelah orang-orang yang melewatinya berhasil mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Pada bulan April 2021, Australian Strategic Policy Institute (ASPI) mengidentifikasi 385 lokasi penahanan melalui proses selama bertahun-tahun menggunakan citra satelit, kontrak konstruksi, dokumen pemerintah, dan kesaksian saksi mata.

Lebih jauh, ASPI mengatakan bahwa China telah membangun atau memperluas 385 fasilitas tersebut antara tahun 2017 dan 2021.

Ada bukti bahwa otoritas telah menutup beberapa fasilitas tersebut, meskipun kontrol ketat Beijing terhadap media dan kurangnya transparansi pemerintah mempersulit upaya verifikasi.

Untuk memverifikasi klaim ASPI, tim Agence France-Presse (AFP) mendatangi 26 dari 385 lokasi yang terdokumentasi.

Dalam laporan mereka, yang diterbitkan pada September 2023, AFP mengatakan 10 dari 26 lokasi "tampak beroperasi," tetapi pihak berwenang tidak memberi mereka akses, sehingga menggagalkan upaya untuk "mengidentifikasi siapa pun yang tidak diragukan lagi dipenjara."

Kru berita internasional yang berupaya melaporkan kejadian di Xinjiang telah berulang kali menghadapi hambatan.

Yang semakin mempersulit upaya verifikasi, China secara rutin menargetkan anggota keluarga aktivis Uighur yang menentang pelanggaran hak asasi manusia.

Pada bulan Agustus, Tahir Imin, seorang aktivis Uighur yang berbasis di AS, mengatakan kepada VOA bahwa pihak berwenang telah mengadili enam mantan rekan bisnisnya, dan 28 anggota keluarganya, karena "hubungan" mereka dengannya.

Pada bulan Juni, seorang pakar hak asasi manusia PBB mengatakan bahwa China telah menahan Gulshan Abbas, seorang dokter Uighur di Xinjiang, enam hari setelah saudara perempuannya mengkritik penganiayaan terhadap orang Uighur di sebuah acara di Washington D.C.

Pakar PBB tersebut mengatakan pemerintah China menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Abbas atas tuduhan tidak berdasar terkait terorisme sebagai balasan atas aktivisme saudara perempuannya.

Enam wartawan Uighur dari Radio Free Asia, organisasi saudara VOA, menyatakan puluhan anggota keluarga mereka telah ditahan dan dikirim ke kamp "untuk alasan yang tidak jelas."

"Penolakan terang-terangan Beijing untuk menangani kejahatan yang terdokumentasi dengan baik di Xinjiang bukanlah hal yang mengejutkan, tetapi menunjukkan perlunya tindak lanjut yang kuat dari kepala hak asasi manusia PBB dan negara-negara anggota PBB," kata Maya Wang, direktur asosiasi China di organisai HAM Human Rights Watch.

XS
SM
MD
LG