Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: Iran Berupaya Akui Kemenangan Maduro pada Pilpres Venezuela yang Disengketakan


Para pengunjuk rasa berdemonstrasi menentang pengesahan Komisi Pemilihan Umum Venezuela atas terpilihnya kembali Presiden Nicolas Maduro di Caracas, 30 Juli 2024, dua hari setelah Pilpres Venezuela.
Para pengunjuk rasa berdemonstrasi menentang pengesahan Komisi Pemilihan Umum Venezuela atas terpilihnya kembali Presiden Nicolas Maduro di Caracas, 30 Juli 2024, dua hari setelah Pilpres Venezuela.
Aziz Nasirzadeh

Aziz Nasirzadeh

Menteri Pertahanan Iran

“Republik Islam Iran pasti akan terus mendukung pemerintahan sah dan legal Presiden Maduro dengan seluruh kekuatannya, sebagaimana yang telah dilakukan (Teheran) di masa lalu.”

Sumber: Press TV Iran, 18 September 2024
Menyesatkan

Iran, bersama sekutu otoriternya, China, Kuba, dan Rusia, terus mendukung pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro pasca terpilih kembali dalam pemilihan presiden yang disengketakan akhir Juli lali.

Pada tanggal 18 September, Menteri Transportasi Venezuela Ramón Blázquez bertemu dengan pejabat Iran di Teheran untuk memperdalam kerja sama bilateral dan menangkis berbagai tuduhan yang dapat dipercaya bahwa pemilihan tersebut dicurangi dengan mempromosikan teori konspirasi anti-Barat.

Mengacu pada tuduhan yang tidak berdasar bahwa Badan Intelijen Pusat AS berkonspirasi untuk membunuh Maduro, Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh mengatakan "konspirasi semacam itu akan gagal" jika pemerintah Venezuela dan rakyatnya tetap bersatu dan angkatan bersenjatanya waspada.

Nasirzadeh selanjutnya berusaha melegitimasi terpilihnya kembali Maduro untuk masa jabatan ketiga selama enam tahun.

“Perubahan pemerintahan tidak mengubah kebijakan dan pendekatan keseluruhan Republik Islam Iran terhadap Venezuela. Republik Islam Iran tentu akan terus mendukung pemerintahan sah dan legal Presiden Maduro dengan segenap kekuatannya, sebagaimana yang telah dilakukan (Teheran) di masa lalu,” kata Nasirzadeh.

Klaim Nasirzadeh bahwa pemerintahan Maduro adalah "legal dan sah" adalah menyesatkan.

Oposisi Venezuela telah memberikan banyak bukti bahwa kandidat mereka, Edmundo Gonzalez dari Unitary Platform, memenangkan pemilihan pada 28 Juli dengan selisih suara yang cukup besar.

VOA sebelumnya telah melaporkan tentang bagaimana perlindungan transparansi di tempat pemungutan suara memungkinkan oposisi untuk mengumpulkan bukti yang dapat diverifikasi bahwa Gonzalez telah memenangkan pemilihan.

Pihak oposisi memperoleh 83,5% dari penghitungan suara di tingkat daerah pemilihan, yang menunjukkan Gonzalez memperoleh 67% suara, sementara Maduro memperoleh 30%. Bahkan jika Maduro memperoleh seluruh sisa 16,5% suara, ia tidak dapat mengejar ketertinggalan perolehan suara (defisit) dari lawannya.

Hasil exit poll (jajak pendapat di TPS-TPS) independen yang dilakukan oleh pemantau pemilu domestik dan internasional menunjukkan bahwa Gonzalez menang dengan margin yang sama.

Namun, Maduro mengklaim bahwa catatan (hasil perhitungan) pemungutan suara, yang dipublikasikan secara daring oleh pihak oposisi, telah dipalsukan.

Pejabat Dewan Pemilihan Nasional yang berpihak pada Maduro terus mengklaim tanpa bukti bahwa kelompok peretas pro-Gonzalez telah merusak data tersebut.

Namun, para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memantau proses pemilu di Venezuela mengatakan bahwa mereka telah meninjau "contoh kecil dokumen yang saat ini berada dalam domain publik [termasuk yang diunggah daring oleh pihak oposisi]," dan menyimpulkan bahwa dokumen-dokumen tersebut "memperlihatkan semua fitur keamanan dari protokol hasil asli."

"Periode pra-pemilu ditandai oleh pembatasan berkelanjutan terhadap ruang sipil dan politik," panel PBB melaporkan. “Kampanye pemerintah mendominasi media milik negara, dengan akses yang sangat terbatas bagi kandidat oposisi.”

Otoritas pemilu Venezuela “tidak memenuhi standar transparansi dan integritas dasar yang penting untuk menyelenggarakan pemilu yang kredibel,” kata sebuah laporan PBB.

Lembar penghitungan suara yang disusun oleh oposisi dilaporkan berisi kode QR yang dapat dibaca, yang mengidentifikasi negara bagian dan tempat pemungutan suara tempat pemungutan suara dilakukan, beserta jumlah suara yang diterima masing-masing partai dan kandidat.

Dengan demikian, informasi yang diberikan oleh oposisi dapat divalidasi jika otoritas merilis penghitungan suara terperinci.

AS, Brazil, Kolombia, dan Meksiko, bersama dengan pemantau pemilu independen, meminta otoritas Venezuela untuk merilis hasil resmi tingkat daerah pemilihan yang ditabulasi tersebut untuk diaudit secara independen.

Namun, Maduro mengabaikan seruan untuk audit independen dan malah meminta Mahkamah Agung yang berpihak pada pemerintah untuk meninjau hasil pemungutan suara. Pada tanggal 23 Agustus, pengadilan mengonfirmasi kemenangan Maduro yang disengketakan.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa "putusan itu tidak memiliki kredibilitas" mengingat "bukti yang sangat kuat" bahwa Gonzalez dari pihak oposisi telah "memperoleh suara terbanyak." Puluhan negara menolak mengakui keabsahan pemilihan kembali Maduro.

Pada tanggal 19 September, hasil voting Parlemen Eropa memutuskan untuk mengakui González sebagai Presiden Venezuela yang sah dan terpilih secara demokratis.

Maduro menanggapi kritik bahwa pemilihan umum telah dicurangi dengan menindak keras demonstrasi yang menentang pemilihan ulangnya yang diperebutkan. Pasukan keamanannya telah menangkap lebih dari 2.000 orang, dan lebih dari dua lusin orang tewas dalam protes tersebut. Pemerintah juga telah mulai menganiaya oposisi politik, memaksa mereka bersembunyi atau mengasingkan diri.

Mahkamah Agung melarang tokoh oposisi Maria Corina Machado untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Gonzalez, yang telah menerima suaka di Spanyol, hanya mencalonkan diri setelah otoritas Venezuela mencegah calon pengganti Machado lainnya, Corina Yoris, untuk mendaftarkan pencalonannya.

Gonzalez mengklaim bahwa sekutu-sekutu Maduro telah memaksanya untuk menandatangani surat yang mengakui kemenangan Maduro, katanya saat berlindung di kedutaan besar Spanyol di Caracas.

Seperti terhadap tokoh-tokoh oposisi lainnya, pemerintah Venezuela kemudian menggunakan sistem peradilan pidana untuk menargetkan Gonzalez, dengan menuduhnya melakukan konspirasi dan kejahatan lainnya.

Pada tanggal 20 September, Argentina, Kanada, Chili, Ekuador, Guatemala, Paraguay, dan Uruguay meminta Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelidiki "pelanggaran berat" hak asasi manusia di Venezuela setelah pemilihan umum.

XS
SM
MD
LG