Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: Mantan Pemimpin Hamas Beri Klaim Palsu dengan Menyebut Mereka Tidak Menargetkan Warga Sipil


Tentara Israel memeriksa lokasi festival musik di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza di Israel selatan, pada 13 Oktober 2023, di mana setidaknya 260 pengunjung festival tewas dalam serangan oleh kelompok bersenjata Hamas pada 7 Oktober. (Foto: AP/ Ariel Schalit)
Tentara Israel memeriksa lokasi festival musik di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza di Israel selatan, pada 13 Oktober 2023, di mana setidaknya 260 pengunjung festival tewas dalam serangan oleh kelompok bersenjata Hamas pada 7 Oktober. (Foto: AP/ Ariel Schalit)
Khaled Mashal

Khaled Mashal

Mantan pemimpin Hamas

“Hamas tidak membunuh warga sipil dengan sengaja. Hamas fokus pada para prajurit. Titik."

Salah

Hamas dan sekutunya terus menyebarkan narasi disinformasi mengenai perang Israel-Hamas yang masih berkobar pada saat ini.

Disinformasi tersebut di antaranya termasuk upaya membenarkan aksi kelompok militan di Gaza yang disebut sebagai Operasi Banjir Al-Aqsa. Operasi tersebut merupakan serangkaian serangan terkoordinasi yang dilakukan Hamas ke wilayah Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza pada 7 Oktober. Serangan tersebut menyebabkan konflik yang terus berlangsung hingga saat ini.

Dalam wawancara pada 19 Oktober di saluran televisi Al-Arabiya Arab Saudi, mantan pemimpin Hamas, Khaled Mashal, menyebut laporan mengenai Hamas yang menyasar langsung warga sipil sebagai “tuduhan yang dibuat oleh (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu.”

Wartawan Rasha Nabil mendesak Mashal untuk menjelaskan klaim-klaim tersebut, dan mencatat bahwa Israel berhasil meraih simpati di Barat karena kekejaman yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil Israel dan warga asing pada 7 Oktober.

“Apakah memperlakukan warga sipil seperti ini merupakan bagian dari ideologi Hamas?” tanya Nabil.

Mashal membantahnya.

“Saudari, saya sudah katakan bahwa Hamas, Brigade al-Qassam, dan organisasi militer kami memfokuskan perlawanan mereka pada pasukan pendudukan, pada tentara, tetapi dalam semua perang, ada beberapa korban sipil. Kami tidak bertanggung jawab atas mereka.”

Ketika Nabil bertanya apakah Mashal akan meminta maaf atas kematian warga sipil Israel pada 7 Oktober, dia menjawab:

“Hamas tidak membunuh warga sipil dengan sengaja. Hamas fokus pada para prajurit. Titik."

Klaim tersebut salah.

Sejumlah dokumen yang ditemukan di tubuh militan Hamas menguraikan rencana mereka untuk membunuh warga sipil, termasuk dengan sengaja menargetkan perempuan dan anak-anak. Video dan bukti lain menunjukkan mereka menjalankan rencana tersebut

Dari hampir 1.400 orang yang terbunuh pada 7 Oktober, 1.033 jenazah warga sipil di antaranya berhasil dikumpulkan.

Bertentangan dengan klaim yang disebarkan oleh media pemerintah Iran, Hamas tidak hanya membunuh tentara dan “pemukim ilegal.”

Warga negara asing yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan Israel, termasuk 30 orang dari Thailand, 10 orang dari Nepal, empat orang dari China dan empat orang dari Filipina, termasuk di antara korban yang dibunuh oleh Hamas pada 7 Oktober.

Hamas membunuh puluhan warga negara asing lainnya, dari Amerika Utara dan Selatan (termasuk 31 warga negara AS), Eropa dan Asia. Namun, beberapa dari mereka memiliki status kewarganegaraan ganda.

Hamas membunuh 260 orang dan menyandera puluhan lainnya setelah menyerbu festival musik dekat Kibbutz Re'im di Israel selatan, dekat Gaza.

Rekaman pembantaian tersebut menunjukkan militan Hamas menembaki warga sipil yang melarikan diri.

Tentara Israel berpatroli di dekat Kibbutz Beeri pada 12 Oktober 2023, di mana 270 orang dibunuh oleh militan Hamas saat festival musik Supernova pada 7 Oktober. (Aris Messinis/AFP)
Tentara Israel berpatroli di dekat Kibbutz Beeri pada 12 Oktober 2023, di mana 270 orang dibunuh oleh militan Hamas saat festival musik Supernova pada 7 Oktober. (Aris Messinis/AFP)

Hamas juga membunuh Awad Darawshe, seorang paramedis keturunan Arab Israel yang mencoba merawat pengunjung festival yang terluka.

Pada 23 Oktober, Israel menggelar pemutaran film untuk lebih dari 200 jurnalis yang menampilkan rekaman bodycam, rekaman video pengawasan, rekaman kamera dasbor, dan rekaman dari sejumlah ponsel, baik milik militan Hamas dan para korban. Semuanya direkam saat serangan pada 7 Oktober.

Video tersebut termasuk rekaman seorang militan Hamas yang melemparkan granat tangan ke arah seorang ayah dan kedua putranya yang berusaha berlindung, membunuh ayah tersebut dan melukai anak-anaknya.

Rekaman lain menunjukkan seorang militan Hamas menggunakan cangkul kebun untuk memenggal kepala warga negara Thailand, yang ditembak perutnya oleh militan.

“Laki-laki, perempuan, dan anak-anak ditembak, diledakkan, diburu, disiksa, dibakar, dan umumnya dibunuh dengan cara apa pun yang mengerikan yang dapat Anda bayangkan maupun tidak,” tulis Graeme Wood dari The Atlantic, yang menghadiri pemutaran film tersebut.

Wood menggambarkan serangan itu sebagai “sadisme predator”, dengan menyebutkan adanya pembunuhan yang ditargetkan terhadap warga sipil dan keinginan untuk menghancurkan tubuh orang-orang yang telah tewas.

Pihak berwenang Israel mengindikasikan bahwa mereka menahan diri untuk tidak memutar beberapa rekaman yang lebih mengerikan.

Keterangan saksi mata menguatkan isi rekaman tersebut.

Kelompok hak asasi manusia juga mendokumentasikan kekejaman Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober dan menyerukan dilakukannya penyelidikan kejahatan perang.

Namun, Amnesty International dan pihak lain berpendapat bahwa tanggapan Israel tidak proporsional dan menuduh Israel melakukan serangan tanpa pandang bulu yang mengakibatkan banyak korban sipil, yang menurut mereka juga harus diselidiki sebagai kejahatan perang.

Kementerian Kesehatan Gaza, yang dijalankan oleh Hamas, mengatakan setidaknya 5.791 warga Palestina, termasuk 2.360 anak-anak, tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober.

Israel berpendapat bahwa sejumlah besar roket Hamas dan Jihad Islam salah sasaran, sehingga menewaskan warga sipil Gaza.

Israel dan NATO menuduh Hamas menggunakan perisai manusia – yang merupakan kejahatan perang – dalam konflik dengan Israel yang terjadi sejak 2007.

Namun, hal itu tidak menghapus kewajiban Israel untuk melindungi warga sipil sesuai dengan hukum internasional, meskipun hal ini membuat pelaksanaannya menjadi lebih sulit.

Otoritas Hamas terbukti menjadi sumber informasi yang tidak dapat diandalkan, seperti yang terlihat setelah ledakan pada 17 Oktober di Rumah Sakit Ahli Arab di Gaza.

Hamas menyalahkan ledakan tersebut akibat serangan udara Israel, yang mereka klaim menewaskan lebih dari 500 orang. Klaim tersebut memicu protes kemarahan di seluruh dunia.

Bukti yang ada sekarang secara luas menunjukkan bahwa roket Hamas yang salah sasaran menyebabkan ledakan tersebut.

Para pejabat Barat dan Israel mengatakan ledakan itu menewaskan puluhan orang, bukan ratusan orang.

XS
SM
MD
LG