Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: 'Operasi Pengaruh' Rusia untuk Rusak Integritas Pemilu Eropa


Seorang pria memberikan suaranya selama pemilihan Parlemen Eropa, di ibu kota Athena, Yunani, pada tanggal 9 Juni 2024 lalu.
Seorang pria memberikan suaranya selama pemilihan Parlemen Eropa, di ibu kota Athena, Yunani, pada tanggal 9 Juni 2024 lalu.
Maria Zakharova

Maria Zakharova

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia

"Kami harus mengatakan bahwa pemilu Eropa telah berlangsung dalam kondisi pembatasan yang ketat, kurangnya persaingan yang adil, pembersihan bidang informasi dari sumber-sumber informasi alternatif, serta merajalelanya kampanye anti-Rusia.”

Salah

Dalam pemilu Parlemen Eropa baru-baru ini, badan legislatif Uni Eropa, menyaksikan para pemilih di 27 negara anggota memilih 720 perwakilan dari ratusan partai politik dan spektrum ideologi yang luas.

Sementara koalisi sentris yang berkuasa akan tetap berkuasa selama lima tahun ke depan, partai-partai sayap kanan memperoleh kemenangan di beberapa negara, khususnya Prancis dan Jerman. Sementara, Partai Liberal dan Partai Hijau kurang berhasil dalam pemilihan umum kali ini.

Intelijen Eropa telah menuduh Moskow mendukung kandidat pro-Rusia, banyak di antaranya berada di spektrum politik paling kanan, tetapi juga beberapa lainnya di spektrum paling kiri, adalah di antara operasi pengaruh oleh Moskow.

Moskow, pada gilirannya, telah mencoba untuk melemahkan legitimasi demokratis pemilu Eropa tersebut.

Pejabat Rusia dan media pemerintah memutarbalikkan hasil pemilu tersebut sebagai sesuatu yang kurang memiliki legitimasi dan tidak relevan secara politik.

Kremlin dan analis utamanya mengklaim bahwa hasil pemungutan suara tersebut menunjukkan ketidakpuasan warga di negara-negara UE terhadap "kebijakan Russophobia" atau ketakutan berlebihan terhadap Rusia oleh Brussel (Uni Eropa, red.) serta dukungan UE terhadap Ukraina.

Seorang anak berjalan melewati poster kampanye para kandidat selama pemilihan Parlemen Eropa, 9 Juni 2024 lalu, di Paris, Prancis.
Seorang anak berjalan melewati poster kampanye para kandidat selama pemilihan Parlemen Eropa, 9 Juni 2024 lalu, di Paris, Prancis.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menggambarkan plebisit Uni Eropa tersebut sebagai pemilu yang "tidak bebas dan tidak adil".

"Kami (Moskow) harus mengatakan bahwa pemilu Eropa telah berlangsung dalam kondisi pembatasan yang ketat, kurangnya persaingan yang adil, pembersihan bidang informasi dari sumber-sumber informasi alternatif, serta merajalelanya kampanye anti-Rusia,” kata Zakharova pada 10 Juni 2024 lalu.

Klaim (Moskow) itu salah.

Pemilu Eropa tersebut telah memunculkan banyaknya kandidat yang berpartisipasi dalam bidang politik yang beragam seperti Uni Eropa.

Lebih dari separuh dari 361 juta pemilih di Eropa yang memenuhi syarat, ikut memberikan suara dalam pemilihan umum yang diselenggarakan oleh otoritas nasional masing-masing negara. Kantor Lembaga Demokratik dan Hak Asasi Manusia (ODIHR), Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) mengatakan bahwa pemungutan suara itu "benar-benar kompetitif" dan "diselenggarakan secara profesional."

Sementara partai politik Eropa memainkan peran penting dalam proses tersebut, ODIHR mencatat persaingan "hanya terjadi di antara partai nasional dan kandidat di daerah pemilihan mereka," yang mencerminkan "bentang alam politik yang beragam di antara negara-negara anggota."

ODIHR mengatakan pemilih di seluruh UE dapat memilih dari 16.000 kandidat dan 530 daftar partai dan independen, yang menawarkan "pilihan alternatif politik yang luas.”

Meskipun lanskap media di blok (Uni Eropa) yang beranggotakan 27 negara itu sangat beragam, dengan beberapa negara menempati peringkat jauh lebih tinggi daripada yang lain dalam hal pers yang bebas dan pluralistik, kebebasan dan pluralisme media diabadikan dalam Piagam Hak-Hak Fundamental Uni Eropa.

Meski demikian, Persatuan Kebebasan Sipil untuk Eropa (Civil Liberties Union for Europe) yang berpusat di Berlin memperingatkan bahwa "kebebasan media dan pluralisme masih berada di ambang kehancuran di banyak negara Uni Eropa," yang sering kali disebabkan oleh tindakan pemerintah mereka.

Para pemimpin Eropa telah meningkatkan upaya untuk memastikan terjaminnya kebebasan media di seluruh blok (negara-negara anggotanya).

Upaya itu termasuk penerapan Undang-Undang Kebebasan Media Eropa pada bulan Maret, yang dimaksudkan untuk "menjamin hak warga negara untuk mengakses informasi yang bebas dan beragam," dan penerapan arahan Anti-SLAPP, yang dimaksudkan untuk melindungi jurnalis dan pembela hak asasi manusia dari tuntutan hukum lintas negara (di Eropa) yang berbahaya yang dimaksudkan untuk membungkam mereka.

Tuduhan Zakharova bahwa "bidang informasi telah dibersihkan dari sumber-sumber informasi alternatif" kemungkinan merujuk pada pelarangan Eropa terhadap empat jaringan propaganda pemerintah Rusia, yaitu: Voice of Europe, RIA Novosti, Izvestia, dan Rossiyskaya Gazeta, beberapa minggu sebelum pemilihan.

Uni Eropa mengaitkan ke-4 jaringan media tersebut dengan "kampanye manipulasi media dan informasi internasional yang sistematis" oleh (pemerintah) Rusia yang dimaksudkan "untuk membenarkan dan mendukung agresi skala penuhnya terhadap Ukraina, dan untuk meningkatkan strategi destabilisasi negara-negara tetangganya, dan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya."

Uni Eropa mengatakan "propaganda, manipulasi informasi, dan kegiatan campur tangan" Rusia secara khusus menargetkan partai-partai politik Eropa "selama periode pemilu (Eropa)" lalu.

Sejalan dengan itu, Newsguard, sebuah perusahaan analisis informasi, melaporkan lonjakan klaim palsu terkait UE secara daring dalam beberapa minggu menjelang pemungutan suara. Klaim palsu tersebut menargetkan lembaga, kebijakan, dan perwakilan UE, dengan tujuan untuk "menabur ketidakpercayaan di antara para pemilih dan mendelegitimasi pemungutan suara," kata Newsguard.

Sumber Intelijen Eropa mengatakan kepada Washington Post bahwa operator propaganda Rusia menggunakan Voice of Europe untuk menyalurkan hingga satu juta euro per bulan kepada puluhan politisi sayap kanan di lebih dari lima negara "untuk menanam propaganda Kremlin di media Barat yang akan menabur perpecahan di Eropa dan memperkuat posisi kandidat pro-Rusia" dalam pemilihan Parlemen Eropa.

Parlemen Eropa sedang menyelidiki beberapa tuduhan terhadap anggotanya yang diduga menerima pembayaran untuk menyebarkan disinformasi pro-Rusia.

Dokumen Kremlin yang bocor menunjukkan bahwa Viktor Medvedchuk, seorang maestro bisnis Ukraina pro-Rusia yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, bekerja sama dengan Kremlin untuk mendirikan Voice of Europe. Menghentikan bantuan ke Ukraina merupakan "agenda utama" media tersebut.

Pihak berwenang Ceko telah menjatuhkan sanksi kepada Medvedchuk karena menggunakan Voice of Europe “untuk menjalankan operasi pengaruh Rusia.”

Artem Marchevsky, yang menjalankan Voice of Europe, sering bertemu dengan politisi sayap kanan di seluruh Eropa. Uni Eropa kemudian menjatuhkan sanksi kepada Marchevsky atas keterlibatannya dalam proyek tersebut.

Seorang pejabat senior intelijen Eropa mengatakan kepada harian Washington Post bahwa Kremlin menciptakan entitas seperti Voice of Europe untuk membantu “merebut kembali posisi” di garis depan operasi pengaruh setelah Eropa mengusir puluhan perwira intelijen Rusia menyusul invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.

Sebuah penilaian intelijen AS menemukan bahwa Moskow telah “terlibat dalam upaya bersama … untuk merusak kepercayaan publik dalam sedikitnya 11 pemilihan umum di sembilan negara demokrasi” menggunakan troll internet, influencer media sosial, situs web proksi yang terkait dengan intelijen Rusia, dan bahkan saluran media milik pemerintah Rusia seperti RT dan Sputnik, VOA melaporkan.

Moskow telah membantah tuduhan-tuduhan tersebut.

XS
SM
MD
LG