Para pemantau pemilu dan kekuatan demokrasi global terus menyatakan keprihatinan atas sengketa pemilihan presiden 28 Juli di Venezuela.
Komisi Pemilu Venezuela, Dewan Pemilihan Nasional (NEC) yang berpihak pada pemerintah, mengesahkan suara untuk kemenangan Presiden Nicolas Maduro, yang mengamankan masa jabatan ketiganya selama enam tahun mendatang.
Pada tanggal 1 Agustus, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan ada "bukti yang sangat kuat" bahwa oposisi telah menang.
Blinken mengatakan hasil yang dirilis oleh NEC yang dikendalikan Maduro "sangat cacat, mengumumkan hasil pemilu yang tidak mewakili keinginan rakyat Venezuela."
Jajak pendapat independen yang dilakukan oleh pemantau pemilu domestik dan internasional serta penghitungan oposisi menunjukkan bahwa kandidat oposisi Edmundo Gonzalez Urrutia dari Unitary Platform menang dengan selisih suara yang cukup besar. Hal itu mendorong ribuan warga Venezuela turun ke jalan dan memprotes "hasil resmi" pemilu.
Maduro dan sekutunya telah melontarkan teori konspirasi yang tidak berdasar bahwa para peretas yang didukung oleh pihak asing dan pemadaman listrik telah menghalangi mereka untuk merilis penghitungan resmi. Mereka juga menggandakan upaya untuk mendiskreditkan kelompok oposisi, termasuk dengan melabelinya sebagai "ekstremis."
Ketua majelis nasional yang dikuasai Maduro, Jorge Rodriguez, menuduh kelompok oposisi memimpin “konspirasi fasis” yang bertujuan memicu perang saudara.
Rodriguez menyerukan penangkapan pemimpin oposisi populer Maria Corina Machado, yang dilarang mencalonkan diri oleh Mahkamah Agung yang dikendalikan oleh Maduro, dan penggantinya Gonzalez.
Dalam beberapa kasus, pengunjuk rasa telah merobohkan poster kampanye Maduro atau menghancurkan patung mendiang pendahulu Maduro, Hugo Chavez.
Jaksa Agung Venezuela Tarek William Saab memanfaatkan insiden tersebut untuk menggambarkan para pengunjuk rasa sebagai ekstremis brutal yang berperan dalam rencana asing untuk "membasmi warga Venezuela."
"Tidak ada protes antipemerintah yang terjadi, tetapi justru kantong-kantong kekerasan dengan tujuan mengganggu stabilitas yang berupaya menciptakan kondisi untuk intervensi asing dengan menyebarkan kekacauan di wilayah nasional," kata Saab pada 30 Juli 2023.
(Tuduhan) Itu salah.
Ribuan pemilih yang tidak puas turun ke jalan di tengah tuduhan yang dapat dipercaya tentang kecurangan pemilu yang mengatur kemenangan Maduro.
Awalnya protes berlangsung damai, protes tersebut berubah menjadi semakin keras setelah tindakan keras oleh pasukan keamanan.
Bertahun-tahun salah urus ekonomi telah mengakibatkan kemiskinan dan kerawanan pangan, yang mendorong jutaan warga Venezuela meninggalkan negara itu. Realitas tersebut mendorong banyak warga Venezuela yang miskin dan kelas pekerja yang sebelumnya mendukung ideologi politik populis sayap kiri Maduro untuk mendukung oposisi.
Ketika Maduro mengumumkan kemenangannya pada tanggal 29 Juli, aksi protes spontan dengan cara memukul-mukul panci dan alat-alat masak lainnya, yang disebut "Cacerolazo", meletus di ibu kota, Caracas, termasuk di bekas wilayah kekuasaan Maduro.
Gonzalez dan Machado meminta para pendukung mereka agar melakukan aksi protes damai pada tanggal 30 Juli.
Maduro, yang menuduh pihak oposisi mengobarkan kudeta, juga meminta para pendukung pemerintah untuk turun ke jalan.
Pada tanggal 30 Juli, BBC melaporkan bahwa ribuan orang berjalan kaki bermil-mil dari daerah kumuh di pegunungan sekitar Caracas menuju istana presiden.
Pihak oposisi juga berunjuk rasa di kota Valencia, Maracay, San Cristobal, Maracaibo, dan Barquisimeto, Reuters melaporkan.
Maduro menanggapi seruan untuk mengakui kekalahan dalam pemilu dengan mengerahkan garda nasional.
Jurnalis CNN di lapangan menyaksikan pasukan garda nasional "menindas protes yang sebagian besar berlangsung damai dengan gas air mata dan pentungan."
Sementara, jurnalis Reuters juga menyaksikan pasukan keamanan menyerang pengunjuk rasa.
Pasukan keamanan juga telah menembakkan peluru karet untuk membubarkan demonstran.
Ada beberapa kejadian ketika demonstran menyerang anggota garda nasional, dan sebagian pengunjuk rasa menanggapi serangan anggota garda nasional dengan melemparkan batu dan bahkan bom molotov.
Hingga 2 Agustus, kelompok Hak Asasi Venezuela Foro Penal mengatakan 11 orang telah tewas dan 711 orang ditangkap sejak pengunjuk rasa turun ke jalan pada 29 Juli.
Harian The Washington Post, mengutip beberapa sumber, mengatakan bahwa sedikitnya 16 orang telah tewas.
Menlu AS Antony Blinken mengatakan kekerasan itu terjadi akibat "upaya tidak demokratis" dari otoritas Venezuela untuk menekan partisipasi politik dan mempertahankan kekuasaan.
"Penegak hukum dan pasukan keamanan tidak boleh menjadi instrumen kekerasan politik yang digunakan terhadap warga negara yang menjalankan hak demokratis mereka," kata Blinken pada tanggal 1 Agustus.
Sementara itu, bukti-bukti menunjukkan bahwa tim Maduro mencurangi hasil pemilu.
Komisi pemilu (NEC) mengklaim bahwa Maduro telah meraup 5,15 juta suara, sedangkan Gonzalez memperoleh 4,45 juta suara.
Brian Nichols, asisten menteri luar negeri AS untuk urusan Belahan Bumi Barat, mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin, berdasarkan data yang dipublikasikan.
Mesin pemungutan suara elektronik di tempat pemungutan suara menghasilkan tanda terima kertas, yang ditaruh pemilih di kotak suara untuk mengonfirmasi siapa yang mereka pilih. Setelah pemungutan suara ditutup, mesin pemungutan suara menghasilkan catatan yang menunjukkan berapa banyak suara yang diperoleh setiap kandidat.
Perwakilan dari setiap partai politik seharusnya diberi salinan setiap lembar penghitungan suara, dan komisi pemilu juga menerimanya.
Hingga 2 Agustus, kelompok oposisi dan pihak lainnya secara terbuka mengumumkan 24.576 lembar penghitungan suara pada tingkat distrik — kurang dari 82% dari total 30.026 lembar.
Tabulasi penghitungan suara tersebut mencakup hampir 10,7 juta dari total lebih dari 12 juta pemilih yang memberikan suara dalam pemilihan lalu.
Para pemilih juga memiliki pilihan untuk memasukkan informasi kartu identitas mereka di situs web, di mana mereka dapat melihat hasil masing-masing dari tempat pemungutan suara tempat mereka terdaftar untuk memilih.
“Tabulasi hasil terperinci ini dengan jelas menunjukkan hasil yang tak terbantahkan — Edmundo Gonzalez menang dengan 67% suara ini dibandingkan dengan 30% untuk Maduro, margin kemenangan untuk Gonzalez sebesar 3,9 juta suara dan 37 poin persentase. Secara sederhana, tidak ada cukup suara dalam lembar penghitungan suara yang tersisa untuk bisa mengatasi defisit (ketinggalan perolehan suara) seperti itu,” kata Nichols pada 31 Juli.
Presiden AS Joe Biden, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, dan bahkan sekutu Maduro telah meminta otoritas Venezuela agar merilis penghitungan suara terperinci, seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Maduro meminta AS untuk tidak ikut campur dalam urusan Venezuela, sembari juga mengklaim bahwa ia akan meminta Mahkamah Agung yang berpihak pada pemerintah untuk meninjau hasil pemungutan suara tersebut.
Carter Center yang berpusat di Atlanta, yang memantau pemilu Venezuela, menemukan bahwa pemilu tersebut tidak demokratis. Lembaga AS ini juga mengatakan, Mahkamah Agung Venezuela tidak dapat memberikan “penilaian yang independen.”