Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: Rusia Klaim Penangkapan CEO Telegram 'Tamparan' bagi Kebebasan Pers, Tuduh AS di Balik Penangkapannya


Pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov menyampaikan pidato selama Kongres Ponsel sedunia di Barcelona, ​​Spanyol, 23 Februari 2016 (foto: dok).
Pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov menyampaikan pidato selama Kongres Ponsel sedunia di Barcelona, ​​Spanyol, 23 Februari 2016 (foto: dok).
Andrei Kelin

Andrei Kelin

Duta Besar Rusia untuk Inggris

"Kami memahami betul bahwa ini [penangkapan pendiri Telegram Pavel Durov] merupakan pukulan telak bagi kebebasan berbicara. Apa (sebenarnya) yang ingin mereka capai? -- tentu saja, Paris melakukannya atas saran tertentu dari Amerika Serikat -- mereka menginginkan kunci dari pengirim pesan ini."

Klaim yang Tak Berdasar

Rusia menggunakan penuntutan oleh Prancis terhadap Pavel Durov, pendiri dan CEO aplikasi pesan media sosial populer Telegram, untuk menuduh bahwa Prancis telah melanggar kebebasan pers dan bertindak atas perintah Amerika Serikat.

Pihak berwenang Prancis menahan Durov, warga negara Prancis, Rusia, dan UEA, pada 24 Agustus 2024. Ia dibebaskan empat hari kemudian tetapi diminta untuk tetap berada di negara itu di bawah pengawasan pengadilan dan membayar uang jaminan sebesar $5,5 juta.

Andrei Kelin, Duta Besar Rusia untuk Inggris, salah satu di antara pejabat tinggi Rusia, mengklaim bahwa penangkapan Durov merupakan pukulan telak bagi kebebasan berbicara. Ia juga menuduh bahwa penangkapan ini dilakukan Paris atas saran dari Amerika Serikat:

"Kami sangat memahami bahwa ini (penangkapan pendiri Telegram Pavel Durov) merupakan pukulan telak bagi kebebasan berbicara. ... Apa yang mereka coba capai -- tentu saja, Paris melakukan ini atas saran khusus dari AS -- mereka menginginkan kunci untuk pengirim pesan ini."

Klaim tersebut tidak berdasar.

Penegak hukum Prancis menuduh Durov menyembunyikan informasi yang dapat membantu polisi memecahkan kejahatan internasional yang serius, termasuk pelecehan seksual anak, perdagangan manusia dan narkoba, pencucian uang, gagal mengendalikan konten ekstremis, dan memfasilitasi transaksi ilegal, yang dapat dilakukan para penjahat menggunakan fitur anonimitas Telegram.

Durov juga sedang diselidiki atas dugaan kekerasan terhadap anaknya, dengan pengaduan terkait yang diajukan di Swiss.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ia mengetahui penangkapan tersebut setelah Durov ditahan dan menegaskan kembali tuduhan terhadap miliarder Rusia itu tidak bermotif politik dan penangkapannya tidak ditujukan untuk menekan kebebasan berbicara. Macron juga mengatakan, Prancis berkomitmen pada kebebasan berekspresi, penegakan hukum yang independen, dan peradilan.

Tidak ada bukti keterlibatan AS dalam kapasitas apa pun dalam penangkapan Durov, kantor berita Reuters melaporkan pada 29 Agustus, mengutip sumber di kantor kejaksaan Paris.

Advokasi kebebasan pers Rusia terdengar tidak sesuai dengan karakternya, mengingat pembatasan kebebasan berbicara Kremlin selama puluhan tahun, termasuk menekan Durov untuk melarang konten oposisi di Telegram.

Durov meluncurkan jaringan media sosial Rusia "VKontakte" (VK) pada tahun 2006 tetapi menjual sahamnya dan meninggalkan Rusia pada tahun 2014, dengan alasan konflik dengan Kremlin dan Dinas Keamanan Federal Rusia, FSB, atas akses ke data penggunanya.

Meskipun secara terbuka menjauhkan diri dari Kremlin dan VKontakte, Durov melakukan perjalanan ke Rusia lebih dari 50 kali antara tahun 2015 dan 2021, outlet media Rusia di Eropa, Important Stories, melaporkan. Kunjungan tersebut bertentangan dengan klaim Durov bahwa ia telah memutuskan hubungan dengan Rusia secara permanen, kata Important Stories.

Organisasi hak-hak digital belum sepakat (menyatakan sikap) terkait penahanan Durov.

Natalia Krapiva, penasihat hukum-teknologi senior di "Access Now", sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di New York City, mengomentari penangkapan tersebut, dengan memperingatkan bahwa hal itu dapat menyebabkan penyensoran yang lebih luas, terutama di lingkungan yang represif. Ia menekankan bahwa peningkatan tindakan moderasi konten pada platform seperti Telegram dapat berdampak negatif pada aktivis dan media independen.

Sementara, PBB mengatakan penangkapan Durov menimbulkan "kekhawatiran hak asasi manusia."

Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyerukan agar pembatasan apa pun yang diberlakukan (oleh pihak berwenang Prancis, red.) harus "proporsional" dan "sejalan dengan standar hak asasi manusia internasional."

Jan Penfrat, penasihat kebijakan senior di jaringan European Digital Rights (EDRi), kelompok advokasi yang berkantor pusat di Brussel, mengatakan masalahnya bukanlah intervensi pemerintah yang berlebihan dalam mengatur media sosial, tetapi justru pada kurangnya intervensi tersebut. Ia berpendapat bahwa UE perlu menegakkan Undang-Undang Layanan Digital, kerangka regulasi komprehensif yang bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan media sosial.

XS
SM
MD
LG