Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: China Bohong Soal Akses ke Pangkalan Laut Kamboja


Angkatan Laut Kamboja di pangkalan laut Ream di provinsi Preah Sihanouk, 26 Juli 2019. (Foto: FILE: TANG CHHIN Sothy/AFP)
Angkatan Laut Kamboja di pangkalan laut Ream di provinsi Preah Sihanouk, 26 Juli 2019. (Foto: FILE: TANG CHHIN Sothy/AFP)
Zhao Lijian

Zhao Lijian

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China

"Renovasi pangkalan laut tersebut hanya untuk memperkuat kapasitas angkatan laut Kamboja untuk melindungi integritas maritimnya dan memberantas kejahatan maritim."

Menyesatkan

Pada 7 Juni, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian diminta untuk merespon laporan yang ditulis Washington Post tentang China “diam-diam membangun fasilitas angkatan laut” di Kamboja.

Laporan Washington Post fokus pada peremajaan Pangkalan Angkatan Laut Kamboja Ream yang dibiayai Beijing. Laporan yang mengutip pejabat Barat yang tidak disebutkan namanya, mengatakan China akan mendapatkan "jatah penggunaan eksklusif" sebagian pangkalan tersebut.

“Pembangunan pangkalan laut China di Kamboja – pangkalan kedua di luar negeri dan yang pertama di kawasan Indo-Pasifik yang secara strategis sangat penting - adalah bagian dari strategi Beijing untuk membangun jaringan fasilitas militer di seluruh dunia untuk mendukung aspirasinya menjadi kekuatan global yang sesungguhnya,” tulis Washington Post.

Ream berada di Teluk Thailand dekat Laut China Selatan yang disengketakan, di mana China telah memberlakukan klaim kedaulatan menyeluruh tanpa menghiraukan hukum internasional. Amerika Serikat dan negara-negara lainnya khawatir China akan menggunakan pangkalan di Kamboja itu untuk memperkuat klaim tersebut dan meningkatkan ketegangan regional.

Menjawab pertanyaan tersebut, Zhao mengutip pernyataan Kamboja tentang laporan Washington Post, dan mengatakan:

“[Kamboja] mengatakan konstitusi Kamboja tidak mengizinkan pangkalan militer asing di wilayah Kamboja dan renovasi pangkalan laut itu hanya untuk memperkuat kapasitas angkatan laut Kamboja untuk melindungi integritas maritimnya dan untuk memberantas kejahatan maritim.”

Pernyataan ini menyesatkan.

Pejabat China dan Kamboja dalam upacara peletakan batu pertama dalam proyek renovasi Pangkalan Laut Ream. (Cambodia's Fresh News via AP)
Pejabat China dan Kamboja dalam upacara peletakan batu pertama dalam proyek renovasi Pangkalan Laut Ream. (Cambodia's Fresh News via AP)

Faktanya, seorang pejabat China di Beijing mengkonfirmasi kepada Washington Post bahwa “sebagian dari pangkalan tersebut” akan digunakan oleh “militer China,” dan juga menjadi tempat penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan. Ini bertentangan dengan pernyataan bahwa pangkalan tersebut “hanya” untuk kepentingan angkatan laut Kamboja.

Selama bertahun-tahun, AS dan pejabat Barat lainnya telah memberikan peringatan tentang pangkalan angkatan laut China di Kamboja. The Wall Street Journal melaporkan pada tahun 2019 bahwa Kamboja dan China telah menandatangani kesepakatan rahasia untuk memberikan akses kepada militer China ke pangkalan tersebut dengan imbalan bantuan keuangan dari China.

The Wall Street Journal juga mengutip pejabat AS yang tidak disebut namanya, yang mengatakan mereka telah melihat rancangan kesepakatan tersebut yang akan memberikan “China hak ekslusif di sebagian dari instalasi angkatan laut Kamboja di Teluk Thailand, tidak jauh dari bandara besar yang sedang dibangun oleh perusahaan China.”

Menurut rancangan itu, kesepakatan tersebut “akan memungkinkan China menggunakan pangkalan tersebut selama 30 tahun, dan diperpanjang secara otomatis setiap 10 tahun setelah itu,” menurut laporan The Wall Street Journal. “China bisa menempatkan anggota militer, menyimpan senjata dan menambatkan kapal perangnya.”

Rancangan kesepakatan itu juga mengizinkan anggota militer China “membawa senjata dan paspor Kamboja dan mengharuskan warga Kamboja mendapatkan izin China untuk memasuki bagian seluas 25 hektar (62 acre) yang dikuasai China di pangkalan Ream,” kata pejabat AS tersebut kepada The Wall Street Journal.

Menurut komunikasi antara pejabat AS dan Kamboja lewat surat, yang dilihat oleh The Wall Street Journal, kecurigaan Washington Post muncul pada Juni 2019, ketika Kamboja tiba-tiba menolak tawaran AS untuk membiayai renovasi pangkalan tersebut, yang awalnya diajukan oleh Kamboja.

Prajurit duduk di truk Sailors di Pangkalan Angkatan Laut Kamboja Ream, 26 Juli 2019. (Samrang Pring/Reuters)
Prajurit duduk di truk Sailors di Pangkalan Angkatan Laut Kamboja Ream, 26 Juli 2019. (Samrang Pring/Reuters)

Reuters, yang juga melihat surat-surat tersebut, melaporkan pada Juli 2019 bahwa satu surat dari Joseph Felter, yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Asia Selatan dan Asia Tenggara, kepada Menteri Pertahanan Kamboja, yang menyatakan “kekhawatiran di Washington tentang kehadiran militer China di Asia Tenggara.”

Juru bicara Kementerian Pertahanan China saat itu menyebut laporan The Wall Street Journal sebagai “rumor” dan mengatakan aktivitas China di pangkalan tersebut adalah untuk membantu memberikan pelatihan dan peralatan kepada angkatan laut Kamboja.

Pejabat Kamboja menyangkal adanya kesepakatan. Perdana Menteri Hun Sen menyebut laporan tersebut sebagai “berita mengada-ada terburuk tentang Kamboja” dan mengutip larangan konstitusi Kamboja untuk menyediakan pangkalan militer asing di negara tersebut. Hun Sen telah mengeluarkan bantahan serupa selama bertahun-tahun.

Pada laporan yang ditulis pada 7 Juni tentang pangkalan Ream, Time mencatat hubungan baik Hun Sen dengan Beijing.

“ … Kamboja adalah negara anggota ASEAN yang terlihat paling dekat dengan Beijing, yang telah sejak lama, mengiming-imingi Perdana Menteri Hun Sen dengan uang miliaran dolar dalam bentuk pinjaman infrastruktur yang mencurigakan dan proyek pembangunan yang melibatkan kroninya,” tulis Time.

Di saat yang sama, hubungan Kamboja-AS memburuk karena kritik AS terhadap kebijakan keras Hun Sen, termasuk penindasan terhadap lawan politiknya dan kemunduran demokrasi di negara itu.

Menurut laporan Pentagon pada 2021, Kamboja menghancurkan dua fasilitas yang didanai AS di pangkalan Ream pada 2020 setelah menolak tawaran AS untuk membantu merenovasi pangkalan tersebut.

Washington mulai membiayai pangkalan Ream pada 2007 sebagai bagian dari upaya panjang untuk membangun kembali hubungan dengan Kamboja. AS mengebom pangkalan tersebut pada 1975 setelah pasukan Khmer Rouge yang didukung oleh Beijing menguasai negara tersebut dan menyita sebuah kapal kontainer AS.

Pada Juni 2021, Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengunjungi Phnom Penh untuk mendapatkan klarifikasi tentang penghancuran tersebut. Ia menyampaikan kekhawatiran tentang kehadiran militer China.

Menteri Pertahanan Kamboja Tea Banh saat itu mengakui bahwa China membantu renovasi pangkalan tersebut, tapi bersikeras "tanpa ikatan.”

Perdana Menteri Australia yang baru, Anthony Albanese, telah mendesak China menjelaskan rencananya.

“Kami sudah sejak lama mengetahui aktivitas Beijing di Ream,” kata Albanese kepada wartawan ketika berkunjung ke Manila Pada 7 Juni. “Kami mendorong Beijing agar transparan tentang niatnya dan memastikan aktivitasnya mendukung keamanan dan stabilitas regional.”

Pada 8 Juni, pejabat China dan Kamboja memulai proyek renovasi tersebut dan berusaha meyakinkan tidak ada ancaman keamanan.

Pejabat China dan Kamboja melakukan pencangkulan pertama dalam proyek renovasi Pangkalan Angkatan Laut Ream, June 8, 2022. (Cambodia's Fresh News via AP)
Pejabat China dan Kamboja melakukan pencangkulan pertama dalam proyek renovasi Pangkalan Angkatan Laut Ream, June 8, 2022. (Cambodia's Fresh News via AP)

“Tolong jangan terlalu khawatir tentang pangkalan Ream ini,” kata Tea Banh, ketika berbicara di depan papan yang bertuliskan renovasi itu dibiayai oleh “bantuan hibah dari Republik Rakyat China.”

“Pelabuhan ini terlalu kecil, bahkan setelah direnovasi, tidak akan menjadi Pelabuhan yang akan mengancam negara manapun,” ujarnya.

XS
SM
MD
LG