China berjanji untuk menambah investasi, meningkatkan pengamanann dan bantuan pembangunan ke negara-negara Asia Tengah seperti Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Negara-negara itu berterima kasih kepada Beijing karena telah membangun jaringan infrastruktur di wilayah tersebut, meningkatkan perdagangan dan memahami tantangan mereka.
Presiden Xi Jinping mengungkapkan janji itu dalam pertemuan puncak selama dua hari pada minggu ini di kota Jalur Sutra, Xian.
“Dunia membutuhkan Asia Tengah yang stabil, makmur, harmonis, dan saling terhubung,” kata Xi. “China siap membantu negara-negara Asia Tengah memperkuat penegakan hukum, pertahanan … dan bersama-sama mempromosikan perdamaian dan rekonstruksi di Afghanistan.”
Berbicara di hadapan sekelompok pemimpin yang semakin bergantung pada Beijing, Xi mendesak mereka untuk menolak "upaya eksternal untuk mencampuri urusan dalam negeri ... atau memicu revolusi warna" dan memperingatkan "tanpa toleransi" terhadap terorisme, separatisme, dan ekstremisme.
Xi juga menjanjikan hampir $4 miliar dalam bentuk pembiayaan dan hibah untuk Asia Tengah. Pada 2022, perdagangan Asia Tengah dan China mencapai $70 miliar, di mana $31 miliar dari jumlah itu adalah nilai transaksi antara China dan Kazakhstan saja.
Xi juga berjanji untuk mempercepat pembangunan Jalur D pipa gas alam China-Asia Tengah dari Turkmenistan yang melewati Uzbekistan, Tajikistan, dan Kyrgyzstan.
KTT tersebut juga mengumumkan kemajuan menuju proyek kereta api China-Kyrgyzstan-Uzbekistan, yang masih hanya di atas kertas.
“Kami bergerak ke tahap praktis dengan mitra kami, China dan Kirgistan,” kata Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev.
Seperti Washington, Beijing mengungkapkan posisinya yang memberi dukungan penuh untuk kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara tersebut. Tanpa menyebutkan agresi Rusia dan perangnya di Ukraina serta referensi langsung ke peran dan cita-cita Amerika Serikat (AS), Xi mempromosikan negaranya sebagai mitra yang lebih andal dan murah hati untuk Asia Tengah.
Sikap AS terhadap Rezim Otoriter
George Krol, mantan duta besar AS untuk Uzbekistan dan Kazakhstan, mengatakan AS tidak ingin melihat kawasan itu “bergerak ke dalam pelukan” China dan tetangga utaranya, Rusia.
Dia berpendapat, hal itu menjadi salah satu alasan mengapa Washington tidak begitu kritis terhadap para penguasa otoriter di Asia Tengah, meskipun pemerintahan Biden menjamin untuk memajukan pemerintahan demokratis dan melawan rezim semacam itu.
“Hal ini merupakan bagian dari pola keterlibatan dengan Asia Tengah, yang bukan karena kelebihannya sendiri, melainkan bagaimana hal itu dilihat melalui prisma kebijakan lain,” seperti terhadap Beijing, Moskow, dan negara tetangga Afghanistan.
Krol setuju dengan analis lain yang mengatakan itu mencerminkan pendekatan "realpolitik" yang mengakui "seseorang tidak ingin menjadikan pemerintah ini musuh saat Anda membutuhkannya." [ah/ft]
Forum