BEIJING —
Dua negara dengan ekonomi terbesar di Asia – Jepang dan China – menyuarakan keprihatinan tentang terus berlanjutnya penghentian sebagian kegiatan pemerintah Amerika dan kemungkinan kegagalan Kongres menaikkan pagu utang yang bisa memicu gagal bayar. Ancaman 'gagal bayar' (default) itu bisa mempengaruhi kreditur-kreditur terbesar Amerika.
Para pemimpin lembaga keuangan di Jepang dan China menyampaikan keprihatinan mereka – baik secara terbuka maupun secara tertutup – kepada para pejabat-pejabat Amerika tentang dampak perselisihan di Amerika terhadap investasi obligasi mereka dan dampaknya bagi perekonomian kedua negara tersebut.
Menurut data Departemen Keuangan Amerika, Jepang memiliki 1.135 trilyun dollar obligasi Amerika, dan China memiliki sedikit lebih banyak yaitu 1.277 trilyun dollar.
Berbicara dalam konferensi pers hari Selasa, Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mendesak para pemimpin politik di Amerika untuk menyelesaikan perdebatan itu sebelum tenggat waktu 17 Oktober, ketika Amerika beresiko gagal membayar hutang-hutangnya.
Wakil Menteri Keuangan China Zhu Guangyao hari Senin mendesak pemimpin-pemimpin Amerika untuk belajar dari masa lalu, ketika perselisihan pada akhir tahun 2011 membuat badan pemeringkat Standard & Poor’s menurunkan peringkat kredit Amerika dari AAA menjadi AA+.
Zhu mengatakan, “Amerika tahu pasti kekhawatiran China atas kebuntuan finansial sekarang ini. China juga mengetahui bahwa Presiden Barack Obama, Menteri Keuangan Jack Lew dan pemimpin-pemimpin eksekutif lain memahami keseriusan situasi ini dan sedang mengambil langkah-langkah untuk mencegah gagal bayar. Namun jam terus berdetak”.
Sementara, ekonom pada Chinese Academy of Social Science Song Hong mengatakan bukan hanya nilai obligasi Amerika yang akan terkena dampak jika perselisihan ini tidak menemukan jalan keluar.
“Jika nilai utang ini tidak disesuaikan, saya kira akan menimbulkan pukulan dahsyat bagi stabilitas pasar obligasi Amerika, dan pasar obligasi Amerika itu memiliki hubungan langsung dengan status dan nilai dollar Amerika di dunia. Skenario ini tidak saja akan memberi dampak pada China tetapi juga seluruh negara lain di dunia karena dollar Amerika adalah mata uang dunia,” kata Song Hong.
Jepang dan China sama-sama tergantung pada ekspor untuk membuat roda perekonomian mereka tetap berjalan, dan dampak apapun terhadap nilai dollar Amerika akan mengganggu daya saing perdagangan mereka. Kekuatan daya saing ini telah membantu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mendorong perekonomian Jepang dalam beberapa bulan ini.
Para pemimpin lembaga keuangan di Jepang dan China menyampaikan keprihatinan mereka – baik secara terbuka maupun secara tertutup – kepada para pejabat-pejabat Amerika tentang dampak perselisihan di Amerika terhadap investasi obligasi mereka dan dampaknya bagi perekonomian kedua negara tersebut.
Menurut data Departemen Keuangan Amerika, Jepang memiliki 1.135 trilyun dollar obligasi Amerika, dan China memiliki sedikit lebih banyak yaitu 1.277 trilyun dollar.
Berbicara dalam konferensi pers hari Selasa, Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mendesak para pemimpin politik di Amerika untuk menyelesaikan perdebatan itu sebelum tenggat waktu 17 Oktober, ketika Amerika beresiko gagal membayar hutang-hutangnya.
Wakil Menteri Keuangan China Zhu Guangyao hari Senin mendesak pemimpin-pemimpin Amerika untuk belajar dari masa lalu, ketika perselisihan pada akhir tahun 2011 membuat badan pemeringkat Standard & Poor’s menurunkan peringkat kredit Amerika dari AAA menjadi AA+.
Zhu mengatakan, “Amerika tahu pasti kekhawatiran China atas kebuntuan finansial sekarang ini. China juga mengetahui bahwa Presiden Barack Obama, Menteri Keuangan Jack Lew dan pemimpin-pemimpin eksekutif lain memahami keseriusan situasi ini dan sedang mengambil langkah-langkah untuk mencegah gagal bayar. Namun jam terus berdetak”.
Sementara, ekonom pada Chinese Academy of Social Science Song Hong mengatakan bukan hanya nilai obligasi Amerika yang akan terkena dampak jika perselisihan ini tidak menemukan jalan keluar.
“Jika nilai utang ini tidak disesuaikan, saya kira akan menimbulkan pukulan dahsyat bagi stabilitas pasar obligasi Amerika, dan pasar obligasi Amerika itu memiliki hubungan langsung dengan status dan nilai dollar Amerika di dunia. Skenario ini tidak saja akan memberi dampak pada China tetapi juga seluruh negara lain di dunia karena dollar Amerika adalah mata uang dunia,” kata Song Hong.
Jepang dan China sama-sama tergantung pada ekspor untuk membuat roda perekonomian mereka tetap berjalan, dan dampak apapun terhadap nilai dollar Amerika akan mengganggu daya saing perdagangan mereka. Kekuatan daya saing ini telah membantu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mendorong perekonomian Jepang dalam beberapa bulan ini.