China sedang mempelajari prevalensi turunan baru virus flu burung H7N9. Demikian dilaporkan radio negara itu hari Rabu (22/2), setelah Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengatakan turunan baru itu berevolusi menjadi bentuk yang lebih ganas pada unggas.
Sejauh ini jenis baru itu hanya terdeteksi di Provinsi Guangdong, tetapi mengingat luasnya sirkulasi ternak dan unggas di negara itu, mengutip kementerian pertanian, radio itu melaporkan, akan sulit mencegah penyebaran virus itu ke daerah-daerah lain.
Sampai kini, virus H7N9 hanya sedikit atau sama sekali tidak menunjukkan gejala klinis pada burung, meskipun sangat patogen ketika menular pada manusia. Tetapi China telah mendeteksi evolusi dalam virus tersebut yang mampu menyebabkan penyakit yang parah pada unggas dan memerlukan pemantauan yang cermat, ujar WHO hari Selasa.
WHO menyatakan, sampel virus, yang diambil dari dua manusia yang tertular, disuntikkan ke burung di laboratorium dan menjadi "sangat mudah menular" bagi unggas. Tetapi, jurubicara WHO Christian Lindmeier mengatakan, itu hanya pada burung tidak pada manusia.
Sebanyak 304 penularan baru pada manusia yang dikukuhkan laboratorium dilaporkan di China daratan antara 19 Januari dan 14 Februari, bersama 36 kematian, ujar WHO dalam laporan terbarunya hari Senin.
Evolusi itu dapat berarti bahwa virus itu akan menjadi lebih terlihat jika kelompok unggas mulai mati, sehingga deteksi dan kontrol dapat lebih mudah dilakukan. [ka/ds]